Miris rasanya sebagai perempuan, saat menyaksikan pemberitaan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak yang hilir mudik di media elektronik maupun cetak. Tega nian seorang ayah menghamili anaknya, ayah tiri mencabuli anak tirinya, seorang kakek mencabuli anak-anak di bawah umur sampai seorang remaja memperkosa anak dibawah umur dan lain sebagainya yang kesemua korbanya adalah perempuan. Dan ini adalah fakta betapa perempuan dan anak-anak perempuan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.
Belum genap sebulan yang lalu muncul wacana tes keperawanan di Prabumulih di sebuah kota di Sumatera Selatan, sebagai syarat masuk sekolah menengah atas (SMA) yang terlontarkan dari Dinas pendidikan (Disdik) kota Prabumulih. Sontak menjadi berdebatan sengit dikalangan aktivis kesehatan reproduksi dan seksualitas di Indonesia serta mendapat kecaman dari berbagai kalangan aktivis. Tiba-tiba sekarang muncul lagi tes kuesioer mengenai ukuran alat kelamin. Lalu pertanyaan untuk apa semua itu dilakukan, tujuan untuk apa bagi dinas pendidikan? Terus mengapa selalu yang menjadi objek itu perempuan. nama Mengapa bukan pemberian pemahaman kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensip terhadap anak sejak dini. Sehingga mereka memahami dengan jelas dan mengenal satu persatu bagian dari organ reproduksi baik perempuan ataupun laki-laki mulai dari fungsi, sistem dan proses reproduksinya secara komprehensip termasuk dampak dan resiko-resiko dari infeksi menular seksual (IMS) jika melakukan perilaku seksual tidak aman. Apapun alasan dari tes keperawanan maupun kueisioner itu jelas melanggar hak Privasi tubuh seseorang.
Padahal kalau kita melihat fenomena dan fakta yang terjadi dilapangan berdasarkan berita media. Kita melihat kelompok yang sangat rentan dengan kekerasan dan pelecehan seksual adalah perempuan dan anak-anak perempuan. Kekerasan itu ada 3 : 1. Kekerasan fisik, 2 Kekerasan mental (psikis), 3. Kekeraan seksual. Namun akhir-akhir ini, kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual pada anak dan perepuan begitu meningkat tajam. Bagaimana tidak berdasarkan hasil pengamatan Bayt Al-hikmah melalui media-media cetak lokal setiap hari terjadi kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual baik itu pada anak di bawah umur dan juga perempuan deasa begitu marak di wilayah tiga Cirebon seperti Kab. Indramayu, Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Majalengka dan Kab. Kuningan. Setiap hari ada 2 – 5 kasus kekerasan seksual atupun pelecehan seksual, jika hitung dalam sebulan saja itu sudah berapa korban perempuan dan anak yang mengalaminya.
Kitapun perlu tahu dan waspada, dimana kebanyakan pelaku kekerasan seksual dan pelecehan seksual kebanyakan dilakukan oleh orang-orang terdekat kita seperti Ayah tiri, ayah kandung, kakek dan seterusnya. Korban kekerasan terhadap perempuan sangat beragam, baik dari segi umur, pendidikan, aktivitas, maupun pekerjaaan. Hal itu memperlihatkan bagaimana perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang sangat renta terhadap tindak kekerasan.
Selain itu, berdasaran laporan pendahuluan kesehatan reproduksi remaja Survei Demografi dan kesehata indonesia 2012 menggambarkan rendahnya pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi (Kespro) dan kondisi tubuh mereka. Di masa puber, hanya 3,9 persen perempuan berumur 15-24 tahun yang tahu gairah seksualnya meningkat dan 72,8 persen yang tahu payudaranya membesar. Pada laki-laki pada umur yang sama, hanya 6,1 persen yang tahu gairah seksualnya meningkat dan 50 persen yang paham munculnya rambut pada wajah ataupun sekitar alat kelamin saat puber. Rendahnya pengetahuan ini berimplikasi tidak pahamnya remaja dengan aktivitas seksualnya. Padahal mereka sudah aktif secara seksual dan gairahnya bisa muncul setiap saat.
Di mana negara ?
Ironis memang melihat fakta begitu banyak perempuan dan anak-anak menjadi korban, dan sepertinya Pemerintah masih setengah hati dalam memberikan jaminan perlindungan terhadap perempuan.
Harusnya fenomena kekerasan seksual yang kian hari kian membuat takut perempuan itu menjadi perhatian dan kepedulian pemerintah untuk segera memberikan jaminan perlindungan perempuan dan anak-anak. Indonesia merupakan satu negara yang ikut meratifikasi konferensi internasional tentang kependudukandan pembangunan, ICPD Kairo 1994. Dimana di dalamnya terdapat kewajiban negara untuk memberikan 12 HAK Kesehatan reproduksi, yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu, UU no 23. Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Dalam Rumah tangga (PKDRT) , perbaikan KHUP dan lain-lain.
Namun nyatanya perlindungan terhadap perempuan masih sangat minim uu yang ada masih belum bisa menjamin perempuan dan anak-anak dari kekerasan dan pelecehan seksual dan membuat jera pelaku. ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan seksual dan pelecehan seksual : Anggapan orang yang masih menganggap tabu untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksidan seksual, semakin canggihnya akses teknologi dalam mengakses situs-situs porno baik elekronik mauu cetak, kurangnya kontrol dari orang tua, minimnya sosialisasi dan akses informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas yang aman dari pemerintah.
Beban psikologis bagi anak di bawah umur yang mendapatkan perlakuan pelecehan seksual atau pemerkosaan. dampak psikologis, trauma, pendidikan terbengkalai karena stigma negatif, belum lagi anggapan negatif yang tetap melekat di dapat sikorban seperti perempuan centil, pakai rok mini sudah menjadi korban di salahkan pula atau istilahnya sudah ketiban tangga ketiban genting pula.
Pendidikan Kespro yang Komprehensif
Mempertabukan perbincangan seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas ini dalam masyarakat, juga menjadi salah satu faktor mengapa kekerasan dan pelecehan seksual itu masih tetap berlangsung dan terus di alami oleh perempaun dan anak-anak. Kalau mau jujur banyaknya terjadinya kasus ini sebagai bentuk kegagalan kita dalam memberikan pemahaman terkait pendidikan kesehatan reproduksi seperti mengenalkan anatomi reproduksi tubuh perempuan dan laki-laki sejak dini yang dimulai dari orang tua, guru di sekolah dan lingkungan sekitar. Karena menganggap ini tabu dan saru. Memberikan pemahaman kesehatan reproduksi dan seksualitas secara komprehensip dari nama, fungsi, sistem hingga 12 hak kesehatan reproduksi.
Berkaca dari kontroversi kuesinoner penjaringan informasi kesehatan reproduksi mengenai ukuran alat reproduksi dan wacana tes keperawanan. Harus ini menjadi pelajaran penting bagi kita, bahwa mengenalkan kesehatan reproduksi dan seksualitas sejak dini itu penting. Penabuan kesehatan reproduksi dan seksualitas justru menjerumuskan remaja pada perlikau berisiko dan juga rentan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual yang kebanyakan di alami oleh perempuan dan anak-anak.
Menyesuaikan Dengan Budaya Lokal
Berkaca pada pro-kontra kuesioner kesehatan reproduksi dan wacana tes keperawanan yang terjadi, Pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas (PKRS) perlu disesuaikan dengan budaya dan tingkat pemahaman masyarakat.
Cara penyampaian materi PKRS bisa jua disesaikan dengan kondisi daerah ataupun sekolah. Hal ini misalnya bisa kita sesuaikan saat pemberian materi kita pisahkan antara perempuan dan laki-laki pada saat proses pendidikan guna memberikan rasa aman dan nyaman terhadap anak-anak. Namun bukan berarti saat pemisahan ini mengurangi pengetahuan materi kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensip kepada siswa.
Namun materi kesehatan reproduksui dan seksualitas ini tak hanya diberikan kepada siswa, tetapi guru dan orang tua harus memahami terlebih dahulu. Sehingga saat, orang tua bisa menjadi teman yang menyenangkan saat anak mengalami masalah, terutama terkait hal-hal kesehatan reproduksi dan seksualitas. Mari kita kenali tubuh kita sendiri dan menjaganya semua alat reproduksi menjadi tanggung jawab kita semua. Jangan lagi tabukan kespro dan seksualitas untuk menjaga perempuan dan generasi bangsa yag lebih sehat dan cerdas. (Waallahu’alam) *
*Turisih Widyowati adalah aktivis Bayt Al-Hikmah Cirebon. Tulisan ini juga sudah dipublikasikan di HU Fajar Cirebon pada tanggal 14 September 2013