Oleh; Fitri Nur’azizah
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali seseorang, termasuk seorang muslim bersikap tidak adil terhadap sesama manusia dengan alasan ia tak sama dalam agama, suku, gender dan yang lainnya. Padahal jika melihat ajaran dari agama Islam itu sendiri, mendzalimi manusia lain dengan alasan apapun itu tidak diperbolehkan.
Sejalan dengan itu, Nabi dalam kehidupan sehari-hari dengan nyata memberikan contoh bagaimana cara bergaul yang baik dengan manusia lain walaupun bukan bagian dari pengikut Nabi. Fakta ini merupakan catatan penting bagi kita sebagai umatnya bahwa sudah sepantasnya kita pun bersikap baik dan adil terhadap sesama manusia.
KH.Husein Muhhamad dalam Pengajian Kamisan sering kali menyampaikan perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Karena setiap apa yang kita tanam, maka itu yang akan kita tuai. Bagaimana mungkin kita akan mendapatkan kebaikan bila kita tidak melakukan kebaikan.
Dalam sebuah Hadist Nabi disebutkan “siapapun orang yang ingin disayangi, maka ia semestinya menyayangi”. Pada dasarnya setiap manusia pasti menginginkan rasa damai,cinta dan kasih sayang dengan begitu perlulah terlebih dahulu kita menghormati, mengakui, mempermudah urusan, menghormati dan saling menolong dengan manusia lain tanpa melihat latar belakang sosialnya.
Melihat itu, saya jadi teringat dengan pendapatnya seorang cendekiawan muslim yang terkenal di Syuriah yaitu Syekh Wahbah Az-Zuhaili yang mengatakan bahwa setidaknya ada lima dasar toleransi dalam Islam, menukil dari buku Pendar-Pendar Kebijaksanaan karya Kh.Husein Muhhamad toleransi itu bisa diartikan memberi tempat kepada orang lain, yang mana kelima dasar tersebut merupakan bentuk penghormatan atau kasih sayang terhadap sesama manusia.
Pertama, persaudaraan atas dasar kemanusiaan
Kita sebagai makhluk sosial yang diciptakan oleh tuhan untuk saling mengenal satu sama lain sebaiknya bersikap, bertindak dan berkata dengan baik kepada siapapun sekalipun ia berbeda dengan kita dari segi apapun.
Kedua, pengakuan dan penghormatan kepada yang lain
Seperti halnya sikap Nabi yang menghormati semua makhluk Allah, dan tidak menafikan orang-orang yang bukan bagian dari agamanya. Seperti dalam kisah hijrah Nabi, diceritakan ketika dalam sebuah perjalanan bersama Abu Bakar, Nabi meminta Abdullah bin Uraidoh seorang Yahudi untuk menjadi petunjuk jalannya. Menurut saya, itu salah satu bentuk pengakuan bahwa Nabi mempersilahkan siapapun untuk menjadi petunjuk jalannya, termasuk dari kalangan Yahudi.
Ketiga, kesetaraan semua manusia
Hal ini yang seringkali banyak orang lupa, sebagian dari kita selalu mengambil pengetahuan, mencontoh, mengikuti suatu perbuatan melihat berdasarkan siapa dia, bukan apa yang ia katakan atau lakukan.Padahal, semangat agama Islam sendiri mengajarkan bahwa semua makhluk sama di mata Allah, yang membedakannya hanya tingkat ketaqwaannya. Terkait hal ini, dalam buku Toleransi Islam, Nabi pun, menyampaikan hal yang sama pada saat melakukan haji perpisahan bahwa “sesungguhnya yang paling terhormat di antara kalian adalah yang paling taqwa, orang Arab tidak lebih unggul daripada orang luar Arab, kecuali atas dasar ketaqwaannya”
Keempat, keadilan sosial dan hukum
Dalam Kitab Fannutta`amul Annabawi Ma`a Ghoiril Muslimin, (Seni Interaksi Sosial dengan Non Muslim Ala Nabi), karya Syeikh Dr. Rogib Assurjani, Mesir terdapat kisah menarik dalam kehidupan Nabi.
Suatu ketika, Nabi menghadapi persoalan yang menimpa sahabatnya dan mengadukan untuk penegaan keadilan. Orang Islam itu bernama Tomah bin Ubair, jadi, ketika itu ia mencuri baju besi tetannganya dan menyembunyikannya di rumah seorang Yahudi, hingga di akhir persoalan tetangganya melaporkan kejadian itu, karena barang curian tersebut ada di rumah non muslim, maka Nabi hendak memberi hukuman padanya. Tetapi pada waktu itu turunlah wahyu dari Allah yaitu surat An-nisa ayat 105-112, yang mana isi wahyu tersebut berbeda dengan prasangka Nabi. Maka, dengan tegas Nabi memutuskan bahwa orang Yahudi tadi tidak bersalah. Bisa di bayangkan, Tomah itu adalah pengikut nabi, tapi nabi tidak membela dan membenarkannya karena memang ia bersalah.
Pelajaran penting dalam kisah ini ialah, nabi mengajarkan bahwa keadilan itu memang mutlak harus di tegakkan kepada siapapun, di manapun dan dalam keadaan apapun. Tanpa, melihat perbedaan agama, suku, gender, budaya dan yang lainnya.
Kelima, kebebasan yang di atur oleh undang-undang
Keadilan itu bukan hanya semangat dalam agama Islam, tetapi dalam agama-agama yang lain juga dalam aturan di luar agama yaitu aturan undang-undang. Semua orang hendaknya menegakkan keadilan dari segala aspek baik dari agama ataupun negara karena tidak akan tercipta kehidupan yang damai, tentram dan sejahtera jika keadilan itu tidak ditegakkan. Bahkan kalau menurut Abu Bakar al-Razi pencapaian tertinggi seorang manusia di mana pun ia diciptakan itu bukan hanya kesenangan-kesenangan fisik yang hanya bisa dirasakan oleh diri sendiri tetapi pencapaian ilmu pengetahuan dan tegaknya praktik keadilan.
Kesimpulannya, Islam selalu mengajarkan kebaikan, keadilan dan kesetaraan. Jika, di suatu waktu ada seorang muslim yang mengatasnamakan Islam tapi justru tindakannya jauh dari semangat ajaran Islam mestinya patut kita pertanyakan lagi apakah benar Islam mengajarkan itu atau justru sebaliknya? []