JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai sebagai figur yang paling tidak tegas terhadap ormas garis keras “berjubah” agama. Hal tersebut berdasarkan hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) yang dirilis Minggu (10/11/2013).
“SBY kita nilai gagal untuk melawan kelompok-kelompok radikal berjubah agama ini,” kata Direktur LPI Boni Hargens saat merilis hasil surveinya.
Boni mengatakan, selama dua periode masa pemerintahan, kelompok-kelompok garis keras tetap bebas dan leluasa melakukan aksi-aksinya. Tidak ada upaya pencegahan ataupun perlawanan dari pemerintah terhadap kelompok-kelompok tersebut.
LPI membagi survei ini ke dalam dua kategori, yakni elite lama yang bergerak dalam politik lebih dari 10 tahun dan elite baru yang bergerak dalam politik kurang dari 10 tahun.
Hasilnya, dalam kategori elite lama, SBY berada pada urutan paling jeblok dengan nilai 2,57. Berada di atasnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (2,60), capres Konvensi Demokrat Hayono Isman (2,73), Menko Polhukam Djoko Suyanto (2,75), Menko Perekonomian Hatta Radjasa (2,83), Ketua Umum PKPI Sutiyoso (2,92), dan capres Partai Golkar Aburizal Bakrie (3,17).
Ketegasan terhadap ormas radikal berjubah agama ini adalah salah satu indikator yang digunakan LPI untuk menilai tokoh politik yang pluralistis. Selain indikator ini, terdapat pula indikator lainnya yakni memiliki wawasan keindonesiaan, bersikap moderat, membela hak minoritas, mengusahakan kebijakan pro pluralisme, serta tidak mencampuradukkan urusan agama dengan politik.
Ketika seluruh indikator digabungkan, SBY berada di posisi 5 terendah dengan nilai (3,49). Di bawah SBY, muncul Menko Perekonomian Hatta Radjasa (3,40), capres Konvensi Demokrat Hayono Isman (3,08), Menko Polhukam Djoko Suyantoc dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (2,92).
Boni mengatakan, SBY tetap dimasukkan ke dalam survei karena survei ini bukanlah bertujuan untuk mencari figur calon presiden. Survei ini, menurutnya murni bertujuan untuk mengukur tingkat pluralisme tokoh-tokoh politik.
Unsur pluralisme dinilai sebagai unsur penting bagi tokoh politik mengingat kondisi indonesia yang terdiri dari suku dan agama yang beraneka ragam.