Oleh: Zaenal Abidin
Paseban Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan menjadi saksi pelaksanaan kegiatan ke-7 Studi Agama dan Kepercayaan (SAK) yang berlangsung dengan semangat keberagaman dan kebersamaan, pada hari Sabtu (7/12/2024). Acara ini mengusung misi mendalam untuk memperkuat pemahaman lintas agama dan kepercayaan, sekaligus merajut solidaritas antarumat beragama.
Direktur Fahmina Institute, Marzuki, yang menekankan pentingnya memahami agama dan kepercayaan secara mendalam, bukan sekadar simbol dan ritus.
“Kegiatan ini menjadi ruang untuk saling memahami, menghormati, dan mendukung keberagaman sebagai bagian dari cita-cita kemerdekaan bangsa,” ujar Marzuki.
Mengenal Sunda Wiwitan Lebih Dekat
Ratu Djuwita Djati Kusuma, tokoh adat Sunda Wiwitan, dalam sambutannya menjelaskan bahwa Sunda Wiwitan bukanlah agama baru, melainkan ajaran leluhur yang direvitalisasi. “Ini bukan tentang siar atau penyebaran agama, tetapi tentang menjalankan nilai-nilai kehidupan sesuai ketetapan Tuhan,” katanya. Ia menekankan pentingnya solidaritas, bukan sekadar toleransi, untuk membangun kehidupan berbangsa yang harmonis.
Ratu Dewi, narasumber utama, mengurai sejarah dan filosofi Sunda Wiwitan sebagai identitas kebudayaan yang berakar dari nilai-nilai luhur nusantara.
“Sunda Wiwitan hadir sebagai jalan spiritualitas yang mendalam, bukan agama etnis, melainkan upaya menjaga harmoni dengan alam dan sesama,” jelasnya.
Ia juga menyoroti peran Paseban Sunda Wiwitan sebagai pusat persemaian kebangsaan sejak era perjuangan kemerdekaan.
Dalam diskusi kelompok, peserta aktif bertanya mengenai tata cara ibadah, sejarah, hingga pandangan Sunda Wiwitan tentang ketuhanan. Salah satu peserta, Omay, mengungkapkan ketertarikannya pada keindahan tradisi dan nilai-nilai luhur Sunda Wiwitan yang jarang diketahui masyarakat luas.
Ritual dan Praktik Kehidupan Sunda Wiwitan
Ratu Tati memperkenalkan pandangan Sunda Wiwitan tentang Tuhan sebagai Nu Maha Kersa, yang manunggal dengan manusia.
“Ritual dalam Sunda Wiwitan, seperti penggunaan elemen alam, bukan untuk menyembah, tetapi sebagai cara menjaga keharmonisan dengan alam,” jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya hubungan yang seimbang antara manusia, alam, dan spiritualitas sebagai wujud keimanan.
Dalam sesi akhir, peserta diajak untuk merenung dan memahami bahwa keberagaman adalah kekuatan. Fasilitator, Alifatul Arifiati, menutup diskusi dengan ajakan untuk terus memperjuangkan hak-hak konstitusional setiap warga negara, termasuk minoritas agama dan kepercayaan.
Meneguhkan Spirit Kebangsaan melalui Keberagaman
Acara SAK ke-7 ini tidak hanya menjadi wadah belajar, tetapi juga ajang memperkuat solidaritas. Peserta dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan mengapresiasi keterbukaan dan kesediaan komunitas Sunda Wiwitan berbagi nilai-nilai mereka.
Semoga kegiatan seperti ini terus digelar secara rutin, menguatkan cita-cita kebangsaan yang menghargai keberagaman dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. []