Oleh: Zaenal Abidin
Cirebon, 4 Maret 2024 – Aula Gereja Kristen Immanuel Jemaat Saron Kota Cirebon menjadi saksi sebuah momen penuh makna, ketika Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid kembali menggelar acara buka bersama dalam rangkaian kegiatan tahunan yang telah ia jalankan selama 23 tahun.
Dalam acara bertema “Pangkat dan Jabatan Belum Tentu Membuatmu Bahagia, Namun Iman dan Taqwa Akan Mengantarkanmu Menuju Surga”, Pendeta Sakriso Ladiana dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Setempat (PGIS) Cirebon menyampaikan apresiasi atas kehadiran Ibu Shinta yang telah menjadikan kegiatan ini sebagai tradisi.
“Kami selalu mendukung kehadiran Ibu setiap tahun dalam agenda ini. Kita satu saudara dalam kemanusiaan meskipun berbeda iman,” ujar Pendeta Sakriso.
23 Tahun Menjalin Kebersamaan di Bulan Ramadhan
Ibu Shinta Nuriyah menuturkan bahwa kegiatan ini telah ia jalankan sejak mendampingi Gus Dur di Istana Negara. Bahkan di masa pandemi COVID-19, ketika acara ini sempat terhenti, ia tetap berupaya menyapa masyarakat dengan format yang berbeda.
“Pada tahun 2023, saya menangis karena acara ini dilarang karena pandemi. Saat COVID-19, kami hanya bisa mengadakan acara dengan 30 orang: 15 perwakilan agama dan 15 kaum dhuafa, di 10 tempat berbeda. Saat itu, kami mengganti konsep dari buka bersama menjadi ‘Ibu Shinta Menyapa’,” ungkapnya.
Yang menarik, Ibu Shinta menegaskan bahwa yang ia lakukan sebenarnya bukan sekadar buka bersama, tetapi sahur bersama.
“Banyak yang mengadakan buka bersama, tapi saya memilih sahur bersama. Karena sahur mengajak orang untuk berpuasa, bukan sekadar berbuka. Saya ingin mengetuk hati mereka untuk membuka pintu langit di sepertiga malam,” jelasnya.
Ia pun berbagi pengalaman bersahur dengan kaum dhuafa dan masyarakat marjinal.
“Saya pernah sahur bersama tukang becak di tengah alun-alun, bersama anak jalanan di pinggir jalan, bahkan dengan para pemulung di tempat mereka bekerja. Ini bukan sekadar makan sahur, tapi belajar memahami perjuangan mereka,” tambahnya.
Menjaga Persatuan di Tengah Keberagaman
Dalam refleksinya, Ibu Shinta menekankan bahwa kebersamaan dalam keberagaman adalah kunci dalam menjaga persatuan bangsa.
“Boleh berebut kursi di DPR, tapi tidak untuk memecah belah bangsa. Kita ini saudara,” tegasnya.
Menurutnya, puasa tidak hanya melatih diri menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengajarkan akhlak yang luhur, saling menghormati, dan memperkuat toleransi antarumat beragama.
Acara ini pun ditutup dengan syiir munajat Abu Nawas yang dilantunkan bersama-sama, menciptakan suasana khidmat yang mempererat persaudaraan lintas iman.[]