Pasar Tradisional di Kota Cirebon Terimpit
Pemkot Berniat Mengatur Minimarket
Selasa, 21 April 2009
Cirebon, Kompas – Keberadaan pasar tradisional di Cirebon terancam setelah munculnya usaha ritel dan minimarket di kota Cirebon selama dua tahun terakhir. Pemerintah Kota Cirebon kini menyusun draf peraturan daerah untuk melindungi pedagang kecil.
Pedagang di pasar tradisional mengeluh, usaha ritel dan minimarket bisa mematikan usaha mereka jika jumlah dan jaraknya tidak dikendalikan. Apalagi, mereka bisa beroperasi hingga 24 jam.
“Banyak pedagang yang mengeluh. Kalau jarak minimarket jauh, tidak apa-apa. Tetapi, jika jaraknya dekat dengan kami, sekitar 500 meter, kami bisa mati,” ujar Nuri, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Kanoman, Kota Cirebon.
Menurut Nuri, kondisi pasar kini jauh lebih sepi dibandingkan dengan dua tahun lalu. Jika dua tahun lalu los dan kios penuh pedagang, kini hanya tinggal 75 persen los pasar yang terisi. “Setelah pembeli berkurang, pedagang memilih tidak berjualan atau berjualan di depan pasar menyongsong pembeli,” katanya.
Eva, pedagang buah di Pasar Pagi, juga mengakui ada penurunan penjualan. Jika dua tahun lalu ia bisa menjual 1,5 kuintal jeruk, saat ini kadang ia hanya menjual 35 kilogram jeruk. Menurut dia, jumlah pembeli terus turun. Meski sudah mempunyai pelanggan tetap, sebagian pembelinya memilih berbelanja di pasar modern, atau supermarket yang tempatnya lebih nyaman dan tidak perlu menawar harga.
Kota Cirebon yang luasnya hanya 37 kilometer persegi kini mempunyai sedikitnya enam pusat perbelanjaan modern. Dua proyek pusat perbelanjaan lain pun sudah mulai dibangun. Minimarket tumbuh tidak hanya di jalan-jalan utama, tetapi juga di perkampungan warga, berhadapan langsung dengan warung milik warga.
Atur minimarket
Direktur Utama Perusahaan Daerah Pasar Kota Cirebon Akhyadi mengatakan, beberapa langkah akan dilakukan Pemkot untuk memproteksi pedagang kecil dan pasar tradisional.
Salah satu langkahnya adalah merevitalisasi pasar di Cirebon agar tetap nyaman sebagai tempat berbelanja. Namun, karena keterbatasan dana, baru ada satu dari 10 pasar yang rencananya direvitalisasi. Itu pun menggandeng pihak swasta sebagai investornya. “Kami berencana membuat Pasar Gunung Sari lebih rapi dan bersih meskipun masih tergolong pasar tradisional. Pedagang lama akan tetap diprioritaskan,” ujarnya.
Pasar lain, menurut Akhyadi, juga akan diperbaiki. Lantai dua di Pasar Kanoman, misalnya, akan dibuat sebagai pasar cenderamata dan oleh-oleh agar wisatawan yang berkunjung ke Kanoman bisa langsung berbelanja di pasar.
Langkah kedua adalah membuat peraturan daerah untuk memproteksi pasar tradisional dengan memberi jarak dan membatasi minimarket. Wali Kota Cirebon Subardi menyatakan, kadang minimarket baru mengurus izin ketika tempat usahanya sudah berdiri. “Karena itu, kami berencana membuat peraturan daerah untuk mengatur agar minimarket bisa tumbuh tanpa mengganggu pasar tradisional,” katanya.
Salah satu caranya ialah menerapkan jarak minimal minimarket dengan pasar atau warung di perkampungan. Sayang, khusus untuk mal dan pusat perbelanjaan, pemerintah belum mempunyai rencana membatasi keberadaannya. (NIT)