Minggu, 22 Desember 2024

Bekal Pernikahan Bagi Calon Pengantin

Baca Juga

Oleh: Siti Maisaroh

Materi kelas intensif Ramadhan hari ini sangat relate bagi perempuan dan laki-laki yang masih jomblo, alias belum menikah, seperti saya. Materi ini disampaikan oleh Ibu Nyai Yulianti Muthmainnah dengan sangat gamblang dan penuh cinta, seorang ibu yang sedang membekali anak-anaknya ketika hendak melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah SAW, menikah.

Pernikahan adalah ibadah panjang yang tidak mengenal waktu dan tempat. Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi nanti, esok, atau lusa saat sudah menikah. Maka dari itu, kita perlu mempersiapkan ilmu sebagai bekal untuk menjalani pernikahan, mulai dari memilih pasangan, khitbah, akad, dan kesalingan antara suami istri dalam rumah tangga.

Perempuan dan laki-laki adalah makhluk Allah yang setara, tidak ada yang lebih rendah atau lebih unggul, sama-sama makhluk Allah yang diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan (ahsani taqwim), hanya keimanan dan ketaqwaanlah yang membedakan. Maka, ketika seorang laki-laki dan perempuan menikah, tidak ada lagi stigma bahwa perempuan harus tunduk kepada suami, begitupun sebaliknya. Mereka berdua adalah partner hidup yang saling menghormati dan memuliakan, bekerja sama untuk mencapai sakinah mawaddah warahmah.

Setiap pasangan suami istri pasti mendambakan keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah. Maka bagaimana membangunnya? Kiyai Faqih dalam kitabnya ‘Mamba’us Sa’adah’ menyebutkan bahwa ada lima prinsip dalam pernikahan.

  1. Pernikahan bermuara pada tujuan mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan kedua belah pihak, tidak hanya istri, tidak hanya suami.
  2. Pernikahan bagaikan dua sisi mata uang. Kenapa demikian? Pernikahan itu bisa menjadi maslahah, bisa juga menjadi mafsadah. Pernikahan akan menuai maslahah jika suami istri menikah atas dasar untuk saling memperoleh kebahagiaan dengan cara yang ma’ruf, sebaliknya mafsadah bisa terjadi jika pernikahan bertujuan untuk menguasai pasangan atau bahkan sampai melakukan kekerasan.
  3. Muqaddimah pernikahan. Pernikahan dilakukan sebagai bukti ketaqwaan seorang hamba kepada Allah. Ini menegaskan bahwa ketaqwaan dan ketakutan hanya patut ditujukan kepada Allah SWT, bukan kepada orang lain, bukan kepada pasangan. Muqaddimah pernikahan dimulai dengan mencari pasangan yang sekufu, perkenalan yang mulia, serta persiapan mental dan fisik yang maksimal.
  4. Keikhlasan dan kerelaan. Pernikahan harus dilakukan dengan kerelaan antara kedua belah pihak, tidak boleh ada salah satu diantara pasangan yang merasa terpaksa.
  5. Menumbuhkan cinta yang terus menerus dengan kesalingan. Suami istri hendaklah saling mencintai, saling menyayangi, saling membantu dan saling-saling dalam hal baik yang lain. Perempuan yang membantu laki-laki akan mendapatkan apresiasi, juga sebaliknya laki-laki yang membantu perempuan mendapatkan apresiasi.

Setelah kita tahu prinsip prinsip tersebut, langkah apa yang harus kita lakukan sebagai seorang jomblo yang on the way menikah?

Ta’aruf bil ma’ruf.

Pernikahan harus diawali dengan ta’aruf, saling mengenal, dan membangun kesepakatan antara kedua belah pihak yang akan menikah. Di masa taaruf inilah kita bisa mengetahui apakah kita sekufu dengan calon pasangan kita atau tidak. Sekufu itu bagaimana sih? Kalau menurut Nyai Yulianti, sekufu itu saat kita dan calon pasangan mempunyai paradigma, level pemahaman, dan perspektif yang sama. Misalnya sama-sama mempunyai pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang setara, dalam pernikahan tidak ada yang lebih mendominasi, tidak boleh ada kekerasan dan lain-lain.

Calon pasutri juga hendaknya mendiskusikan hal-hal yang mungkin terjadi setelah menikah. Misalnya, setelah menikah dan mempunyai anak, Kira-kira siapa yang akan mengasuh? Jangan bebannya hanya kepada istri. Jika salah satu pasangan mengalami disabilitas apakah pernikahan masih bisa dilanjutkan, jika salah satu dari pasangan ternyata bermasalah dan sulit mendapatkan keturunan, bagaimana solusinya, dan lain-lain.

Khitbah

Setelah kita merasa sekufu, sepemahaman dengan calon pasangan, maka langkah selanjutnya adalah khitbah. Saat berada dalam masa khitbah, kita perlu membicarakan hal-hal yang lebih spesifik dan detail. Misalnya, memastikan kesehatan organ reproduksi, mau mempunyai anak berapa, apakah si anak mau dikasih susu formula atau ASI eksklusif, dan lain-lain.

Perjanjian pernikahan (mitsaqan ghalidhan)

Sebelum akad pernikahan dilangsungkan, calon suami istri boleh melakukan perjanjian pernikahan atau membuat kesepakatan antara kedua belah pihak. Misalnya dalam pernikahan nanti akan selalu saling menyayangi, saling menghormati, saling setia, dan lain-lain.

Akad

Pada saat akad, hendaklah laki-laki dan perempuan dihadirkan dalam majlis aqad. Hal ini untuk menghargai perempuan, bahwa dia bukanlah objek dari pernikahan, tapi subjek.

Lantas bagaimana saat terjadi pertengkaran dalam rumah tangga?

Saat terjadi pertengkaran, maka yang perlu dilakukan oleh pasangan suami istri adalah melihat kembali pada tujuan pernikahan, menggapai sakinah mawaddah warahmah. Keduanya hendaklah saling introspeksi diri dan melihat bahwa pasangan sudah saling berkontribusi. Selanjutnya bicara baik-baik, berdiskusi saat selesai sholat atau menjelang tidur.

Bagaimana nih pasangan yang LDR agar tetap harmonis?

Komunikasi harus selalu dijaga dengan baik. Saat bertemu dengan pasangan jangan langsung menyambut dengan kalimat yang memicu perselisihan. Sambut dengan kalimat yang menyejukkan, misalnya… . Ya Rabbi Ya Karimm… kangen banget…

Bagaimana jika rumah tangga mulai terasa hambar?

Mulailah dengan memuji dan berinisiatif. Misalnya dengan mencium, memeluk, dan bahasa cinta yang lainnya. Jangan gengsi untuk mengungkapkan rasa cinta pada pasangan kita, karena kita memang benar-benar mencintainya.

Bagaimana jika salah satu dari pasangan sakit dan tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis?

Pernikahan haruslah diawali dengan taqwa kepada Allah SWT. Jika sudah dilandasi dengan taqwa, maka biologis bukan satu-satunya kebahagiaan. Misalnya prof BJ Habibie yang menemani, mensupport, mendoakan bu Ainun hingga akhir hayatnya, Ibu Nyai Sinta Nuriyah yang selalu menemani Gus Dur hingga akhir hayatnya. Jika salah satu dari pasangan kita sakit, justru kita harus menemani bukan ditinggalkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya