Sabtu, 16 November 2024

Iim, Perkuat Kapasitas Personal Bersama Fahmina

Baca Juga

Oleh: Omen Abdurahman W

“Kita ketemu di Alun-Alun Kuningan saja, saya bergegas akan berangkat ke sana.”
“Baik, sebelah pos Satpol PP.”
“45 menit kurang-lebih, saya sudah sampai. Tunggu ya.”

Percakapan itu menderas dan berakhir melalui sambungan telepon. Kuningan dan mungkin saja di tempat lain sedang menikmati musim penghujan. Nyaris tiap hari hujan turun. Begitu pun saat itu, 14 Januari 2020, hujan tengah asyik-masyuknya menemani perjalanan kami; saya dan mas dul, berkeliling ke wilayah yang digelari kota kuda itu. Iim menyambut kedatangan kami dengan hangat dan familiar. Dia memilih untuk tidak ditemui di kediamannya, di daerah Luragung Kabupaten Kuningan, dan memilih lokasi pertemuan di Alun-Alun Kuningan. Pilihan itu membuatnya rela menempuh setengah jam lebih perjalanan, dengan menggunakan motor dan menerjang hujan.

Dia nampak bersahabat. Dilihat dari ekspresinya, caranya menujukkan simpati cukup membuatnya terlihat mudah bergaul dengan siapa saja, meski baru pertama kali bertemu. Dan pada saya, dia menampakkan semua itu. Caranya menyapa, mengawali komunikasi dan memperkenalkan diri. “Saya seperti tidak asing dengan wajahmu, sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya,” Ujar Iim, saat dia baru saja duduk di bangku mobil yang kami kendarai. “Kalau tidak salah ingat, saya bertemu kamu saat pelatihan Fahmina, ya. Pelatihan tokoh pemuda untuk perdamaian.” Tegasnya kembali. Iim mungkin mengingat momen yang dia maksud, tetapi tidak dengan saya, yang punya ingatan yang cukup payah terhadap nama dan wajah orang.

Pelatihan tokoh pemuda untuk toleransi dan perdamaian, yang digerakkan oleh Fahmina Institute, memang bukan hal yang asing dan baru sama sekali. Selain karena hal itu merupakan mandatori Fahmina dalam mengembangkan misi kemanusiaan dan keadilan, pelatihan-pelatihan tersebut pernah diselenggarakan pada 2014-2015 silam. Iim mengingat momen-momen saat  itu sebagai kaleidoskopnya bersama kerja-kerja Fahmina. Dan pelatihan yang diselenggarakan pada 2014-2015 adalah momen perdananya. Bersama tiga puluh tokoh pemuda, Iim hadir pada kegiatan itu, dan sialnya saya yang juga terlibat mengikuti proses tersebut, tidak ingat sama sekali ia ada di sana.

Saya, bisa jadi, telah ‘kehilangan ingatan’ saat momen Iim mengikuti pelatihan tokoh pemuda untuk perdamaian pada 2014-2015 silam, sementara ia sendiri merasa ‘kehilangan jejak’ bersama rekan-rekan Fahmina setelah momen tersebut usai. sampai akhirnya, pada Agustus 2019, ia mengakui bahwa perjumpaanya dengan Fahmina pada kegiatan Pelatihan Anak Muda dalam Gotong Royong untuk Toleransi dan Perdamaian pada Agustus 2019, seperti membawanya kembali pulang ke rumah. Dengan berbagai hal yang ia anggap sebagai kebahagiaan. Bahagia, bagi Iim, diterjemahkan sebagai satu kondisi di mana pengetahuan dan pengalamannya berkembang secara signifikan. Dan pelatihan itu memfasilitasnya menuju proses ‘bahagia’ yang ia telah definisikan.

Percakapan bersama Iim mengalir begitu saja. Mobil berjalan pelan. Di atas kabin, terdengar gumuruh air yang deras. hujan seakan ingin sekali menandai kejatuhan air dengan cara ditumpah. Sesampai di tempat tujuan, di sebuah tempat ngopi di kawasan Cigugur, kami melanjutkan perbincangan yang telah dibuka sebelumnya saat perjalanan. Iim kembali membuka ceritanya mengenai proses yang ia alami saat mengikuti pelatihan anak muda untuk gotong royong dalam isu perdamaian, Agustus 2019 silam. Dan hujan masih setia memunggungi obrolan kami.

“Pelatihan itu (Training anak muda untuk gotong royong dalam isu perdamaian) memperkuat saya dalam pelbagai hal, tentang kepemimpinan, toleransi dan membangun kerja tim,” Ungkapnya. Di sela-sela ceritanya itu, ia sempat mengawali perihal bagaimana ia terlibat dalam pelatihan di sana. Sekertaris Desa di tempat tinggalnya, memberi mandat kepada Iim bersama tiga rekan lainnya. “Itu Ada undangan dari Fahmina Cirebon. Bagus, kalian ikut saja.” Ucap sekdes seperti ditirukan Iim dengan gaya dan mimik yang berbeda.

Keseharian Iim dipadati aktivitas mengajar di sekolah. Pagi sampai siang hari, ia akan berada di Sekolah Dasar di wilayah Luragung untuk mengajar siswa dari kelas 1 sampai kelas 6. Setelahnya, siang sampai sore hari, ia dimandatkan sebagai kepala madrasah diniyyah di tempat yang sama, di daerah Luragung. Selain mengisi jabatan kepala madrasah, di sana ia juga mengajar para peserta didik dengan keilmuan islam seperti Al-Quran, Hadist, Ilmu Fiqih, dan lain-lain. Dengan aktivitas yang terlibat penuh waktu pada dunia pendidikan, pelatihan bersama Fahmina, disebutnya punya intervensi tersendiri dalam memperkuat kapasitasnya dalam mengajar peserta didik.

Sebelumnya, aktivitas pengajaran terhadap peserta didik berjalan sebagaimana adanya, atau dilakukan secara konvensional berdasarkan panduan diktat mengajar yang tersedia. Setelah mengikuti pelatihan kepemimpinan, ia memiliki strategi yang dianggapnya sebuah inovasi mengajar. “Setelah sesi materi selesai, saya akan ngasih materi tambahan. Materinya tidak ceramah, tetapi bikin sesi kelompok di kelas mengenai kepemimpinan.” Terang Iim. Tujuannya agar mereka (peserta didik), lanjut iim, bisa  mentransformasi pengetahuan yang didapat saat pelatihan Fahmina kemarin. Sederhananya, penguatan kapasitas personal adalah dampak perubahan yang dirasakan oleh Iim.

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Sekolah Agama dan Kepercayaan Bahas Jejak Sejarah dan Ajaran Hindu di Indonesia

Oleh: Zaenal Abidin Cirebon, Fahmina Institute — Sekolah Agama dan Kepercayaan (SAK) Bagi Orang Muda bahas jejak sejarah dan ajaran...

Populer

Artikel Lainnya