Fahmina.or.id, Cirebon. Kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak semakin marak terjadi, beberapa waktu lalu YY seorang siswa sekolah menengah di Bengkulu menjadi korban kekerasan seksual oleh 14 pemuda sampai akhirnya meninggal dan ditemukan di dasar jurang. Hal ini menjadi indikasi pencegahan kejahatan seksual masih sangat lemah dan penanganannya belum begitu komperhensif.
Hal itu diungkapkan Feni Siregar, ia juga mengatakan selama rentang satu tahun di 2015, hanya ada 5 kasus yang tertangani di peradilan dari jumlah kejahat sebanyak 24 kasus.
“Kasus kekerasan seksual di kitab hukum pidana kita masih dianggap kasus kesusilaan biasa, tidak tegas bentuk kejahatan. Kebijakan yang ada pun belum komperhensif,” katanya, saat ditemui di sela Aksi Damai Solidaritas Untuk YY bersama aktifis perempuan Cirebon, di halaman Balai Kota Cirebon, Selasa malam (3/4/2016).
Ia menambahkan data yang di rilis Komnas Perempuan menunjukkan, setidaknya per dua jam ada tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Ia bersama kawan lain mendorong pemerintah untuk segera melakukan pembahasna dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Demi perlndungan dari kejahatan seksual dan memiliki paying hukum yang jelas.
“Negara harus segera melakukan perlindungan hukum,hal itu hanya bisa dilakukan ketika DPR membahas RUU Penghapusan Kekersan Seksual menjadi kebijakan. Sehingga ada undang-undang yang khusus untuk penindakan, pemulihan terhadap korban kekerasan seksual .” tegas juru bicara Forum Pengada Layanan DKI Jakarta, Jawabarat dan Banten itu.
Pengetahuan Seksualitas Masih Tabu
Menurut Feni, diskusi seksualitas terutama dalam dunia pendidikan masih tabu. Hal itu mengakibatkan ketidak mampuan pelajar untuk memahami apa yang dlakukan itu adalah bagian dari ekjahatan atau tidak. Menurutnya sangat penting memberikan pengetahuan , pendidikan seks sejak dini.
Di tempat lain Ketua Bayt Al Hikmah, Komala Dewi ikut prihatin dan mengecam keras kekerasan yang menimpa YY. Perlu diketahui Bayt Al Hikmah merupakan organisasi yang konsen dalam isu kesahatan reproduksi (kespro) dan seksualitas remaja di Cirebon. menurut Dewi, pengetahuan kespro dan seksualitas harus masuk dalam kurikulum pembelajaran disekolah, mengingat korban dan pelakunya adalah para pelajar.
“Kita ingin mendorong informasi kespro makin di gencarkan. Pendidikan kespro di sekolah masih sangat minim, justeru pelajara biologi yang harusnya menjadi bidang pengnalan itu hanya mempelajari tentang lingkungan. Pengetahuan terkait anatomi tubuh tidak dipelajari, mulai dari puibertas sampai melahirkan bahkan tidak ada,” ungkap Dewi.
Dewi menambahkan, selain pelajar pengetahuan kespro dan seksualitas juga harus dikuasai oleh orang tua dan guru karena mereka memiliki peranan yang sngat penting untuk menularkannya. (ZA)