Masalah Ahmadiyah bukanlah perbedaan pendapat (khilafiyah) seperti halnya yang terjadi di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Paham yang dianut Ahmadiyah yang mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad tak bisa ditolelir karena hal itu menyangkut akidah.
Din menjelaskan, dalam Islam, Muhammad adalah Rasulullah dan Nabi terakhir. Hal itu merupakan ajaran paling mendasar di dalam Islam. Menurutnya, jika Ahmadiyah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad, maka keberadaannya tak bisa dipertahankan lagi.
“Apa yang dilakukan Ahmadiyah bukan lagi masalah khilafiyah seperti antara NU dan Muhammadiyah, tetapi sudah menyangkut masalah akidah tentang pengakuan adanya nabi baru,” tegas Din.
Karena itu, ia mengatakan sangat mendukung diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait rencana pembubaran dan pelarangan Ahmadiyah.
Hal senada diungkapkan Habib Luthfi bin Ali bin Yahya, Rais Aam Idaroh Aliyah Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah. Namun, ia meminta kepada semua pihak agar tidak melakukan tindakan kekerasan pada pengikut Ahmadiyah.
Menurut Habib Luthfi, pengikut Ahmadiyah juga perlu dilindungi. “Mereka juga saudara kita yang masih mengucapkan Syahadat. Mereka harus kita rangkul kembali untuk menjadi sebuah kekuatan Islam,” terangnya.
Umat Islam yang lain, kata Habib Luthfi harus mampu menyadarkan dan mengajak para pengikut Ahmadiyah agar kembali pada ajaran Islam yang benar. “Bukan lantas didemo dengan cara menghancurkan rumah dan tempat ibadah mereka,” pungkasnya.
Ia pun berharap NU bisa berperan dalam menyadarkan kembali pengikut Ahmadiyah yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Di samping itu, sikap tegas pemerintah, tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. (rif) sumber: nu.or.id