Judul ini mucul dalam beckground acara dua tahunan JPPR. Tradisi dua tahunan JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat), yang dilakukan tanggal 13-14 April lalu di Kantor P3M Jakarta, yang mengagendakan pertama rekomendasi untuk mereview Statuta jaringa, kedua Menentukan Koordinator dan Stering Group serta penyusunan strategi program untuk dua tahun kedepan dan strategi Jaringan.
Di hari pertama kegiatan diisi dengan diskusi tentang kemungkinan pihak donor untuk terlibat dalam pemilu 2014. Diskusi ini sengaja dilakukan untuk melihat potensi dukungan pendanaan untuk proses-proses kepemiluan. Dalam diskusi muncul bahwa donor sudah mulai mengurangi dukungan terhadap proses-proses kepemiluan untuk lembaga-lembaga NGO, kalaupun ada suport itu diberikan kepada para penyelenggara pemilu yaitu KPU dan Bawaslu.
Dan diskusi sessi dua diisi dengan refleksi demokratisasi terutama dari perspektif penyelenggaran pemilu yaitu Bawaslu dan KPU (Nelsen dari Bawaslu dan Ferry Kurniansyah dari KPU). Dari dua narasumber hamper sepakat sepuluh tahun terakhir partisipasi masyarakat dalam proses pemungutan suara menurun, bukan hanya pada saat pemilihan legislative dan presiden, tapi juga ke pemilukada. Walaupun belum ada suatu penelitian yang menegaskan factor-faktor yang mempengaruhi penurunan partisiapsi, tapi hamper semua narasumber dan dari pandangan para peserta sudah muncul asumsi bahwa penurunan itu karena masyarakat sudah kehilangan figur yang bisa meyakinkan bahwa proses pemilihan itu berdampak pada perubahan hidupnya. Karena yang terbayang di masyarakat adalah pemilu atau pemilukada berubah pada gantinya orang untuk memimpin, bukan berubahnya tatanan kehidupan social dan politik yang baik dan berdampak pada dirinya.
Dan dari diskusi juga muncul bahwa tujuan dari pemilu sepertinya tidak berkait dengan kesejahteraan bagi masyarakat. Padahal tujuan dari proses politik mestinya berdampak pada tujuan kesejahteraan bagi masyarakat. Munculnya kasus-kasus korupsi dan kolusi menguatkan masyarakat untuk berfikir apatis terhadap proses-proses demokrasi, padahal tidak ada ruang lain untuk memperbaiki sistem politik selain dengan proses cerdas penggantian, karena disitu ada regerasi dan pendewasaan terhadap proses demokratisasi. Golput juga isu yang cukup menarik didiskusikan dalam forum itu, ada yang beranggapan jika golput itu sikap politik itu bagus, tapi kalau golput karena kesalahan manajerial pengelolaan kepemiluan, maka ini yang bahaya karena tidak memberikan hak sepenuhnya terhadap warga Negara berbeda dengan golput karena sikap politik yang tidak mau milih.
Sessi malam mendiskusikan tigal hal yaitu review terhadap statuta, penyusunan strategi program kedepan dan strategi berjejaring, dengan model peserta dibagi tiga kelompok untuk mendiskusikan salah satu poin yang dibagi. Setelah itu masing-masing kelompok presentasi hasil diskusinya sekaligus proses kritikan dan masukan dalam forum.
Dan hari kedua dilanjutkan dengan agenda laporan Kornas JPPR 2011-2013. Setelah itu pemilihan kornas dan stering group. Proses ini cukup alot, paling tidak soal giliran menggantikan kornas sebelumnya, karena ada dua rumpun yang belum pernah mendapat giliran yaitu ormas dan perguruan tinggi. Dan pada akhirnya disepakati yang akan menggantikan kornas yang akan datang yaitu dari rumpun perguruan tinggi setelah ada diskusi panjang dengan rumpun ormas, dan rumpun ormas menyerahkan ke rumpun perguruan tinggi. Didalam rumpun perguruan tinggi paling tidak yang hadir ada dua yaitu LP3 UMY dan PSW UIN Jakarta. Dan dari dua organisasi ini bersepakat diserahkan kepada pihak PSW UIN Jakarta dan akhirnya yang ditetapkan kornas untuk kepengurusan yang baru ini adalah Muhammad Affifuddin dari PSW UIN Jakarta. Setelah proses serahterima pangku kepemimpinan JPPR semua peserta melakukan ramah tamah dan acara ditutup.