Dalam pantauan JPPR, banyak ditemukan pelanggaran dan kejanggalan yang telah menciderai proses demokratisasi yang sekarang sedang di bangun masyarakat Kabupaten Cirebon. Kesimpulan tersebut terindikasi antara lain dari beberapa item temuan JPPR seperti: soal validitas DPT, partisipasi politik yang rendah, masih terpasangnya berbagai atribut pasangan calon, sampai pada persoalan penolakan terhadap relawan JPPR.
DPT Bermasalah: Pemangkasan Hak Politik Rakyat
Persolan ini menujukkan buruknya kinerja KPUD dalam soal pendataan, validasi, dan pemutakhiran data. JPPR menilai ini adalah salah satu bentuk penghilangan hak politik seseorang. Sedangkan jauh-jauh hari JPPR sudah mengingatkan KPUD agar ada upaya dari KPUD menyikapi kasus ini. Tetapi sampai hari pencoblosan tidak ada aturan tertentu sehingga hak memilih orang tetap bisa disalurkan. Selain itu, DPT tidak valid ini dapat membuka peluang terhadap manipulasi dan penggelembungan suara. Kasus pemilih fiktif (tidak valid), misalnya, banyak sekali terjadi dibeberapa TPS di Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon.
Kejadian serupa terjadi pula di Kelurahan Sumber. Relawan disana menyebutkan ada saksi dari salah satu pasangan calon yang baru berusia 16 tahun diperbolehkan mencoblos. Di samping itu, hampir diseluruh wilayah pantauan JPPR banyak data pemilih yang tidak valid sehingga menyebabkan kebingungan di masyarakat.
Terkait dengan DPT ini, relawan JPPR juga melaporkan hampir seluruh TPS-TPS yang tersebar di Kec. Plumbon, Kec. Tengah Tani, dan Kec. Sumber tidak memasang DPT, gambar calon, dan cara pencoblosan. Akibatnya, banyak masyarakat yang kebingungan pada saat harus menggunakan hak suaranya. Di Kacamatan Sumber ada TPS yang berada di ruangan tertutup. Berbeda dengan yang ada di Kecamatan Astanajapura, terdapat tiga TPS yang letaknya saling berdampingan dengan jarak yang sangat dekat.
Partisipasi Politik Di Titik Rendah
Sepinya “peminat” masyarakat menyebabkan banyak TPS yang tutup dan melakukan penghitungan suara sebelum pukul 13.00 WIB. Ini terjadi di banyak TPS yang ada di Kecamatan Astanajapura, Plumbon, dan Tengah Tani proses dimana penghitungan suara di TPS sudah dilakukan lebih awal mulai pukul 11.00 WIB.
JPPR menilai tingkat partisipasi masyarakat di Kabupaten Cirebon yang tergolong rendah ini terkait dengan apatisme masyarakat terhadap Pilgub dan sosialisasi KPUD tentang proses dan tahapan Pilkada yang tidak banyak menyentuh ke masyarakat.
Jika dikalkulasi, berdasarkan analisis JPPR tingkat partisipasi pemilih pada Pilgub Jabar di Kab. Cirebon hanya mencapai 75% atau tidak lebih dari angka 1.130.910 dari 1.507.880 total pemilih. Ini berarti ada sekitar 376.970 orang yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dalam hal ini JPPR menilai KPUD Kab. Cirebon termasuk didalamnya KPU Provinsi Jabar telah gagal dalam menyelenggarakan Pilkada kali ini khususnya dalam hal mendorong partisipasi politik rakyat. Di samping itu, kegagalan juga tidak terlepas dari kinerja partai politik yang tidak pernah serius melakukan pendidikan politik. Mereka lebih dominan pada capaian target-target politik belaka.
Selain KPUD, JPPR juga menyoroti kinerja Panwaslu yang tidak optimal. Temuan JPPR hampir di setiap kantor DPD partai politik masih terpasang spanduk dan baliho gambar calon yang diusung partai tersebut. Agaknya pada hari tenang pihak Panwaslu tidak melakukan penertiban dan pencopotan atribut atau gambar pasangan calon. Ini menunjukkan bahwa Panwaslu tidak bekerja secara maksimal dalam pengawasan Pilkada.
Selain berbagai persolan diatas, JPPR Kab. Cirebon menyesalkan sikap beberapa panitia penyelenggara Pilkada khususnya ditingkat PPS dan KPPS yang tidak kooperatif. Di Desa Pesanggrahan, Karang Mulya kec. Plumbon dan di Kec. Kedawung sejumlah relawan/pemantau ditolak petugas KPPS dan tidak diperbolehkan memantau. Akibatnya, mereka harus berpindah ke TPS lain atau bahkan tidak melakukan pemantauan sama sekali. Ini menunjukkan pihak penyelenggara Pilkada terutama di tingkat PPS dan KPPS tidak mengetahui dengan pasti aturan dan prosedural pemantauan. Dimana legalitas pemantau cukup dengan bukti akreditasi dari KPUD Provinsi tidak perlu surat tugas atau mandat yang sebetulnya hanya berlaku bagi saksi pasangan calon. JPPR Jabar sendiri telah terakreditasi dengan No. 010/AKR/KPU-JB/III/2008. Terlepas dari aturan birokratis itu, bukankah fungsi mengawasi proses demokrasi Pilkada adalah kewajiban siapapun tidak terkecuali JPPR. Jika demikian, maka sepatutnya penyelenggara Pilkada tidak perlu risih. JPPR tidak lebih hanya melakukan bagian kecil dari fungsi kontrol tersebut yang seharusnya dilakukan oleh siapapun. (add).