Oleh: Zaenal Abidin
Cirebon kerap kali disematkan sebagai zona merah radikalisme-terorisme karena banyaknya kasus terorisme melibatkan warga yang ada di beberapa tempat di wilayah cirebon yang rerata masih usia muda. Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi semua kalangan masyarakat, tak terkecuali bagi dua pemudi yang dengan berani menantang untuk menyadarkan pentingnya bersikap inklusif untuk terus berupaya menciptakan sikap moderat dan perdamaian di wilayahnya.
Mereka berdua berhasil menjadi finalis dalam ajang Pemuda Pelopor Kabupaten Cirebon tahun 2022 yang digelar oleh Dinas pemuda dan olahraga Kabupaten Cirebon beberapa waktu yang lalu. Yang menarik mereka berdua sama sama mengangkat isu toleransi dan perdamaian dalam kategori bidang Agama, sosial dan Budaya.
Keduanya mengaku terinspirasi dari pelatihan yang mereka ikuti tersebut dan bagian dari aksi nyata mereka di masyarakat dalam mengimplementasikan pengetahuannya. Mereka merupakan alumni pelatihan pemuda yang diinisiasi oleh Fahmina Institute dalam program Sekolah Moderasi Beragama dan Sekolah Cinta Perdamaian. Fahmina Institute secara eksklusif menghubungi keduanya. Berikut hasil wawancara pengalaman mereka menjadi penggerak moderasi beragama di wilayah tempat tinggalnya.
Vrisca Cornelia Soedjito: Merawat Keberagaman di Kota Tua Jamblang
Vrisca Cornelia Soedjito pemudi asal Kecamatan Jamblang sangat bersemangat menceritakan pengalamannya saat berbagi takjil dan berbuka puasa bersama pemuda lintas iman pada Bulan Ramadhan beberapa waktu lalu.
Vrisca mengaku merasa dihargai sekaligus senang terutama saat dia membagikan takjil kepada masyarakat yang melintas di jalan protokol Jamblang. Walaupun ia dan beberapa kawan tidak sedang berpuasa tapi ia dengan khidmat mengikuti buka puasa bersama dan refleksi puasa bagi umat beragama di Klenteng Jamblang pada bulan April lalu.
Sebagai seorang kristiani, baginya adalah pengalaman mengikuti kegiatan seperti ini sangat membekas. Perempuan yang saat ini sedang menempuh kuliah di Bandung ini tergabung dalam komunitas pemuda penggerak moderasi beragama di kecamatan jamblang.
“Komunitas moderasi beragama itu seperti sebuah wadah yang dimana orang-orang bisa mengekspresikan cara pikir mereka di lingkungan, dimana kita berbeda dan kita ada di jamblang. Untuk membangun Jamblang yang ramah keberagaman,” katanya.
Kecamatan Jamblang saat ini menjadi prioritas dalam upaya pengembangan destinasi wisata kota tua oleh Dinas Pariwisata Kab. Cirebon. Bagi Vrisca ini menjadi kesempatan untuk menunjukkan bahwa cirebon memiliki kota tua yang terawat tidak hanya bangunan cagar budaya namun juga hubungan masyarakatnya yang terawat keharmonisannya.
Di Kecamatan Jamblang terdapat beberapa rumah ibadah diantaranya sebanyak 99 Masjid/Mushola, 4 Gereja, 1 Kelenteng, 1 Vihara. Hal ini menjadi modal sosial yang harus terus dirawat. Termasuk kawasan Pecinan dengan bangunan tua khasnya. Serta bangunan-bangunan peninggalan Belanda.
“Adanya bangunan rumah ibadah dan banguanna tua itu menunjukkan masyarakat Jamblang dulunya berbaur dengan kaum pribumi. Ini motivasi para pemuda untuk menyatukan kembali merawat dan mengembangkannya dengan tergabung dalam wadah moderasi beragama,” ujar Vrisca.
Ia mengatakan tidak mudah mengajak teman-temannya untuk ikut dalam gerakan ini. Pasalnya dari mereka masih belum menganggap penting isu ini terlebih sikap individualistik yang semakin tinggi. Menurutnya memerlukan kesadaran untuk berpikir terbuka agar dampak positif moderasi beragama ini dirasakan. Kemudian melalui penyuluhan dan pertemuan-pertemuan menyusun strategi diseminasi di masyarakat.
“Biar mereka tahu dan mau membangun kota tua Jamblang yang toleransi dan kehidupan yang damai, menyuarakan toleransi kepada siapa saja termasuk kepada yang sepuh betapa pentingnya toleransi. Kalau kita anak muda bisa melakukan ini dengan cepat kenapa enggak,” kata Vrisca yang saat ini sedang kuliah di Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
Dukungan orang tua juga sangat penting, baginya ini menjadikan tambahan semangat. Termasuk tokoh agama dan masyarakat lain agar tercipta lingkungan yang ramah keberagaman karena saling membutuhkan untuk menciptakan kota tua jamblang yang harmonis. Kedepannya dia berharap punya karya yang nyata untuk menunjukkan pada dunia bahwa simbolis dari bhineka tunggal ika tertanam di Jamblang juga.
Devi Farida: Membangun Keterlibatan Pemuda Menjaga Toleransi di Kecamatan Pabuaran
Devi Farida lahir dan besar dari keluarga yang sangat kental dengan pemahaman agama yang kental. Ia menyadari banyak nya kasus fanatisme terhadap golongan dan mudah terprovokasi pemahaman agama yang ekstrim di lingkungannya yang tidak boleh terus terjadi.
Devi melihat ketidaksetaraan dan tumpang tindih peran yang dilakukan oleh para tokoh di desanya membuat anak muda menjadi diam dan apatis serta telah mengikis rasa kepedulian anak mudanya.
Arus informasi dan akses media sosial juga menyumbang pengaruh yang cukup besar saat ini. Jika informasi yang dikonsumsi mengandung unsur SARA dan ujaran kebencian maka akan semakin tinggi tingkat intoleransi dan tindakan diskriminasi yang dilakukan anak muda maupun dewasa dalam mengimplementasikan perilaku tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.
Langkah yang dilakukan Devi untuk membalikkan asumsi negatif itu berawal sejak tahun 2018. Ia mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan dan organisasi kepelajaran yaitu IPPNU. Devi juga sering terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan Fahmina Institute diantaranya yaitu SETAMAN, Pelatihan Kepemimpinan, TOT, dan Diskusi Lintas Iman.
Pengalaman dan pengetahuan ini juga mengantarkan dia untuk menjadi delegasi Indonesia dalam pertukaran pelajar di Kenya pada tahun 2020. Dimana didalam pertukaran pelajar itu ia dan teman-teman dari Indonesia lain menyuarakan pentingnya toleransi dan keterlibatan dari setiap institusi maupun lembaga dalam mencegah kasus intoleransi, kekerasan berbasis gender, diskriminasi, ekstrimisme bahkan terorisme yang terjadi di Indonesia.
“Saya sering melakukan diskusi tentang keberagaman dalam ideology pancasila yang telah merubah mindset dan perilaku saya untuk lebih berfikir terbuka dan menghargai segala perbedaan yang bersifat kemanusiaan,” kata Devi yang juga sebagai Ketua IPPNU Kab. Cirebon.
Pengalamannya dalam berorganisasi mendorong dia untuk menyampaikan nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang melibatkan pemuda dari latar belakang yang berbeda. Devi terlibat dalam pembentukan komunitas yang bernama Forum Komunikasi Lintas Iman Remaja (Forkolimi Remaja) yang membawa visi kerukunan antar umat beragama di wilayah Cirebon timur. Misinya dialog antar umat beragama, tradisi dan kebudayaan di setiap agama dari kepercayaan. Anggotanya terdiri dari beberapa kalangan dan organisasi seperti NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, Kristen, Katolik, Tionghoa, Sunda Wiwitan dan Budha.
Selain itu ia dan komunitasnya mengkampanyekan nilai-nilai keberagaman universal yang mengikat membuat kesadaran nyata anak muda dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman hidup bermasyarakat.
“Dalam ruang dialog ini setiap anak di buat untuk saling bertanya dan mengemukakan pendapatnya tentang keresahan dan kegelisahan yang dialaminya selama pandemi di lingkungan sekolah maupun tempat mereka bekerja,” ujar Devi.
Tujuan dalam melibatkan anak muda menjadi penggerak dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai toleransi, gotong royong dan kegiatan sosial lainnya, untuk merawat keberagaman di lingkungannya itu tidak terlepas dari cita-cita bangsa Indonesia sehingga dari kemajemukan masyarakatnya tetap terjaga persatuan dan kesatuan di dalamnya. Terlebih 30 tahun kedepan bangsa Indonesia akan didominasi oleh generasi muda yang saat ini menjadi figur utama dalam menyongsong Indonesia yang lebih baik lagi yang berkeadilan serta berperikemanusiaan dalam mencapai cita-cita bangsa Indonesia.
Keterlibatan anak muda dalam menjaga toleransi dan keberagaman di masyarakat sangatlah penting. Upaya-upaya nyata yang dilakukan Vrisca dan Devi menunjukkan yang muda punya cinta dan karsa. Para pemangku kebijakan umumnya masyarakat harus jeli melihat potensi ini untuk mendukung gerakan mereka yang teruji dedikasinya.
Sebagaimana pepatah mengatakan bangsa yang hebat adalah bangsa yang anak mudanya aktif, produktif dan inklusif dalam memandang keberagaman niscaya dan indah. Serta memiliki komitmen kebangsaan yang kuat dan bijaksana. []