Hari Sabtu sampai Senin, (8-10/12/2012) kemarin, 22 santri dari 10 pesantren di Kabupaten Cirebon, Indramayu dan Majalengka dan komunitas Bayt al-Hikmah berkumpul untuk berdiskusi dan berbagi informasi mengenai bagaimana menjadi peer consultant (konsultan sebaya) pada isu kesehatan reproduksi dan seksualitas di komunitasnya masing-masing. Peserta Pelatihan ini berusia dari 17 tahun sampai 25 tahun, sesuai dengan usia remaja.
Pelatihan yang bertajuk “Pelatihan Peer Consultant Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas untuk Santri” ini difasilitatori oleh F. Putri Khatulistiwa dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jogjakarta. Pelatihan ini dimulai dengan mengajak peserta saling perkenalan, mengemukakn harapan dan kekhawatiran, lalu menyepakati kontrak belajar selama proses pelatihan.
Putri –sapaan akrab F Putri Khatulistiwa, mengemas pelatihan ini dengan “edufuntainmen”, belajar dengan asik dan menyenangkan. Peserta diajak berdiskusi, bermain dan berkreasi dengan kertas metaplan warna-warni, spidol warna-warni, pensil warna sebagai media untuk mempresentasikan hasil diskusi. Di tengah-tengah diskusi, agar peserta tidak bosan, Putri mengajak mereka games dan dance, yaitu dance for life, yaitu gerakan internasional remaja (usia 13-19 tahun) yang dilakukan di 30 negara di dunia termasuk Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran remaja tentang HIV/AIDS, mengajak mereka berperan aktif menjadi ‘agen perubahan’ dalam penanggulangan HIV dan AIDS, serta mengurangi stigma dan diskriminasi.
Bahan yang disiskusikan peserta seperti mendefinisikan remaja, mendefinisikan konseling, bagaimana menjadi konselor yang baik, diskusi film, dan lain sebagainya. Selain itu, peserta juga mendapatkan input materi dari Ninuk Widyantoro dari Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Ninuk mengajak peserta berdiskusi tentang Sexuality and Health Reproduction Rights (SRHR) yaitu Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas, seperti alat reproduksi beserta fungsi dan sistemnya, lalu pengenalan bahaya NAPZA, IMS, dan lain-lain. Input kedua dari KH. Marzuki Wahid yang merupakan pengasuh Pesantren Dar at-Tauhid, Arjawinangun. Marzuki mengajak peserta berdiskusi bagaimana Islam berbicara tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, seperti bagaimana Islam ternyata menjujung monogami.
Selain diskusi dan input materi, peserta juga diajak untuk mempraktikkan bagaimana menjadi konselor tatap muka. Caranya, peserta dibagi berpasangan, kemudian saling berganti menjadi konselor dan klien. Kemudian mereka diajak untuk membuat laporan yang form nya sudah disiapkan oleh Fasilitator. Dari situ, mereka belajar ternyata menjadi konselor memang tidak mudah, butuh kesabaran untuk mendengarkan, tidak buru-buru men-judge apa yang diceritakan oleh klien, bagaimana menggali informasi dengan pertanyaan terbuka, dan memberikan respon yang tepat.
Pelatihan ini berakhir pada pukul 16.30 WIB hari Senin. Sebelum selesai, peserta diajak melakukan refleksi dan evaluasi proses pelatihan, baik dari segi penyelenggara, narasumber, maupun fasilitator. Juga merumuskan apa yang akan mereka lakukan sesampainya di pesantren dan komunitas masing-masing. Lia salah seorang peserta mengatakan, “saya sangat senang menjadi bagian dari pelatihan ini, karena saya jadi tergugah untuk berbagi informasi yang saya dapatkan disini, kepada teman-teman saya di Pesantren. Terimakasih Fahmina”. (Alifatul Arifiati)