jadi, dalam pandangan kaum miskin, menaikkan harga BBM sengaja untuk menyengsarakan rakyat, menguntungkan pemodal, dan untuk mempertahankan anggaran belanja pejabat pada level yang tinggi. cara berpikir sederhana ini paling tidak menggugah kita untuk mengamini pendapat kaum miskin. Sebab, yang paling merasakan pahitnya kenaikan harga BBM adalah rakyat kecil. dari naiknya harga BBM, naik pula kebutuhan-kebutuhan sehari-hari seperti tarnsportasi, komunikasi bahkan kebutuhan pokok. “Sudah sengsara malah dibikin sengsara”, demikian kata tukang becak di Babakan Ciwaringin Cirebon.
Revolusi Karena BBM
Tak habis pikir. setiap pergantian kepemimpinan di negeri ini seolah olah menaikkan harga BBM menjadi suatu kewajiban dan menjadi tradisi dalam lika-liku perjalanan pemerintahan kita. Pada masa akhir pemerintahan Soeharto, BBM dinaikkan. masa Habibi dan Gus dur juga mengalami nasib yang sama. begitu pula pada masa kepemimpinan Mega, harga BBM selalu naik. Dan pada pemerintahan SBY-JK, yang pada masa kampanye berjanji tidak menaikkan harga BBM, juga tidak luput dari situasi ini..
Anehnya, pengalaman-pengalam an yang telah dilalui tidak pernah di jadikan sebagai bahan pelajaran. Malah dianggapnya ringan. Menaikkan harga BBM, rakyat dipaksa, persoalan telah selesai. Yang unik, argumentasi yang diungkap nyaris sama. yakni kondisi BBM internasional melonjak tinggi, maka untuk menyelamatkan APBN harga BBM dinaikkan.
Ini menunjukkan bahwa elit-elit kita yang hendak menjadi pemimpin, dan elit-elit yang tergabung dalam tim ekonomi pemerintah, tidak pernah berfikir secara serius untuk dapat merumuskan solusi terbaik ditengah melonjaknya harga BBM. Mestinya, sesekali mencoba merumuskan langkah baru selain menaikkan harga BBM. Jika pun ada mengapa tidak dilaksanakan?
Disinilah titik keanehannya. Pasti ada sesuatu yang tak nampak dihadapan kita. Entah itu tekanan asing, keserakahan pejabat, ketulian pemerintah, atau kebekuan berpikir pemerintah kita.
Jika karena kebekuan berpikir pemerintah, maka hendaknya pendidikan di Negara kita harus benar-benar ditingkatkan kwalitasnya. begitu pula sumber daya manusianya. sehingga kedepan tidak ada lagi pejabat yang tak cerdas. Tetapi, jika karena keserakahan dan ketulian pemerintah, bahkan karena tekanan asing, maka revolusilah jawabannya. Revolusi mental, revolusi moral, revolusi kepemimpinan dan revolusi keterjajahan asing.
BBM dan Kemerdekaan Rakyat
Negara ini mempunyai banyak sumber minyak. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Apakah serius dikelola untuk kepentingan rakyat atau dikelola untuk kepentingan pemodal dan asing. Namun yang jelas rakyat sangat berharap, melalui kekayaan alam dinegeri ini termasuk kaya minyak, kehidupan rakyat benar-benar merdeka.
Melalui bahan baker minyak, kita bisa menegaskan kemerdekaan bangsa dihadapan neokolonialisme. Sumber-sumber minyak dan berbagai kekayaan alam ini dikelola oleh Negara kita. investor asing dapat ikut bergabung jika mau di perintah dan tunduk pada system pembagian berdasarkan keputusan pemerintah Indonesia.
Dan ini bisa dilakukan jika pemerintah sudah dibersihkan dari para pejabat yang hanya mementingkan diri sendiri, bermental korup dan yang selalu mengabaikan aspirasi rakyat. Sekaligus pejabat yang selalu berfikir projek orientied.
Sebagai contoh saja, dalam kasus mega proyek jalan tol Cikapa yang dihadapi masyarakat, santri dan Kyai di pesantren Babakan, ternyata, pejabat-pejabat yang berhubungan dengan hal itu mendapatkan bagian proyek seperti pengurugan, pemasangan tiang-tiang iklan dan lain sebagainya. Sehingga mereka bersikap acuh tak acuh terhadap gejolak protes masyarakat. Parahnya, yang membiayai awal adalah uang Negara. Jadi pejabat-pejabat itu mengambil keuntungan melalui uang Negara. Oleh karenanya, soal BBM harus ada revolusi besar-besaran demi menghindari pejabat yang bejat. Wallahu’alam Bissawab.
Penulis adalah putra KH. Syaerozi Babakan Ciwaringin yang sekarang sedang menimba ilmu di UGM Yogyakarta