Oleh: Aspiyah Kasdini. R. A (Kader Ulama Perempuan Jawa Tengah)
Dawrah Kader Ulama Perempuan (DKUP) Jawa Barat dan Jawa Tengah pada tahun 2022 diadakan secara daring, mengingat situasi pandemi yang sedang memasuki gelombang ketiga pada saat pelaksanaannya. Kendati demikian, acara ini masih dapat direalisasikan oleh penyelenggara, Fahmina Institute, dengan dihadiri 43 peserta terpilih yang terdiri dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Kegiatan hari pertama dilakukan pada tanggal 01 Maret 2022, berlangsung selama 3 jam, yakni pada pukul 09.00-12.00 WIB. Sebelum acara dimulai, para peserta diminta untuk mengisi Data Diri dan Pre-Test yang berkaitan dengan perempuan, seksualitas, keadilan gender, ulama perempuan dan kaitannya dengan tafsir agama maupun konstruk sosial.
Sembari menunggu acara dimulai, panitia menampilkan sebuah video yang berisikan sejarah KUPI dengan sangat ringkas, banyak informasi perihal Ulama Perempuan Nusantara yang notabenenya adalah perempuan Indonesia yang merupakan ahli ilmu. Para ahli ilmu ini tentunya mengisi ruang-ruang pengetahuan keislaman, kemanusiaan, dan kebangsaan, baik secara struktural, maupun kultural. Tidak lain karena ulama perempuan berhak menafsirkan ayat-ayat berdasarkan pengalaman perempuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan manusia sebagai sesama makhluk Tuhan, tanpa memandang status kelompok yang disandang.
Acara dibuka dengan pembacaan Umm Al-Quran dan menyanyikan lagu Indonesia Raya secara bersama-sama oleh panitia dan peserta. Dua hal ini tentunya menanamkan dan menggugah rasa cinta kepada Agama dan Negara, karena disampaikan melalui getaran suara dan pilihan kalimat yang menjalar di setiap tetesan darah yang mengalir. Agar acara dapat berjalan dengan lancar dan berkah, Bu Nyai Ma’rifah memimpin Tawasul untuk menghadirkan ruh Kanjeng Nabi, ruh para Wali dan juga ruh para Ulama yang diharapkan tetesan kemuliannya. Disambung dengan pembacaan Ayat Suci Alquran oleh Nyai Layyinah, dan Nyai Sari Narulita sebagai pemimpin pembacaan Ikrar KUPI.
Sambutan panitia, Fahmina Institute, disampaikan oleh Bapak Rosidin, M. Hum. Beliau menganggap DKUP kali ini merupakan hal yang luar biasa, karena diadakan pada saat pandemi sedang memuncak, sehingga DKUP dilakukan secara daring dan luring (melihat kondisi ke depannya). Pelaksanaan DKUP adalah untuk menjaga amanah dalam memproduksi pengetahuan tentang Ulama Perempuan.
Adapun untuk proses keberlangsungan KUPI, Fahmina juga akan senantiasa melaksanakan DKUP ini ke depannya. Hal ini dianggap penting, karena untuk memilihara eksistensi peneguhan ulama perempuan adalah pengkaderan itu sendiri, selain produk-produk yang dihasilkan oleh perempuan.
Yang kedua, Fahmina adalah bagian dari lembaga yang ikut mengikhtiari adanya KUPI I dan juga yang akan mengantarkan adanya KUPI II yang akan dilaksanakan pada akhir tahun ini di Jawa Tengah. Ketiga, pengkaderan ini tidak berhenti pada DKUP saja, karena nanti akan ada upaya-upaya lain yang akan dilakukan oleh Fahmina untuk menggali isu-isu yang bisa digali pada komunitas masing-masing Bu Nyai di daerah-daerahnya.
Semua ini dilakukan sebagai bahan, proses, dan penglihatan ulama perempuan yang dapat dijadikan sebagai pandangan keagamaan ulama perempuan yang menjadi kekhasan KUPI, yakni dengan metodologi pandangan keagamaan KUPI. Sebagai penutup sambutannya, Rosidin mengatakan bahwa Fahmina berlokasi di Cirebon Jawa Barat, namun dalam kiprahya Fahmina telah berkiprah di beberapa daerah, bahkan beberapa negara.
KH. Helmy Ali, Dewan musyawarah KUPI, berperan sebagai keynote speaker, menyampaikan perihal banyaknya masalah yang hadir pada saat ini karena pembaharuan teknologi, keberadaan media sosial, bencana ekologis yang menimpa masyarakat di seluruh dunia. Terlebih kita akan dihadapi dengan era dimana pekerjaan manusia akan digantikan dengan teknologi robotik, tentunya akan mengurangi kerja produktif manusia dan kesejahteraannya.
Hal-hal ini akan membuat kesenjangan semakin parah dan ketidak-adilan akan menjadi marak. Semua isu ini harus dijawab, agar tidak menjadi alat politik maupun alat kepentingan kelompok tertentu yang membuat jurang kesenjangan semakin curam. Di sinilah letak peran Ulama, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, untuk bekerjasama mengatasi agar isu-isu tersebut dapat dihadapi oleh masyarakat dengan baik.
Karena Ulama adalah pondasi bagi masyarakat untuk menjawab problematik kehidupannya. Adanya lembaga seperti Fahmina dan serupanya adalah sebagai wadah dan gerakan bagi Ulama Perempuan untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan menyuarakan suara perempuan secara terus-menerus dan tetap berada prinsip-prinsipnya.
Sesi mentoring/fasilitator dipimpin oleh Nyai Roziqoh, Nyai Alifatul Arifiati dan Yai Marzuki Wahid. Nyai Roziqoh menyampaikan perihal proses pendidikan DKUP yang berlangsung 5 hari secara daring dan 2 hari secara luring, yang dilakukan secara dialogis, interaktif, dan juga partisipatoris. Nyai Roziqoh mengharapkan para peserta dapat memiliki output sebagaimana misi terselenggranya DKUP, yakni menjadi Ulama Perempuan yang sadar gender, memiliki perspektif keadilan gender, paham ajaran Islam adil gender, dan menguasai metodologi KUPI untuk menghasilkan fatwa adil gender. Tidak lain supaya para peserta dapat berproses dalam memproduksi fiqih baru yang adil gender untuk mewujudkan kehidupan sosial yang adil gender.
Dipandu oleh Nyai Alifatul Arifiati, para peserta berkenalan dengan menyampaikan data diri secara ringkas dan hal yang membuatnya berbahagia pada hari pertama ini. Tentunya jawaban para peserta sangat beragam, demikian pula dengan jawaban-jawaban peserta atas harapan dan kekhawatiran yang membakar diri untuk ikut serta dalam rangkaian acara DKUP ini. Kontrak belajar dan pemetaan masalah menjadi hal penting mengingat kelas dilakukan secara daring dan luring yang melibatkan banyak pihak, sehingga kenyamanan bersama adalah hal yang menjadi prioritas. Walaupun dilaksanakan secara daring, pelaksanaan DKUP dengan visi-misinya membawa harapan terang bagi perempuan-perempuan di manapun berada.