Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, baik di ruang publik maupun di ruang privat masih terjadi, masih banyak anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, remaja yang menjadi korban eksploitasi seksual, perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja.
Ruang-ruang publik pun masih jauh dari harapan perempuan, misalnya tidak ada ruang laktasi di tempat kerja atau di ruang publik seperti pasar, mall, dan yang lain, hak cuti haid juga masih banyak perusahaan/instansi yang belum memenuhi. Dalam ruang personal, bahkan usia pernikahan, usia melahirkan dan kehidupan reproduksi lainnya, perempuan banyak mendapatkan ‘tekanan’ dari lingkungan, budaya, interpretasi agama, norma, dan sebagainya. Demikian salah satu oratur menyampaikan.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kehidupan perempuan lebih banyak ditentukan ‘sesuatu’ di luar dirinya, perempuan tidak memiliki kuasa atas dirinya. Untuk merebut kedaulatan perempuan atas tubuh mereka, diperlukan kampanye yang terus menerus tanpa lelah bahwa perempuan memiliki hak atas tubuh dan hidup mereka.
Dalam rangka Hari Perempuan Internasional yang dirayakan oleh perempuan di dunia setiap tanggal 8 Maret, lembaga, organisasi dan individu yang memiliki kepedulian dan komitmen terhadap pemenuhan hak perempuan akan bergabung untuk menciptakan Panggung untuk Perempuan dengan tema “Biarkan Perempuan Berdaulat.
dihalaman Fahmina Instititute, sekitar 100 orang dari berbagai komunitas perempuan, mulai dari LSM seperti Bannati, Balqis, PMII, HMI, pelajar, anggota DPRD perempuan. Masing-masing perwakilan menyampaikan orasi tentang stop ketidakadilan bagi perempuan, dan semua yang hadir sepakat untuk terus melakukan aksi-aksi penolakan terhadap kekerasan terhadap perempuan.
Acara ini dimulai dengan kasi solidaritas di bundaran Kedawung, dan hingga sore melakukan panggung bersama untuk orasi anti ketidakadilan dan stop kekerasan. 20/03/2015