Oleh: KH Husein Muhammad
Kita sering menolak sebuah istilah, atau terma, karena ia sesuatu yang baru atau belum biasa digunakan atau hanya karena ia bahasa orang/bangsa asing yang tidak kita sukai atau kita benci. Atau karena kepentingan tertentu. Atau karena pengetahuan bahasanya sangat lemah, misalnya tidak paham bahasa metafora (majaz), dll.
Contoh yang biasa dikemukakan antara lain Gender, Hermeneutika, Demokrasi dan sebagainya. Boleh jadi juga seperti istilah “Islam Nusantara” (Isnus), “Islam Abangan”, “Islam Progresif”, “Islam Konservatif”, dll.
Padahal dalam pergaulan sehari-hari kita banyak menggunakan istilah-istilah asing bukan hanya produk barat yang Nasrani dan sekuler, tetapi juga produk kafir atheis atau Hindu dan sebagainya. Seperti Nasionalisme, Bhinneka Tunggal Ika, derma, bakti, suwarga (sorga), dan lain-lain.
Hal paling utama untuk dipikirkan seyogyanya bukanlah soal nama atau istilah itu, tetapi substansi dari nama atau istilah tersebut, apakah dapat dipahami atau tidak, apakah sama atau tidak maksudnya dengan bahasa kita sendiri atau bahasa bangsa lain yang kita cintai, misalnya Arab. Bahasa manusia berbeda-beda dan bahasa adalah symbol dari makna yang ada di dalamnya. Sama juga dengan bahasa isyarat atau tubuh. Jika kita paham atas istilah itu dan secara substansi tidak bertentangan dengan prinsip yang kita yakini, mengapa harus ditolak?.
Ulama mengatakan :
لا مشاحة فى الاصطلاح
“La Musyahata fi al-Isthilah”. Secara literal ungkapan ini berarti istilah/bahasa tidak pelit.
Maka :
لا ينبغي أن يمنع أحدٌ أحدًا أن يستعمل اصطلاحا معينا في معنى معين، إذا بين مراده بهذا الاصطلاح،
“tidak seyogyanya seseorang melarang orang lain menggunakan suatu istilah tertentu untuk memberi makna sesuatu, jika dia menjelaskan maksudnya”.
Akhirnya aku ingin bilang : orang yang berpengetahuan tidak akan buru-buru menyatakan atau menilai sesuatu di ruang publik sebelum memikirkannya.
Orang yang berpengetahuan dan rendah hati akan bertanya lebih dulu atas sesuatu istilah tertentu, kepada orang yang membuat istilah itu. Kecuali sudah didahului oleh rasa tidak senang.