Senin, 25 November 2024

KH. Affandi Mochtar: Pentingnya Membangun “NU Conection” di Cirebon

Baca Juga

Demokrasi sejatinya adalah soal kesejajaran, kesetaraan dan keadilan sosial. Kalau NU dikaitkan dengan demokrasi, maka ada beberapa pengalaman menarik. Sebagai organisasi yang didirikan kalangan pesantren, bagi orang yang bukan keluarga dan atau anak kyai, dengan sendirinya akan kesulitan untuk duduk di kursi pengurus NU atau dilibatkan secara struktural di NU. Ini berarti ada ketidaksejajaran dalam NU. Bagi demokrasi secara umum ini memang masalah. Akan tetapi realitas ini bisa dilihat juga sebagai ‘cantiknya’ demokrasi di NU. Artinya kenyataan ini di satu sisi masalah, tetapi bila di atur sedemikian rupa ini bisa jadi justru potensi strategis.

Strategi dalam hal ini tentu berdasarkan pengalaman-pengalaman politik NU itu sendiri, bukan sekedar teori-teori strategi politik. Dari berbagai pengalaman NU, maka apa yang dilakukan para kyai dan para aktifis NU adalah manuver-manuver yang cukup berani dan kadang di luar kewajaran. Dalam rangka strategi politik, diperlukan ada dan tersedianya ruang yang cukup untuk dapat melakukan manuver-manuver taktis dan strategis. Ini kadang tidak mudah dilakukan pada tingkat bawah. Hatta di tingkat PCNU pun sulit dan tidak mudah dilakukan.

Pada rel politik, NU telah mengalami banyak perjalanan. NU pernah jadi Ormas saja, pernah jadi partai tersendiri, Partai NU. Pernah NU merupakan bagian dari fusi partai Islam yang di PPP. NU pernah membidani beridirinya PKB. Nah sekarang NU dalam keadaan tidak jelas. NU sepertinya milik PKB sendiri, tetapi sesungguhnya NU ada di mana-mana. Minimal banyak partai yang berdarah NU. Dalam konteks ini kita tidak perlu khawatir kalau NU tidak mudah bersatu. Karena sejarah mencatat, bahwa kebesarab NU bukan disebabkan oleh fusi atau penyatuan, tetapi NU bisa besar dalam sejarah justru karena difusi atau penyebarannya ke berbegai kelompok dan wadah yang ada.

Coba kita lihat di HMI, kita semua tahu HMI bukan partai. Tetapi kita juga semua tahu bahwa kader HMI ada di mana-mana. Inilah hebatnya HMI. Ini ada rahasianya, yaitu mereka membangun HMI Conection. Kita pernah membuat kader NU Conection, khususnya saat menjelang KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden. Tetapi ini tidak bertahan lama dan terbukti tidak kuat mempertahankan kekuasaan Gus Dur. Demikianlah paparan KH. Affandi Mochtar, wakil syuriah PCNU kab. Cirebon dan Dewan Kebijakan Fahmina dalam workshop on political strategies yang diselenggarakan IRCOS (Institute for Research and Community Development Studies) pada 9-10 September 2007 di Hotel Cirebon Plaza.

“Saya harap workshop ini menuju ke arah itu. Yaitu membuat sinergi orang-orang NU yang ada di level mana pun untuk bergerak bersama secara strategis ke depan. Saya kira ini tujuannya. Ini penting karena kenyataanya secara nasional apa yang terjadi di Cirebon berpengaruh dalam konteks nasional”, lanjut Kang Fandi, panggilan akrab KH. Affandi Mochtar. []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Sosialisasi Pilkada Serentak 2024: Serukan Pemilih Cerdas dan Tolak Politik Uang

Oleh: Zaenal Abidin Cirebon, Fahmina Institute- Dalam rangka memperkuat demokrasi dan keberagaman, KPU Kabupaten Cirebon gandeng Fahmina Institute mengadakan acara...

Populer

Artikel Lainnya