Tidak berbeda dengan buah durian dan mangga, senyum juga ada musimnya. Coba tengok saja di sekitar kita. Senyum itu bertebaran di mana-mana. Di tiang listrik, di tembok-tembok pagar, di tiang telpon, di trotoar, pos ronda, lampu merah, di jembatan, di pohon-pohon, di rambu-rambu lalu lintas, di kaca-kaca mobil, di pintu-pintu rumah, lapak-lapak PKL, dan di tempat-tempat lain.
Tidak hanya itu, senyum itu pun ditebar melalui spanduk-spanduk yang merentang menyilang melintasi jalan. Sedangkan, di sudut-sudut pertigaan dan perempatan jalan, tampak berjejal foto-foto baligo berukuran besar terlihat mengulum senyum. Sebagian besar baligo berlatar lambang partai serta didominasi warna partai, berlatar foto tokoh-tokoh dan elit-elit partai, atau kombinasi ketiganya. Papan reklame pun tidak luput dari incaran. Bahkan, senyum itu tampak bersaing ketat dengan senyum bintang iklan komersil perusahan iklan.
Senyum Saja Tidak Cukup
Pesona kursi dewan memang luar biasa. Ia telah menarik minat banyak orang untuk memperebutkannya. Di kota Cirebon, data DCT (Daftar Calon Tetap) mencapai 467 orang. Padahal jumlah kursi yang diperebutkan di DPRD Kota itu hanya 30 kursi. Demikian, kursi dewan, telah menarik minat banyak orang dari berbagai kalangan dengan latar belakang berbeda-beda, mulai dari pengusaha, seniman, artis, jurnalis, para tokoh agama, tokoh pendidikan, mantan pejabat, hingga dari kalangan biasa.
Begitu besar animo orang untuk memenuhi hasrat bisa duduk di kursi wakil rakyat itu. Berbagai cara pun dilakukan agar simpatik pemilih bisa diraih. Mulai dari sekedar rajin ke pertemuan-pertemuan yang melibatkan massa, bagi-bagi sembako, bikin khitanan masal, mengadakan pengajian, berempati kepada orang miskin, sering-sering muncul di media lokal, dan mendadak jadi murah dan mengumbar senyum. Para Caleg itu selain bersaing dengan Caleg internal Partai sendiri, merekapun harus putar otak agar strateginya tidak kalah oleh Caleg dari partai lain. Karena memang saat ini, menarik hati masyarakat sepertinya memang bukan perkara mudah. Apalagi di tengah imej dan penilaian publik terhadap buruknya kinerja para wakil rakyat kita. Selain, adanya bayang-bayang tingginya angka Golput karena kecenderungan semakin menguatnya apatisme masyarakat terhadap Pemilu.
Kita hanya bisa berharap apapun yang dilakukan para Caleg dalam menarik simpati pemilih, bukan akal-akalan dan asal-asalan belaka. Kita berharap senyum mereka merupakan ekspresi niat tulus dari hati untuk berjuang demi rakyat, bukan sekedar basa-basi semata. Kita tidak tahu persis motif apa dibalik senyum para Caleg itu. Apalagi pada konteks visi, misi, dan agenda konkrit yang ingin mereka perjuangkan bagi rakyat. Dan yang paling urgent, tentu kita tidak ingin setelah mereka kelak duduk di kursi dewan, tidak sungguh-sungguh menunjukkan kinerja yang baik. Hanya mampu berdiam diri pada saat rakyat didera masalah. Sudah semestinya ketika mereka dipercaya, kepentingan rakyatlah yang mesti diutamakan daripada kepentingan golongan, kelompok, maupun perorangan.
Harus Memegang Amanah
Kita menaruh harapan besar kepada para calon wakil rakyat itu. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Demikian demokrasi mengamanatkan kedaulatan itu dari, oleh, dan untuk rakyat. Karena itu, satu suara sekalipun harus dipertanggungjawabkan. Ia merupakan amanah yang harus dijaga. Dalam mekanisme demokrasi kita, hanya kepada wakil rakyatlah berbagai kepentingan kita diamanatkan. Harapan itu akan dipertaruhkan dalam Pemilu April 2009 mendatang.
Sejatinya, Pemilu harus menjadi titik tolak bagi perubahan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Pemilu adalah kontrak politik antara para wakil rakyat dengan rakyat yang diwakilinya. Melalui Pemilu diharapkan akan terpilih pemimpin dan wakil-wakil kita yang akan mendorong agar kebijakan-kebijakan negara ini betul-betul berpihak kepada kepentingan rakyat. Sebaliknya, jangan sampai Pemilu menjadi sebatas rutinitas. Pesta demokrasi dengan biaya mahal, tetapi tidak memberikan efek perbaikan terhadap nasib rakyat. Kita tidak ingin Pemilu berlangsung baik hanya dari sisi prosedural belaka, namun tidak mampu mencapai target substansial, yakni terpilihnya wakil-wakil rakyat yang bisa mengemban amanah.
Pemilu memang bukan segala-galanya. Namun hanya melalui mekanisme Pemilulah aspirasi kita bisa disalurkan, diamanatkan, dan didelegasikan. Dan jika amanat rakyat itu kukuh dipegang oleh para wakil rakyat kita, bukan mustahil kondisi bangsa ini menjadi lebih baik. Karena itu, wakil-wakil kita di lembaga legislatif haruslah amanah. Mereka mesti tanggap terhadap berbagai persoalan yang kini mendera rakyat. Kemiskinan, korupsi, mahalnya sembako, maraknya pengangguran, mahalnya pendidikan, kurangnya jaminan layanan kesehatan bagi Ibu dan Anak, dan masalah-masalah lain adalah sebagian kecil dari berbagai masalah sosial yang perlu diperhatikan serius. Didalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman :”wahai orang-orang yang beriman ! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS. Ali Imron 8:27). Pada ayat lain ditegaskan bahwa : “penuhilah janji, sesungguhnya janji akan dimintai pertanggungjawaban”. (QS. Isra, 17:34).
Penulis adalah Santri PP. Al Mizan Ciborelang, Jatiwangi, Majalengka berhidmah untuk kerja-kerja kemanusiaan di Fahmina Institute