Jumat, 27 Desember 2024

Menyejahterakan Rakyat Hukumnya Wajib

Baca Juga

Rencana pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga 30% pada akhir Mei 2008 ini, menuai protes dari berbagai kalangan. Hampir tiap hari, kita menyaksikan secara langsung maupun lewat media, aksi-aksi masyarakat yang memprotes rencana pemerintah tersebut. Mulai dari petani, nelayan, pedagang, ibu rumah tangga, sopir angkot, mahasiswa, organda, partai politik dan lain sebagainya. 

 

Ungkapan protes itu mereka ungkapkan dengan berbagai cara, mulai dari membanting drigen, memangkalkan traktor dan perahu, bersama-sama mendatangi kantor pemerintahan setempat, menutup jalan dengan membakar ban bekas dan lain sebagainya.

Kekecewaan yang diungkapkan dengan beragam cara itu bukannya tanpa alasan. Sebagaimana lazim terjadi, jika harga BBM naik, maka dapat dipastikan semua kebutuhan bahan pokok, akan mengalami kenaikan. Seperti yang terjadi sekarang ini, meski BBM belum resmi dinaikkan, namun berbagai kebutuhan pokok sudah mengalami kenaikan. Dalam hal ini para pedagang tidak mau rugi, karena mereka mengaku kenaikan itu terjadi di tingkat distributor. Sementara kalangan distributor mengaku kenaikan itu disebabkan karena mereka harus berjam-jam antri untuk mendapatkan BBM. Dengan demikian di mana biasanya mereka bisa mendistribusikan barang dagangannya ke beberapa kota, sekarang jadi terhambat dan hanya bisa mendistribusikannya ke beberapa tempat saja.

Rancana kenaikan harga BBM juga nampaknya dimanfaatkan oleh beberapa pemodal untuk mencari keuntungan dengan menimbun BBM sebanyak-banyaknya untuk dijual saat harga BBM naik. Dengan demikian, masyarakat harus rela mengantri dan menunggu kebagian jatah pembelian BBM dengan jumlah terbatas.

BLT dan Beban Hidup Rakyat

Pemerintah, dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudoyono, berkali-kali mengatakan bahwa untuk menyelamatkan APBN, harga BBM harus dinaikkan. Harga BBM naik, disebabkan harga minyak dunia saat ini mencapai US $ 120/barel atau Rp. 1.116.000/barel atau Rp. 7.018/liter. Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, saat ini pemerintah harus mensubsidi dana sebesar Rp. 21,4 trilyun. Wakil Presiden Yusuf Kalla juga tak henti-hentinya menyampaikan bahwa menaikan harga BBM adalah tindakan yang harus dilakukan pemerintah.

Sebagai konsekuensi dari naiknya harga BBM, pemerintah telah mempersiapkan dana sekitar Rp. 14 trilyun yang akan diberikan kepada masyarakat melalui program bantuan langsung tunai (BLT). Masyarakat miskin akan memperoleh uang sebesar Rp. 100.000/bulan perkepala keluarga selama 7 bulan yang akan diberikan dalam dua tahap.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, penyaluran BLT hanya menambah persolan baru. Subsidi Rp. 100.000/bulan, tidak akan sebanding dengan beban hidup yang semakin berat. Di samping itu, BLT berpotensi menambah persoalan sosial baru. Fakta membuktikan, bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), seringkali mewarnai penyaluran BLT ini. Kalaupun dana BLT sampai ke masyarakat miskin, mereka harus rela antri berjam-jam, bahkan sampai ada yang neregang nyawa karena berdesak-desakan.

Di samping itu, dari pengalaman penyaluran BLT yang pernah dilaksanakan, data kaum miskin di beberapa tempat tidaklah sesuai dengan kenyataan. Ini disebabkan dua hal, pertama, data yang dipakai sebagai rujukan penyaluran BLT adalah data statistik yang belum diperbaharui. Kedua, defenisi miskin yang pernah ditetapkan pemerintah pada program BLT yang lalu ternyata ada persoalan di lapangan. Misalnya saja, pendefinisian keluarga miskin bagi mereka yang lantai rumahnya masih tanah. Padahal di kampung-kampung Cirebon sekarang ini, sudah hampir tidak ada orang yang memiliki rumah berlantai tanah. Orang-orang yang memiliki rumah berlantai keramik pun kadang sebenarnya masih miskin, karena tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan layak.

Menyejahterakan Rakyat Hukumnya Wajib

Setiap penentu kebijakan, (baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif), adalah pemegang amanah rakyat. Dari mereka, masyarakat berharap lahirnya perbaikan nasib. Allah SWT berfirman; “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. [al-Nisa’: 4: 58]. Kata al-amânât dalam ayat ini adalah lafadz ‘am (bermakna umum). Oleh karenanya, seruan untuk menunaikan amanah meliputi segala hal oleh siapapun dan dalam hal apapun. Sebagian ahli tafsir berpendapat, ayat ini sengaja difokuskan pada para penentu kebijakan(al-wullât atau ulil amri) untuk memenuhi hak rakyat (al-ra’iyyah) yang diamanahkan kepadanya. [Tafsir al-Kašyaf, I, 513].

Dengan demikian, kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat merupakan kewajiban penentu kebijakan. Kualitas keberagamaan penentu kebijakan pun diukur dari upayanya menunaikan kewajibannya dalam menyejahterakan rakyat. Dalam sebuah riwayat, Nabi bersabda, “Tidak punya iman, bagi yang tidak amanah” [Tafsir Kâbir, 10, 112]. Hadits ini mengaitkan keimanan dengan sifat amanah. Keberimanan seseorang meniscayakan amanah. Karena apa yang dilakukan, merupakan cerminan dari apa yang diimani di dalam hati. Oleh karenanya, para pengambil kebijakan yang tidak menunaikan amanahnya dalam membela kepentingan rakyat, sama halnya menentang keimanannya sendiri. Dengan kata lain, mereka telah kehilangan iman. Karena itu, pemerintah dan pemegang kebijakan lainnya, wajib mengambil kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Kebalikannya, pemerintah tidak boleh (haram) mengambil kebijakan yang berakibat pada terpuruknya kehidupan rakyat banyak.

Apa Yang Bisa Dilakukan Pemerintah

Pemerintah pada dasarnya bisa melakukan langkah-langkah strategis dengan tanpa mengorbankan kepentingan rakyat. Beberapa diantaranya yang banyak diusulkan para pengamat adalah dengan mengambil alih seluruh Industri Migas di Indonesia, juga Industri vital lainnya. Karena salah satu penyebab mahalnya harga BBM di Indonesia, adalah karena mayoritas Perusahaan Minyak dan Gas di Indonesia dikuasai oleh Modal Asing. Sehingga hasil dari minyak Indonesia, lebih diutamakan untuk di jual ke pasar Internasional. Kalaupun harus dijual di Indonesia, maka harganya sama dengan harga BBM Internasional.

Pemerintah juga bisa melakukan penghematan melalui pemotongan Gaji Pejabat dari Tingkat Nasional,  hingga tingkat Kecamatan. Sisi lain yang bisa dilakukan adalah dengan pembatasan Mobil Pribadi dengan cara membatasi jumlah mobil yang  bisa dimiliki, menaikan pajak mobil mewah, menaikan biaya parkir dan lain sebagainya.

Pemerintah juga bisa menaikan pajak penjualan eksport dan import minyak. Karena salah satu penyebab mahalnya harga minyak di Indeonsia, karena pembelian ataupun penjualan minyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan broker. Dari usaha ini perusahaan pengimport minyak mendapat keuntungan mencapai 30 sen perbarel. Sementara total impor Indonesia saat ini mencapai 113 juta barel per tahun. Dengan demikian keuntungan broker adalah US $ 170 juta, atau 1,6 trilyun rupiah.  Sedang untuk eksport keuntungan broker US $ 2 per barel, dengan ekport kita per hari 490 ribu barel. Sehingga uang yang masuk ke kantong broker adalah 9,3 milyar rupiah per hari atau 3,3 trilyun per tahun.

Dengan demikian untuk menyelamatkan APBN, pemerintah tidak harus menaikan harga BBM yang akan semakin menyengsarakan rakyat. Wallau a’lam bi al-sahwab


Penulis adalah alumnus pesantren Dar Al-Tauhid Arjawinangun, sekarang aktif sebagai manajer program Islam dan Demokrasi di Fahmina Institute

(Artikel ini dimuat dalam Warkah al-Basyar Vol. VII ed. 13 – tanggal 23 Mei 2008)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

FKUB Kab. Cirebon Berikan SK untuk 10 Kecamatan Penggerak Moderasi

Oleh: Zaenal Abidin Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cirebon berikan Surat Keputusan bagi 10 Kecamatan Penggerak Moderasi. SK ini...

Populer

Artikel Lainnya