Fahmina.or.id, Cirebon. Bangunan itu didominasi corak warna merah, kuning dan emas yang dihiasi ukiran naga di atapnya. Kekokohannya menyiratkan keteguhan, ragam bentuknya menggambarkan harmoni. Harum khas yang berasal dari hio yang terbakar menambah nuansa damai, alunan mantra mengiringi kegiatan sekelompok pemuda yang menamakan diri Pelita Perdamaian Cirebon dalam acara buka puasa bersama dengan tajuk Puasa dan Perdamaian di Vihara Dewi Welas Asih Jalan Kantor no. 2 Kota Cirebon. Rabu (8/7/2015).
Ratusan pemuda dari latar belakang agama yang beragam memadati ruangan vihara yang dikenal pula dengan sebutan Kelenteng Koan Im ini. Masing-masing perwakilan itu menjelaskan makna puasa menurut keyakinannya masing-masing.
Pendeta Wim dari Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB) Cirebon, pihaknya menyambut dengan baik kegiatan tersebut. Menurutnya puasa adalah proses bagaimana meredam keinginan duniawi, seraya mendekatkan diri kepada sang-Kuasa, dengan cara menahan nafsu amarah. Dengan menekan nafsu amarah maka kedamaian akan menyertai manusia. “Kami dari umat Kristiani sangat senang adanya gelaran berbuka puasa ini. Puasa dalam Kristen poinnya adalah pendekatan kepada sang Illahi, nafsu akan semakin teredam, baik nafsu amarah ataupun nafsu jasmaniah,” katanya
Fifi salah satu anggota Pemuda Theravada Indonesia (Patria) Cirebon, menjelaskan puasa dalam agamanya. Menurutnya dalam ajaran Buddha puasa itu dilakukan pada bulan Uposaka dengan memathui delapan aturan utama. “Uposaka adalah bulan dimana umat Buddha berpuasa, dalam puasa harus mematuhi delapan aturan yaitu Tidak membunuh makhluk hidup, tidak berbohong, tidak mencuri, menghindari perbuatan tercela, tidak minum yang memabukkan, tidak makan selepas siang, tidak merias diri, dan tidak bermewah-mewahan,” katanya.
Sementara itu Yohanes Muryadi yang mewakili umat Khatolik, mengatakan dalm upaya meningkatkan spiritual umat Khatolik salah satunya adalah berpuasa. “Gereja Khatolik memiliki empat ajaran utama yaitu berdoa, berpuasa, berpantang dan berpantang kasih,” katanya.
Terkait puasa dan pesan perdamaian, Romo Junawi yang merupakan Pandita Vihara Dewi Welas Asih menegaskan bahwa dengan digelarnya acara ini tentunya meningkatkan kepercayaan dan kebersamaan terhadap umat lain. Ia pun menyru untuk tidak termakan isu-isu yang dapat memecah belah kerukunan umat beragama di Cirebon.
“Saya sangat senang, teman-teman muda yang masih bersemangat ini untuk terus didukung. Karena dengan acara seperti ini meningkatkan kebersamaan juga meminimalisir kecurigaan terhadap umat lain sehingga terciptalah perdamaian. Saya menghimbau kepada teman-teman agar tidak mudah untuk termakan isu-isu yang dapat mengancam kebersamaan ini,” katanya.
Selain itu pula perwakilan tokoh Islam masing-masing dari NU, Muhammadiyah, JAI Manislor, menyampaikan gagasan terkait puasa. Acara ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Ustaz Nur Ahmad dari Pondok Pesantren Miftahul Mutaalimin, Babakan Ciwaringin, Cirebon.