Oleh: Zaenal Abidin
Pada Pengajian Kamisan edisi tahun 2022 kembali membahas Kitab Fannut Ta’amul an Nabawi Ma’a Ghair Al Muslimin karya Syaikh dr. Raghib as Sirjani intelektual asal Mesir. Pengajian diampu oleh Buya Dr. (HC) KH. Husein Muhammad, Ketua Umum Yayasan Fahmina.
Kitab ini membahas pandangan islam yang mengajarkan kita untuk menghormati manusia. Lebih spesifik uswatun hasanah Nabi Muhammad dalam relasinya dengan non muslim.
Di dalamnya diterangkan berbagai ayat maupun hadis yang menekankan untuk berbuat baik dan menghormati siapapun. Didukung oleh kisah-kisah Nabi dan sahabatnya.
Pandangan Islam Terhadap Eksistensi Manusia
Pada bab pertama kitab ini menjelaskan tentang pandangan Islam terhadap eksistensi Manusia. Untuk menemukan langkah menghadapi non muslim. Bagaimana bergaul dengan non muslim sebagai manusia.
Manusia secara umum adalah makhluk terhormat dan agung. Pandangan ini secara mutlak sebagai sikap islam memandang siapapun dia sebagai manusia. Karena itu tidak ada pengecualian apakah karena warna kulitnya jenis kelaminnya atau agamanya. Karena Manusia Itu makhluk yang dihormati.
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al Isra: 70)
Menarik di ayat ini menggunakan kata “Wala qad” yang menunjukkan ketegasan dimana kata Wa berarti demi, La berarti niscaya dan Qad berarti sungguh. Penghormatan ini menyeluruh mencakup non muslim. Karena istilahnya manusia, semuanya diberi rizki. Semua manusia dengan latar belakang identitas beragam itu terhormat dan diberikan anugrah rizki semua tanpa terkecuali.
Ini juga dilakukan oleh rasulullah sendiri karena utusan Allah SWT yang ditugaskan memberikan pesan kemanusiaan. Tindakannya dicerminkan oleh ucapan dan tindakan rasulullah. Bagaimana rasul merefleksikan penghormatan manusia ini. Kita akan melihat bagaimana rasul memperlakukan manusia yang berbeda keyakinan bahkan yang menentang dan memusuhi rasul.
Konsekuensi logis dari pernyataan bahwa manusia itu terhormat terlepas dari identitasnya, maka tidak boleh merendahkannya dan memperlakukannya tidak adil atau zalim. Mengganggu haknya atau mengurangi haknya. Karena ini jelas dan tegas di dalam ayat-ayat al quran demikian pula dalam kehidupan nabi. Namun seringkali kita abaikan.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۚ
Dan janganlah kamu membunuh manusia yang dimuliakan Allah melainkan sesuatu (sebab) yang benar. ( QS. Al An’am: 151)
Ayat Ini diberi komentar oleh ahli tafsir Imam al Qurthubi dalam al Jami fi Ahkamil Quran. Beliau mengatakan ayat ini merupakan larangan untuk membunuh jiwa yang dihormati baik yang beriman atau tidak beriman.
Jika kita berkaca dalam sistem masa lalu, orang di luar muslim itu ada beberapa sebutan. Orang hidup ada dalam kawasan islam karena perjanjian (kafir dzimmi), mereka yang bukan non muslim yang dilindungi (kafir mu’ahad), dan non muslim yang dimusuhi (kafir harbi).
Pada zaman ini tidak mengenal batas geografis kekuasaan. Yang menjadi rakyat adalah mereka yang seagama. Lainnya dianggap kelas dua. Ini sistem yang sudah berabad abad. Pada masa khulafaurrasyidin bukan sistem dinasti karena suksesinya berbeda. Nabi ketika wafat pun tidak menciptakan sistem negara.
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang membunuh orang yang terikat untuk hidup bersama (mu’ahad), Allah akan mengharamkan tubuhnya ke dalam surga” (HR. Abu Dawud)
Jika kita merujuk pada sistem demokrasi saat ini istilah kafir mu’ahad disebutkan untuk warga negara asing.
Syariat atau aturan menolak kezaliman dalam segala bentuk karena sangat jelas dalam ayat dan hadis yang banyak sekali. Prinsip agama menegakkan keadilan. Kezaliman lawan dari keadilan.
Allah SWt berfirman:
وَنَضَعُ ٱلْمَوَٰزِينَ ٱلْقِسْطَ لِيَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا
“Kami akan memasang timbangan (keadilan) yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun.” (QS. Al Anbiya: 47)
Ayat ini menunjukkan setiap jiwa tidak akan dizalimi siapapun dia, jiwa manapun, manusia manapun, beriman kepada Allah atau tidak. Seorang muslim, nasrani, majusi atau selain itu. Atau sekte aliran apapun. Kezaliman itu sesuatu yang dibenci.
Allah sendiri menyatakan Allah tidak berbuat zalim. Allah mengharamkan kezaliman kepada semua hambanya.
Abu dzar al ghifari meriwayatkan hadis (hadis qudsi) :
“Dari nabi, Allah mengatakan, wahai hamba-hambaku, Aku mengharamkan kezaliman atas diriku dan menjadikan kezaliman itu diantara kalian diharamkan pula. Maka janganlah kalian saling menzalimi (fala tazlimu).’ (HR: Muslim)
Inilah pandangan Islam yang sesungguhnya bagi seluruh manusia. Pandangan menghargai, menghormati, memuliakan manusia.
Ibnu Arabi mengatakan:
“Jangan merendahkan siapapun dan apapun karena Allah tidak merendahkan ketika menciptakan. Sebab mereka yang merendahkannya adalah merendahkan ciptaan Allah, merendahkan ciptaan Allah adalah merendahkan penciptanya Allah.” []
Baca artiket terkait: Penghormatan Nabi Ketika Melihat Jenazah Seorang Yahudi
Sumber Kitab Fannut Ta’amul an Nabawi Ma’a Ghair Al Muslimin Halaman 21-23. (Kamis, 23 Juni 2022)