“Setelah lama menempuh masa perkuliahan, wisuda adalah momen yang dinantikan bagi para mahasiswa, apalagi dinyatakan sebagai mahasiswa pelopor dalam Wisuda Perdana ISIF.”
Semenjak perkuliahan perdana pada tahun 2008, Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) berjuang memberikan sejumlah teori dan segudang pengalaman lapangan berkaitan studi Islam dan transformasi sosial. Hingga akhirnya ISIF membuktikan keberhasilan perjuangannya, mencetak kader ISIF yang konsen dalam riset dan transformasi sosial, melalui Wisuda Perdananya pada hari Rabu (27/11), bertempat di Ruang Pertemuan ISIF, Jl. Swasembada No. 15, Majasem, Kota Cirebon.
Pada perhelatan wisuda perdana ini, ISIF mewisuda 13 orang yang berasal dari 3 fakultas, yaitu: Fakultas Tarbiyah 9 orang, Fakultas Ushuluddin 1 orang, dan Fakultas Syari’ah 3 orang. Sebelum Rektor ISIF menobatkan mereka sebagai sarjana, para calon sarjana tersebut diminta untuk membacakan hasil temuan risetnya di depan forum.
“Wisuda bukanlah akhir dari segalanya, tapi wisuda merupakan permulaan belajar sesungguhnya dalam kehidupan nyata,” ungkap Rektor ISIF, Prof. Dr. KH. A. Chozin Nasuha, MA dalam sambutannya.
Chozin menambahkan bahwa menghadapai masyarakat tidak boleh kaku dan tekstual dalam mengimplementasikan teori, tapi harus dinamis, dengan melihat koteksnya yang nyata. Bukan teks tapi konteks.
“Terima kasih kepada ISIF, dan kami merasa sangat bangga karena menjadi wisudawan pertama. Semoga ISIF menjadi besar dan melahirkan orang-orang besar,” ungkap Masitoh, salah satu sarjana ISIF.
Sebagai Perguruan Tinggi Islam, ISIF berbeda dengan perguruan tinggi lainnya, dimana ISIF berbasis pesantren, serta menggunakan pandangan HAM (Hak Asasi Manusia), Demokrasi, Gender, dan Budaya Lokal dalam pengajarannya. Melalui semua itu, diharapkan para mahasiswa yang telah lulus akan mempraktekkannya dalam kehidupannya di masyarakat, dan menciptakan perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
“Selain pengajarannya yang berbeda, ISIF juga berani mengadakan wisuda perdananya hanya dengan 13 orang wisudawan, dari standar 50 orang jikalau berada di perguruan tinggi lain. Lalu kami pun berharap kepada para wisudawan, agar mereka dapat menjadi pemimpin yang berguna dimasyarakat, ” tutur Chozin.
Sementara itu, H. Marzuki Wahid, MA, ketua Yayasan Fahmina berpesan kepada sarjana ISIF untuk tetap konsisten (istiqamah) dengan nilai-nilai dan prinsip dasar kemanusiaan (al-basyariyyah), keadilan (al-‘adalah), kesetaraan (al-musawah), keragaman (at-ta’addudiyyah), cinta-kasih (ar-rahmah), dan kearifan (al-hikmah) yang selama ini dipelajari, dipraktikkan, dan dijadikan perspektif dalam keseluruhan pendidikan ISIF.
“Konsekuensi dari anutan nilai dan prinsip ini, sarjana ISIF dalam keseluruhan sikap dan perilakunya tidak boleh melakukan dan mendukung, serta diam terhadap tindak kekerasan, terutama terhadap perempuan dan kelompok minoritas. Pun pula sarjana ISIF tidak boleh bersikap, mendukung, dan diam terhadap tindakan diskriminasi, korupsi, pelanggaran HAM, dan tindakan kedhaliman dan ketidakadilan lain meskipun dilakukan atas nama agama,” tegasnya.
Hal ini pun ditanggapi baik oleh KH. Husein Muhammad, salah saatu pendiri Yayasan Fahmina. Dalam orasinya, ia mengatakan bahwa perubahan sosial perlu dilakukan, mengingat problem pendidikan masyarakat di Indonesia yang kini mengalami implikasi serius, khususnya dalam kehidupan beragama, yang telah menciptakan kekerasan atas nama agama.
“Problem pendidikan dan merosotnya moral dalam karakter berbangsa dan bernegara tidak akan bisa dilakukan dengan kekerasan, apalagi atas nama agama. Ini merupakan dan harus menjadi tanggung jawab kita bersama agar dapat menghilangkan citra buruk atas Islam,” pungkasnya.
Acara, kemudian dilanjutkan dengan peresmian gedung Perpustakaan ISIF dan Launching 3 Kitab yaitu Manba’ussa’adah, Nabiyurrahmah, dan As-Sittin Al-‘Adliyah, yang ditulis oleh Faqihuddin Abdul Qadir, salah seorang pendiri Yayasan Fahmina. [Cahana/Diaz]
– See more at: http://isif.ac.id/berita/item/284-wisuda-perdana-buktikan-perjuangan-isif#sthash.SXMOFu0J.dpuf