Selasa, 24 Desember 2024

MENUKIL NILAI LUHUR PESANTREN

Oleh: Buya Husein

Baca Juga

Kemarin (17/7) aku mengantarkan anak, keponakan dan tetangga, “mondok”, atau melanjutkan belajar di Pondok Pesantren. Dan kami memilih pesantren Lirboyo, Kediri yang “Salaf”, tempat dahulu kala, tahun 1970, saya belajar.

Apakah yang menarik dari pesantren? Ketika saya belajar di Pesantren, banyak Kiyai mengatakan : “Belajar dan mengaji di pesantren itu untuk menghilangkan kebodohan”.

Kalimat ini tampak amat sederhana memang, tetapi ia memiliki arti yang mendasar, prinsipal. Kebodohan adalah kegelapan, permusuhan atau kebencian terhadap orang lain lebih sering akibat dari kebodohan atau ketidakmengertian diri tentang orang lain itu. Jadi kebodohan berpotensi untuk bertindak zalim, menganiaya, tidak adil. Itulah sebabnya mengapa ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan adalah “Iqra'”, bukan “Qulhu” (surah al-Ikhlas).

Ilmu Pengetahuan adalah nur, cahaya yang menerangi jalan hidup manusia. Tanpa cahaya orang bisa sesat. Ia adalah sumber peradaban. Semakin baik kualitas pengetahuan/ pendidikan masyarakat, semakin baiklah keadaan bangsa dan negara. Dan semakin buruk mutu pengetahuan/pendidikan masyarakat, semakin buruk keadaan bangsa dan negara.

Lalu seorang kiyai pengasuh pesantren di Cirebon, saat ditanya apa tujuan pesantren, beliau menjawab singkat : “agar para santri menjadi orang bener”. Jawaban ini juga sederhana. Ia ingin menekankan visi kejujuran dan bertindak benar, dibanding menjadi pintar. Banyak orang pintar, bergelar sarjana, doktor dan profesor, tapi suka menipu dan korupsi. Dan betapa banyak orang berpendidikan rendah, tamat sekolah dasar dan menengah, yang jujur dan tidak korupsi. Menurutnya meskipun sedikit ilmu tapi diamalkan itu lebih utama daripada banyak ilmu tapi tidak diamalkan, apalagi dilanggar”.

Ini mengingatkan saya pada pengertian awal kata “Fiqh”, atau Tafaqquh fi al-Din, sebagaimana dikemukakan dalam kitab “Ta’lim al-Muta’allim” :

الفقه معرفة النفس ما لها وما عليها

“Fiqh adalah mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi jiwa”.

Atau mengetahui apa yang bermanfaat bagi jiwa dan apa yang merugikannya. Ada juga yang menerjemahkan : mengetahui hak dan kewajiban.

Belajar adalah Ibadah

Saat menitipkan anakku mondok, kemarin, aku “ngobrol”, bicara dengan suami-isteri pengasuh pesantren HMQ, Lirboyo, yang adalah adikku sendiri, tentang visi-missi atau tujuan pesantren. Ia mengatakan :

“Pesantren itu unik. Sering tidak bisa dilogikakan. Tetapi seringkali memukau. Orang boleh menilainya gak teratur, ruwet, kurang bersih dan sumpek. Tetapi ia membawa banyak berkah. Saat mesantren, santri tidak memikirkan bagaimana nantinya, masa depannya. Tapi dijalaninya saja, belajar sungguh-sungguh sambil menyerahkan masa depan kepada Allah. Masa depan itu urusan Allah. Dalam banyak kenyataan mereka bisa hidup baik. Sebagian sukses menjadi pemimpin, pengusaha, intelektual, dll“. terangnya.

Lalu apa missi dan visi pesantren? aku bertanya.

“Missi dan Visinya jelas. Mendidik santri berakhlak Karimah dan melanjutkan risalah kenabian untuk mewujudkan Rahmatan Lil ‘Alamin. Yang penting lagi adalah bagi pesantren belajar itu Ibadah”. tandasnya.

Aku lalu mengutip tulisan Dr Zamakhsyari Dhofir. Ia mengatakan dalam disertasinya mengenai tujuan pendidikan pesantren, sebagai berikut :

“Tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran santri dengan pelajaran-pelajaran agama, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para santri untuk hidup sederhana dan hidup bersih hati.

Setiap santri diajarkan agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya