Dari eksplorasi tersebut muncullah berbagai persoalan sosial, yang paling banyak diutarakan adalah soal Kekerasaran Dalam Rumah Tangga (KDRT), kenakalan remaja dan perdagangan perempuan dan anak (trafiking). Ketika diajak mendiskusikan bagaimana menangani persoalan-persoalan sosial tersebut, sebagian peserta ada yang masih khawatir akan banyak mengeluarkan dana bila akan menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.
Karena itu, maka Imron, salah seorangnarasumber acara, menegaskan kepada peserta, bahwa yang terpenting FKPM mampu menunjukkan kontribusi positif dan riil. Terutama dalam menyelesaikan persoalan di lingkungan sekitarnya. Karena hidup matinya forum itu bukan karena persoalan dana semata.
”Dari situ, kita baru berfikir bagaimana mendapatkan dana. Dengan catatan, pemberi dana tidak mengatur kita (FKPM). Jika kita mencari dana, seumpama untuk penyuluhan. Maka, bantuan itu tidak hanya dalam bentuk uang, bisa jadi buku, pembicara, maupun bentuk lain yang mampu mendukung terlaksananya acara,” papar Imron.
Apalagi jika para orang-orang di dalam forum tersebut kreatif, tambah Imron, mereka pasti mudah mendapatkan dana. ”Jadi usahakan memiliki inisiasi (bisa mandiri). Kita tidak dapat dana untuk masalah sosial. Bahkan Polisi pun baru akan mendapat dana, jika mereka menangani masalah pidana,” tandas Imron.
Dalam pelatihan tersebut, selain menghadirkan tim Pusham UII, juga menghadirkan beberapa narasumber, seperti Faqihuddin Abdul Qodir (Sekjend Fahmina Institute Cirebon) dan Marzuki Wahid (perwakilan Depag Pusat), keduanya membahas tentang persoalan trafiking dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Selain itu juga hadir Kabag Bina Mitra Polres Cirebon, Kompol R Fahruddin Mulyono dan Kabag Bina Mitra Polres Majalengka, Kompol Ayik Nurul.
Koordinasi, cara efektif menyelesaikan persoalan
Dalam koordinasi tersebut, FKPM bisa menghubungi Ketua Bina Mitra Polsek ataupun Babinkamtibmas yang ada di daerah masing-masing. Jika di tingkat Polsek tidak berhasil, maka ke Polres. Karena kepolisian masih menggunakan sistem komando. Imron juga menambahkan, jika koordinasi dan dialog tidak berhasil juga, maka bisa menggunakan ancaman dan menakut-nakuti.
Sementara itu, Kompol R Fahruddin Mulyono mengaku tidak tersinggung dengan persepsi masyarakat tentang citra polisi yang negatif, seperti memang mata duitan dan tidak mau berbaur dengan masyarakat.
”Saya tidak tersinggung. Kalaupun ada, itu tidak sesuai dengan norma-norma kepolisian. Polisi sekarang bertindak dan bekerja sesuai dengan basis anggaran. Sekarang juga dibuka call center 9123. Itu sebagai sosial kontrol,” kata Fahruddin.
Jadi, lanjut Fahruddin, ketika kawasan dan tulis daerah kemudian kirim ke 9123. Karena tidak hanya kepolisian saja yang bertindak sebagai Polisi, masyarakat juga turut berperan aktif dalam menjaga keamanan.
Hal Senada juga diungkapkan Kompol Ayik Nurul. Menurut dia, Polisi sekrang memiliki paradigmanya yang baru, selain itu juga sudah ada anggaran khusus dari pusat. ”Jadi sekarang orientasinya bukan untuk uang, tapi untuk tugas. Kalau permasalahannya masih dalam level kecil, maka prioritas saja. Tapi kalau pidana, silahkan langsung ke Polisi.”[]