Jumat, 28 Februari 2025

Membangun Kesadaran Koeksistensi dan Toleransi Sejak dalam Pikiran

Baca Juga

Oleh: Noer Fahmiatul Ilmia

Hidup dalam realitas terdapat identitas yang berbeda, seharusnya kesadaran ini terbentuk dalam diri setiap manusia, karena entitas yang ada di dalam alam semestapun beragam. Indonesia yang majemuk memiliki keberagaman suku, budaya, dan agama. Merupakan sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita untuk saling mengenal dan saling berkolaborasi bukan untuk saling mencacimaki atau konflik antar kelompok.

Menteri Agama Republik Indonesia (Menag) Nasaruddin Umar dalam dalam forum Sarasehan Ulama NU 2025. Menyampaikan sejumlah pesan tentang toleransi dalam beragama. Menurutnya perbedaan mengenai koeksistensi dan toleransi Itu hal yang berbeda, Menurutnya “Jangan-jangan yang terjadi hanya koeksistensi. Koeksistensi itu artinya Anda hadir di situ, kami hadir di sini, ayo kita sama-sama hadir, jangan saling mengganggu,”.

Kemudian makna toleransi menurutnya “Toleransi bukan hanya itu, bukan hanya sekedar hadir, tapi kita diikat juga oleh rasa cinta sebagai sesama (dalam) kemanusiaan. Ada ukhuwah basyariah kita di situ, ada ukhuwah wathaniyah kita di situ, ada ukhuwah nahdliyin kita di situ. Jadi ukhuwah yang berlapis ini yang mematangkan toleransi,”.

Dapat kita pahami bahwa koeksistensi yakni antar umat agama mampu hidup berdampingan atau sama-sama hadir namun tidak saling berkolaborasi. Sedangkan toleransi adalah kita mampu hidup berdampingan dan memiliki ikatan saling cinta dalam rangka kemanusiaan antar seluruh umat beragama.

Kesadaran akan pentingnya menerima perbedaan dan memiliki sikap mental dan prilaku menerima keberagaman dan diikat oleh rasa cinta dan kasih merupakan pondasi yang sangat penting di dalam masyarakat yang majemuk.

Agama agar tidak selalu bersifat dogmatis, seharusnya agama dapat dilakukan dengan pendekatan kontekstual dan rasional, tidak hanya terbatas pada tekstual semata. sehingga yang lahir dari agama adalah sikap inklusive yang mampu menunjukkan sikap prilaku yang baik sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama. Agama juga menganjurkan Umatnya untuk saling mengenal, mengasihi, menghargai, bahkan bersinergi dalam hal-hal kebaikan.

Sebagaimana di dalam Al-Qur’an berbunyi (Innâ khalaqnâkum min dzakarin wa untsâ wa ja’alnâkum syu’ûban wa qabâ’ila li ta’ârafû)” (QS alHujurat [49]:13)

“Sesungguhnya telah Kuciptakan kalian sebagai laki-laki dan perempuan, dan Kujadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa agar kalian saling mengenal”. KH Abdurrahman wahid menafsirkan ayat ini “menunjuk kepada perbedaan yang senantiasa ada antara laki-laki dan perempuan serta antar berbagai bangsa atau suku bangsa. Dengan demikian, perbedaan merupakan sebuah hal yang diakui Islam, sedangkan yang dilarang adalah perpecahan dan keterpisahan (tafarruq).”

Menurut KH Abdurrahman Wahid adanya perbedaan dalam hal keyakinan (aqidah) tidak perlu dipersamakan secara total, karena masing-masing memiliki kepercayaan atau aqidah yang dianggap benar. kerjasama antara berbagai sistem keyakinan itu sangat dibutuhkan dalam

menangani kehidupan masyarakat, karena masingmasing memiliki keharusan menciptakan kesejahteraan lahir (keadilan dan kemakmuran) dalam kehidupan bersama, walaupun bentuknya berbeda-beda.

Yang terpenting menurutnya adalah adanya perbedaan keyakinan (aqidah) tidak menghalangi antar agama untuk saling berkolaborasi, bersinergi, dan bekerjasama dalam hal muamalah (bersosial).

Hidup bersama dan sama-sama hidup atas dasar cinta adalah seperti hidup dalam surga yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian. “Jika kamu hendak menemukan kebenaran dari Tuhan, satu-satunya maksud yang tak terelakan adalah Cinta, yaitu, tanpa kekerasan, dan karena Saya yakin bahwa cara dan tujuan adalah yang dapat diubah, Saya tidak akan ragu untuk mengatakan bahwa Tuhan adalah Cinta”. (Mahatma Gandi)

Dapat kita simpulkan dari penjelasan diatas mengenai toleransi dan koeksistensi antar umat agama, yaitu:

Pertama, Memiliki Kesadaran hidup bersama, hidup berdampingan dengan keberagaman suku, budaya, maupun agama. Dan diikatan dengan cinta dan kasih

Kedua, Perbedaan adalah rahmat, karena perbedaan adalah kehendak dari Allah SWT dan kita harus mensyukuri. Karena dengan menerima perbedaan adalah cara kita untuk saling mengenal.

Ketiga, Persatuan adalah hal yang terpenting dalam kehidupan masyarakat, sedangkan yang perlu kita cegah adalah perpecahan dan keterpisahan (tafarruq).

Mari kita refleksikan bersama, sudahkah kita menerima perbedaan atau kita yang mengancam yang berbeda dengan kita, Semoga hidup kita seterang Matahari, seindah bunga, dan dilimpahkan berkah dan kebahagiaan, mari kita tanamankan kesadaran akan hidup bertoleransi sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan. Tabik! []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Risalah Kepemudaan untuk Membumikan Toleransi di Bumi Pertiwi

Oleh:Bayu Firmansyah Indonesia merupakan satu-satunya negeri dimuka bumi ini yang menyebut dirinya sebagai tanah air. Selama masih ada lautan yang...

Populer

Artikel Lainnya