Saya sudah menonton acara Kick Andy, Metro TV, beberapa hari kemarin yang menghadirkan KH. Maman Imanulhaq, salah seorang Pengasuh Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU, PBNU), anggota DPRI Fraksi PKB. Saya bahkan telah menulis catatan apresiasi untuk beliau ‘Berkah Ramadan, Berkah Kiai Maman’ (dapat dibaca di beranda facebook saya).
Tidak lama setelah acara itu tayang, saya mendapat laporan bahwa potongan sesi talk show Kiai Maman menjadi viral di media sosial. Beliau dibully, dituduh liberal. Ada sedikitnya tiga persoalan yang menjadi pokok pesoalan dalam potongan tayangan tersebut: Pertama, soal keselamatan umat agama-agama. Kedua, soal nasionalisme (kebangsaan) dan letiga, soal jidat hitam. Lalu kenapa potongan video itu dianggap aneh dan bermasalah? Baik saya akan merunutnya.
Saya betapa yakin, pihak yang mempersoalkan potongan video Kiai Maman bukanlah kita yang berasal dari Pesantren dan Nahdlatul Ulama. Saya pastikan mereka yang mempermasalahkan adalah sebagian besar para kelompok ekstremis-radikal, alumni 212 dan ormas-ormas yang selama ini menaruh simpati pada Habib Rizieq Shihab.
Dan kita (kelompok Islam moderat, silent majority, santri, nahdliyin dan pihak-pihak moderat lainnya) tidal boleh diam, kita mesti melawan, menjaga kiai, terus meng-counter narasi mereka. Dan catatan ini bagian dari cara saya untuk membela kiai, tentu bukan dengan cara-cara konyol; menggelar demonstrasi, mencatut-catut ayat suci Al-Qur’an dan mempolitisir agama.
Soal keselamatan agama-agama, bagi masyarakat Pesantren dan NU, semua agama pada dasarnya menuntun umatnya kepada jalan kebaikan. Begitu pun Muslim, adalah orang yang bukan hanya bersyahadat tetapi dia juga punya komitmen untuk menebar kedamaian, keselamatan dan memberi rasa aman. Bukan mengujar kebencian, memprovokasi umat dan memecahbelah NKRI.
Bagi kelompok Islam literalis, kelak yang akan masuk surga itu hanya orang yang beragama Islam, di luar Islam tempatnya neraka. Maka yang selamat hanya umat Islam, sementara umat agama lain pasti celaka. Sampai-sampai mereka akan berkesimpulan bahwa sebanyak apapun amal kebaikan yang dilakukan non-Muslim semuanya akan berujung sia-sia. Saya, Kiai Maman dan masyarakat Pesantren/nahdliyin tidak begitu. Apa yang Kiai Maman sampaikan ihwal keselamatan agama-agama begitulah tafsir dan pemahamannya.
Berikutnya soal nasionalisme. Bagi kita, nasionalisme bagian dari manifestasi keimanan seseorang. Cinta tanah air dan komitmen kebangsaan adalah menjadi bagian penting dari keimanan seseorang. Hubbul wathan minal iman: cinta tanah air merupakan manifestasi iman. Islam (dalam makna sempit, literalis, ritual) saja tidak cukup, harus diimbangi dengan komitmen nasionalisme. Bukti konkritnya adalah sejumlah Negara Timur-Tengah (Mesir, Libya, Yaman, Suriah dlsj) hancur lebur perang saudara. Kiai Maman tidak ingin Indonesia seperti kebanyakan Negara di Timteng.
Terakhir soal ‘jidat hitam’, bagi kita (santri dan nahdliyin) yang dimaksud ‘min astaaris sujuud’ bukanlah jidat hitam tetapi akhlakul karimah dan kesalehah sosial. Kiai Maman bilang jidat hitam sampai hitam hatinya, itu pernyataan bernada humor dan satire yang biasanya banyak membuat kelompok Islam radikal tersinggung, emosional dan marah. Seperti yang pernah dilakukan oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA yang mengatakan semakin panjang jenggotnya semakin (maaf) goblok.
Kepada teman-teman santri dan nahdliyin, sekali lagi saya ajak agar kita tidak diam tetap jernih.
Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah Cirebon