Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat beragam seperti digambarkan di atas, dibutuhkan sebagai visi dalam menciptakan kerukunan, kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama, menghargai keragaman tafsir, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan tindak kekerasan. Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub ekstrim dalam beragama. Di satu sisi, ada pemeluk agama yang ekstrim meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama, seraya menganggap sesat penafsir lainnya. Kelompok ini biasa disebut ultra-konservatif. Di sisi lain, ada juga umat beragama yang ekstrem mendewakan akal hingga mengabaikan kesucian agama, atau mengorbankan kepercayaan dasar ajaran agamanya demi toleransi yang tidak pada tempatnya kepada pemeluk agama lain. Mereka biasa disebut ekstrem liberal. Keduanya perlu dimoderasi.
Karena itu, Balaksuta pada edisi ini mengetengahkan visi membangun keragaman dengan konsep yang sedang dimainstrimingkan oleh pemerintah dan sebagian sudah dilakukan oleh kelompok civil society seperti Fahmina. Inisiatif-inisiatif membangun toleransi dan perdamaian yang berlangsung lama oleh kelompok masyarakat sipil selama ini, dengan pendekatan dialog dan empati, telah memberi jalan keluar bagi pemerintah yang coba memainstrimingkan moderasi beragama di Indonesia.