Diakui pemerintah, kualitas layanan kesehatan di Kabupaten Indramayu masih rendah. Ini terungkap dalam seminar sehari hak-hak kesehatan dasar yang diselenggarakan Fahmina-Institute bekerja sama dengan LP3ES di Hotel Prima, pada hari Kamis, 30 Juni lalu. Pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas Kesehatan mengakui hal itu setelah sejumlah peserta dalam dialog menyampaikan sejumlah kasus terkait dengan layanan kesehatan yang dialami masyarakat. “Kami akui, soal kualitas layanan ini masih perlu banyak perbaikan”, ungkap Riyanto, Drs., berendah hati kepada para peserta seminar.
Seminar yang bertemakan “Mewujudkan Kesehatan yang Murah dan Terjangkau, Kita Wujudkan Tatanan Hidup Sehat yang Lebih Baik”, ini menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Riyanto, Drs. Dari Dinas Kesehatan Indramayu, dr. Kartini Sukardi, M.Kes, Ketua KPI Wilayah Jawa Barat dan Direktur Cirebon Crisis for Woman dan Children (C4W) Kota Cirebon, dan Abdul Mun’im dari Cesda-LP3ES Jakarta.
Seminar ini diikuti oleh banyak elemen masyarakat dan dipandu langsung oleh Pengelola Program Monitoring HAM untuk Pendidikan dan Kesehatan Dasar Fahmina-Institue, Ipah Jahrotunasipah. Elemen yang hadir antara lain unsur tenaga medis dan institusi kesehatan seperti dokter, bidan, Puskesmas dan RSUD, unsur LSM, mahasiswa, organisasi kepemudaan, orang tua dan beberapa komite sekolah. Banyaknya elemen yang hadir ini membuat diolog berlangsung sangat dinamis.
Pada kesempatan tersebut, pemerintah dan institusi kesehatan mendapat banyak sorotan dari peserta unsur masyarakat. Akan tetapi, sejumlah pengalaman, temuan dan masukan yang disampaikan masyarakat terkait dengan kualitas layanan pihak puskesmas maupun rumah sakit diterima baik oleh pemerintah dan menjadikannya sebagai masukan yang bermakna. ”temuan dan masukan yang disampaikan oleh ibu-ibu dan bapak-bapak sekarang ini menjadi masukan yang berarti bagi pemerintah untuk terus melakukan perbaikan,” jelas Riyanto menyetujui pendapat moderator.
Acara ini mendapat sambutan baik dari Bupati Indramayu., Iriyanto M.S. Syafiuddin yang diwakili oleh E. Masnata, Kepala Dinas Pendidikan dan dari Ketua DPRD Kabupaten Indramayu, Hasyim Djunaedi yang diwakili oleh Mohammad mas’od, Wakil Ketua DPRD Indramayu. Dalam sambutannya, keduanya menyampaikan apresiasi yang baik kepada Fahmina-institute yang memberikan perhatian baik pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masyarakat Indramayu melalui pendidikan dan kesehatan dasar.
“Keadaan IPM Indramayu memang belum memuaskan, bahkan masih rendah. Ini bisa dilihat antara lain dari tingginya angka kematian ibu dan bayi, rendahnya pendidikan dan tingginya angka kemiskinan di Indramayu”, ungkap E. Masnata yang kemudian melanjutkan paparannya tentang pentingnya upaya-upaya strategis meningkatkan IPM.
Aspek Kesehatan belum Menjadi Arus Utama Pembangunan
Mengawali pembicaraan, moderator sekaligus pelaksana program di Fahmina-institute menungkap banyak temuan dan kasus pelanggaran atau berpotensi melanggar terkait dengan tanggung jawab pemerintah dalam memenuhi hak-hak kesehatan dasar bagi masyarakat. Dipaparkan moderator, sedikitnya ada tiga kewajiban utama pemerintah terkait hal tersebut, yaitu to respect, to protect dan to fullfill yaitu, menghargai atau menghormati, melindungi dan memenuhi. pada aspek pemenuhan ini, jelasnya, tanggunbg jawab pemerintah ini akan dilihat dari aspek ketersediaan, keteraksesan dan keberterimaan.
Dari aspek ketersediaan akan dilihat dari sejauhmana pemerintah menyediakan fasilitas kesehatan, perawatan, produk, pelayanan, dan program kesehatan secara memadai. Dari aspek keterjangkauan adalah sejauhmana masyarakat dapat menjangkau semua produk layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah baik dari segi fisik, ekonomi maupun informasi tanpa diskiriminasi (RAS, status sosial dan status ekonomi). Dan aspek keberterimaan adalah menyangkut kualitas layanan. yakni, sejauhmana layanan kesehatan yang tersedia dapat berfungsi secara berkualitas (profesional, dapat diterima) dan atau sejauhmana program-program kesehatan yang digulirkan pemerintah secara kualitas memadai.
Dilihat dari ketiga aspek tersebut, berdasarkan pada Monitoring Base on Media Fahmina-institute mengungkap kasus air bersih sebagai kasus yang sangat menonjol di Indramayu. “Kami melakukan penelitian di 3 media, yaitu Mitra Dialog, Radar Cirebon dan Pikiran Rakyat. Data ini kemudian digabung dengan data yang diperoleh teman lain di Jakarta, Papua dan Sikka. Hasilnya barangkali akan dibacakan oleh teman dari LP3ES,” tutur Ipah.
Rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih ini, menurut Ipah, telah menyebabkan derajat kesehatan masyarakat juga rendah. Ini bisa dilihat dari banyaknya kasus diare dan demam berdarah di Indramayu akibat sanitasi lingkungan yang buruk. Rendahnya akses air bersih ini juga menyebabkan kualitas layanan di rumah sakit buruk. Sedangkan berdasar investigasi, Fahmina sedikitnya mencatat dua kasus utama, yaitu rendahnya keteraksesan masyarakat terhadap informasi tentang kesehatan yang melahirkan munculnya perilaku hidup yang tidak sehat dan rendahnya keterjangkauan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan yang disediakan pemerintah, serta Kebijakan Pemerintah dari sisi anggaran, bidang kesehatan hanya mendapat alokasi anggaran sejumlah 0,4 % dari APBD. Dan untuk pembangunan kesehatannya hanya sekitar 7 milyar per tahunnya.
Hal sama dikemukakan Abdul Mun’im dari Cesda-LP3ES yaitu tentang keadaan hak-hak kesehatan dasar di Kabupaten Indramayu. Menurutnya, dari aspek ketersediaan, setidaknya pemerintah telah menyediakan secara memadai sarana dan prasarana kesehatan. Namun dari sisi kualitas layanan, masih perlu dilihat lagi. Pasalnya, secara umum, kebijakan pemerintah masih banyak menekankan aspek kuratif daripada promotif dan prefentif. Karenanya, Mun’im menyarankan agar Puskesmas yang berfungsi sebagai pusat kesehatan masyarakat mengubah paradigma layanannya dari aspek kuratif ke promotif dan prefentif.
Rendahnya kualitas layanan ini diakui oleh Riyanto dari Dinas Kesehatan. Jelasnya, pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan terjangkau bagi semua memang belum sampai karena banyak faktor. Tanpa menyebutkan faktor apa-apa saja, Subdin Promosi Kesehatan Dinas kesehatan ini memaparkan secara lengkap analisis situasi kesehatan di Kabupaten Indramayu. Sedangkan dr. Kartini Sukardi, M.Kes., banyak memaparkan hasil analisisnya tentang kebijakan pemerintah tentang kesehatan bagi masyarakat miskin. Sebagai kesimpulan, Kartini mencatat sedikitnya empat hal yang perlu diperhatikan, yaitu: pembangunan kesehatan belum menjadi arus utama pembangunan; pembangunan kesehatan masih bersifat kuratif, sosialisasi kebijakan kesehatan masih rendah, dan perlindungan bagi masyarakat miskin juga masih rendah. Karena itu ia merekomendasikan agar pemerintah segera menyempurnakan subsistem pelayanan kesehatan, melakukan review atas penduduk miskin, review atas model dan kualitas layanan dan identifikasi ulang kebijakan terkait pembangunan kesehatan.
Pentingnya Pendidikan Kesehatan
Proses dialog yang berlangsung dinamis banyak mengungkap kasus-kasus kesehatan yang dialami masyarakat. Dari soal dokter tidak mau dipanggil ke rumah pasien, soal rumah sakit yang tidak bersih, rumah sakit yang tidak memperhatikan hak-hak pasien, soal layanan askes yang tidak memuaskan, kualitas air bersih yang mengandung banyak zat Fn, daftar harga obat yang tidak transparan, juga soal validitas data yang diperoleh teman-teman Fahmina.
Asyiknya berdialog ini membuat jadwal makan siang molor sampai jam 13.30 lebih. Pasalnya, di akhir acara ada 2 peserta yang meminta bicara untuk menceritakan pengalamannya. “saya bisa ngeces nih kalau tidak ikut bercerita,” ungkap Suaebah, warga Indramayu yang menceritakan ketidak puasannya atas layanan rumah sakit yang tidak peduli pada orang miskin.
Di akhir acara, disimpulkan oleh moderator dan disepakati oleh peserta tentang pentingnya pendidikan kesehatan. Rendahnya akses masyarakat atas informasi atau pendidikan kesehatan ditengarai sebagai penyebab utama rendahnya akses masyarakat atas kualitas layanan kesehatan. Selain itu perspektif pemerintah dalam membangun bidang kesehatan ini perlu dibenahi dari paradigma sakit ke paradigma sehat dan dari semangat memungut atau retribusi kepada semangat pelayanan. “keberhasilan bidang kesehatan ini sejatinya menjadi salah satu indikator utama keberhasilan pemimpin, termasuk bupati dalam membangun daerahnya”, urai moderator menutup acara. []