Cirebon – Belajar mendengarkan memang terasa berat. Bahkan dapat dikatakan bosan jika hanya mendegarkan pembicaraan orang lain. Mungkin karena orang paling suka berbicara (berpidato, red). Hal ini bertentangan dengan prinsip ISIF, ilmu didapatkan dari masyarakat. Masyarakat yang mempunyai kekayaan pengetahuan. Sumber ilmu dari masyarakat, kita hanya mengolahnya melalui kajian ilmiah. Untuk keperluan ini, kita harus mau mendegarkan apa kata mereka.
“Profesor Matthew adalah salah seorang Yahudi yang pintar, tapi tampak biasa-biasa saja. Padalah beliau orang hebat. Beliau mencari model kebudayaan Indonesia melaui wayangnya, khususnya wayang kulit Cirebon. Dalam proses menguasai wayang Cirebon, beliau mau mendengarkan, bahkan mau menjadi murid salah satu dalang.” ujar Profesor Chozin dalam pembekalan dan pelepasan peserta PLP di Gotrasawala ISIF, Sabtu (2/3) pagi.
Sementara Deputi Rektor Riset dan Akademik, Marzuki Wahid, dalam sambutanya menjelalaskan bahwa PLP atau Prktik Lapangan Profesi adalah mata kuliah profesi pada semua jurusan di ISIF yang dilaksanakan bekerja sama dengan lembaga atau instansi yang ditetapkan oleh ISIF sesuai dengan Program Studi masing-masing. PLP dilakukan untuk mengokohkan kemampuan profesi yang dipilih mahasiswa. Tidak sekadar teori-teori yang diperoleh selama kuliah, tetapi juga keterlibatan dan pengalaman langsung di lapangan menjadi hal yang sangat penting dilakukan mahasiswa. Mahasiswa harus pernah mengalami sendiri profesi yang hendak dijalaninya.
Atas dasar itu, pelaksanaan PLP dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas diri menuju peroses menjadi akademisi profesional. Sesauai dengan cita-cita besar ISIF sebgai kampus riset dan transformsi sosial, pelaksanaan PLP tidak jauh dari obesrvasi, perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. “Peserta PLP mengalami dan melakukan sekaligus menliti; mahasiswa menemukan profesinya sekaligus melakaukan refleksi akademis; dan mahasiswa menemukan kaedaulatan diri sehingga bisa andil dalam menentukan kebijakan yang berpihak,” ujar Marzuki.
Pembelakan ini dihadiri oleh 30 mahaiswa dan 10 dosen. Menurut data panitia PLP, peserta diberangkatkan menuju ke 14 lokasi PLP yang berbeda, tersebar di wilayah III Cirebon dan dua lokasi di Yogyakarta. “Lokasi PLP tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan, LSM, lembaga keuangan (ekonomi), sanggar seni, dan lembaga tarekat,” kata Nurul Huda, Deputi Rektor Kemahasiswaan dan Almuni yang juga Driektur Yayasana Fahmina.
Penentuan waktu dua bulan PLP, 4 Maret hingga 3 Mei 2013, bukan tanpa pertimbangan yang matang. Berangkat dari refleksi pelaksnaan PLP tahun lalu, PLP terasa singkat dan kurnag mendalam, sebab dilaksanakan hanya 2 minggu. Untuk mendalami profesi saja tidak cukup apalagi ditambah tugas meneliti dan menganalisis fakta di luar profesi. Maa waktu dua bulan akan bermanfaat sekali dan dirasa tepat untuk pelaksanaan PLP.
Dalam rentang waktu dua bulan tersebut, peserta PLP diminta pro aktif belajar di lapangan juga belajar teori. Pendekatan-pendekatan histrois, antropologis dan sosiologis hendaknya dilakuan dalam upaya memahami profesi dan fokus pengamatan yang menjadi minatnya.
“Pembimbing PLP akan mengarahkan ketika ada kesulitan. Pembimbing akan mengajari, menjadi tempat berdsiskusi, dan konsultan dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Masalah yang ada sebisa mungkin tergambar, kemudian dipecahkan dan disimpulkan,” tandas Chozin dalam sambutannya. (Cahana/Asih)