Pemerintah harus memiliki satu persepsi dalam menafsirkan regulasi berkait pelayanan penempatan dan pemulangan tenaga kerja Indonesia. Perbedaan persepsi seperti yang berlangsung selama ini tidak menguntungkan siapa pun, bahkan berpotensi mengabaikan hak pemangku kepentingan TKI memperoleh pelayanan optimal.
Demikian yang mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Mennakertrans) Erman Suparno di Jakarta, Senin (2/2). Komisi IX membidangi masalah ketenagakerjaan, transmigrasi, kesehatan, dan kependudukan.
Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning mengatakan, implementasi Peraturan Mennakertrans Nomor 22 Tahun 2008 yang mengalihkan kewenangan pelayanan TKI dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) kepada pemerintah daerah tak boleh menimbulkan konflik. ”Kalau (polemik) tetap tidak selesai dan menjadi masalah, kami rekomendasi untuk dicabut. Seharusnya tak perlu terjadi karena (pelayanan TKI) ini kan sesama mereka (sebagai eksekutif),” katanya.
Masih dilayani BNP2TKI
Anggota Komisi IX dari Fraksi Demokrat, Max Sopacua, meminta agar tidak ada pihak yang menelantarkan peraturan yang sudah berlaku. ”Yang kita inginkan hanya bagaimana TKI tidak lagi telantar,” ujarnya.
Mennakertrans mengatakan, penerbitan Permennakertrans Nomor 22/2008 sudah sesuai UU No 39/2004. ”Berdasarkan UU, kewenangan saya adalah mengatur, bukan diatur,” ujarnya.
Sementara itu, BNP2TKI memberikan hak jawab terkait berita Kompas berjudul ”PPTKIS Mulai Melayani Pemulangan TKI”, Senin (2/2). Menurut Kepala Bagian Humas BNP2TKI Rosyandi Moenzir, sampai saat ini pelayanan pemulangan TKI di Bandara Soekarno-Hatta masih dilayani petugas BNP2TKI.
Rosyandi menegaskan tak ada penyerahan kewenangan pelayanan pemulangan kepada pihak swasta. ”BNP2TKI tidak bisa melaksanakan permennakertrans karena bertentangan dengan isi dan semangat UU No 39/2004, Peraturan Presiden Nomor 81/2006, dan Instruksi Presiden Nomor 6/2006,” katanya. (ham)
Sumber: Kompas, edisi 03 Februari 2009