Oleh: Mela Rusnika
Nurshadrina Khaira Dhania pernah bertekad hidup di bawah naungan ISIS saat ia berumur 16 tahun. Dhania yang masih sekolah, saat itu membujuk keluarganya untuk pergi ke Suriah pada 2015 lalu. Dhania berangkat bersama dua puluh enam keluarganya melewati perbatasan Turki-Suriah sembari berkomunikasi dengan tentara ISIS yang akan menyambut kedatangan mereka. Selama dua tahun Dhania dan keluarga tinggal di wilayah kekuasaan ISIS, yaitu Suriah.
Pada mulanya, Dhania mengenal ISIS melalui pamannya yang bekerja di bidang IT. Sebagai remaja yang aktif di media sosial, ia berupaya mencari tahu lebih jauh mengenai ISIS melalui internet dan Facebook. Di Facebook, ia menemukan sebuah halaman yang bernama Diary of Muhajirah yang memberikan gambaran suasana kekhalifahan seperti zaman nabi. Dhania menemukan Suriah yang sejahtera dan adil, hidup di bawah naungan al-Quran dan Sunnah, serta semua kehidupan di dunia dan di akhirat telah terjamin.
Sayangnya, saat sampai di Suriah, Dhania dan keluarga menemukan kenyataan yang jauh dari harapan dan bayangan tentang ideal suatu masyarakat Islam. Saat pertama kali menginjakkan kaki di asrama perempuan, Dhania dan keluarga kaget akan suasana rumah yang sangat kotor. Belum lagi para penghuni asrama yang sering bertengkar hanya karena hal-hal kecil. Bahkan ada perempuan yang saling melempar pisau karena permasalahan anak mereka. Padahal, cerita yang disampaikan para muhajirah asrama perempuan itu sangat bersih serta penghuninya begitu baik.
Puncak amarah Dhania dan keluarga semakin meningkat saat mereka dipaksa membeli pakaian dari polisi ISIS (hisbah) karena dianggap tidak syar’i. Kemudian tante Dhania yang diintimidasi oleh hisbah karena melakukan protes saat menagih janji-janji ISIS yang tidak pernah ditepati. Saat itu, Dhania dan keluarga mulai menyadari bahwa kehidupan yang ditawarkan ISIS tidak berpedoman pada al-Quran dan Sunnah. Padahal kembali lagi pada propaganda ISIS yang memberikan janji-janji tentang kehidupan gratis di Suriah layaknya kekhalifan zaman nabi. Kedua peristiwa itu kemudian menjadi titik balik Dhania dan keluarga untuk pulang ke Indonesia.
Proses kepulangan Dhania dan keluarga ke Indonesia sangatlah berliku dan tentunya tidak mudah. Mereka ditipu oleh dua orang keturunan Arab yang meminta sejumlah uang dengan balasan akan membantu keluar dari wilayah kekuasaan ISIS. Kemudian, Dhania dan keluarga harus melewati jembatan yang penuh dengan reruntuhan besi yang telah dibom oleh koalisi Amerika untuk berunding dengan salah satu madani yang akan membantu mereka keluar dari Suriah. Kali ini madani itu benar-benar membantu Dhania dan keluarga dengan syarat memberikan sejumlah uang dan barang.
Dhania dan keluarga mengabulkan permintaan madani tersebut dengan memberikan uang di sungai saat mereka akan menyebrang. Mereka memberikan uang itu di sungai karena trauma dengan dua orang sebelumnya yang telah menipu mereka. Perjalanan menyebrangi sungai berjalan lancar. Diujung sungai Dhania dan keluarga telah ditunggu oleh temannya madani yang membawa mobil pick up. Setelah beristirahat selama lima menit, Dhania dan keluarga melanjutkan perjalanan menuju Irak, titik poin perkemahan tentara Kurdi.
Ketika di perjalanan menuju titik poin tersebut, mobil yang ditumpangi Dhania dan keluarga ditembaki para tentara. Tidak ada alasan yang spesifik kenapa mobil mereka ditembaki, padahal menurut supir yang membawa mobil tersebut biasanya tidak pernah terjadi hal seperti itu. Mobil tersebut akhirnya berputar arah menuju rumah supir untuk bermalam. Besok pagi, Dhania dan keluarga melanjutkan perjalanan menuju titik poin tersebut. Namun di luar dugaan, supir yang mengantarkan mereka meminta sejumlah uang dan barang sebagai jaminan. Demi keluar dari wilayah ISIS, akhirnya Dhania dan keluarga memberikan beberapa smartphone yang akhirnya dikembalikan lagi oleh supir tersebut.
Perjalanan yang kedua kali pun tidak berjalan lancar meski Dhania dan keluarga telah menyewa taksi. Mereka tetap ditembaki para tentara kurdi. Namun kali ini supir itu memaksakan perjalanan hingga sampai di titik poin tersebut. Ketika sudah sampai, paman Dhania keluar dari mobil sembari mengibarkan bendera putih tanda mereka menyerahkan diri kepada tentara Kurdi. Kemudian, tentara Kurdi menindak-lanjuti Dhania dan keluarga dengan melakukan pemeriksaan yang ketat.
Di perkemahan itu, Dhania dan tantenya diwawancarai oleh jurnalis internasional dan berupaya meminta tolong kepada pemerintah Indonesia untuk memulangkan mereka. Upaya Dhania berhasil menarik perhatian pemerintah Indonesia. Setelah beberapa bulan tinggal di perkemahan, Dhania mendapat kabar bahwa mereka akan dijemput oleh pemerintah Indonesia pada Agustus 2018.
Agustus 2018 Dhania dan keluarga sampai di Indonesia. Kemudian mereka mengikuti program deradikalisasi dari BNPT. Selama satu bulan Dhania dan keluarga melakukan pemeriksaan, menerima pengetahuan tentang agama, serta belajar kewirusahaan. Setelah satu bulan, Dhania dan keluarga keluar dari asrama BNPT dan kembali hidup bermasyarakat. Namun, ayah dan paman Dhania dipenjara karena dianggap telah membantu memberikan dana kepada teroris.
Hingga saat ini, Dhania dan keluarga masih berada dalam pengawasan BNPT dan LSM Yayasan Prasasti Perdamaian. Di bawah bimbingan Noor Huda Ismail, Dhania bertekad menyampaikan ketidakbenaran propaganda ISIS, khususnya kepada kaum muda dengan menjadi kontributor penulis pada platform ruangobrol.id. Tidak hanya itu, Dhania bersedia menjadi narasumber dalam seminar yang membicarakan teroris, ISIS, dan kekhalifahan. Tujuan Dhania melakukan semua itu agar anak-anak muda seusianya tidak mudah terpengaruh propaganda ISIS di media sosial.
Untuk urusan kebutuhan hidup sehari-hari, Dhania kini berjualan barang-barang handmade yang ia buat sendiri, menjual makanan ringan, hingga mengikuti seminar kewirausahaan. Dhania merasa bersalah telah mengajak keluarganya pergi ke negara yang penuh dengan konflik. Dalam hal ini, Dhania merasa bertanggung jawab karena ia menjadi peran utama dalam skenario kehidupan keluarganya. Yang mana saat ini Dhania dan keluarga mesti memulai kehidupan baru yang dimulai dari nol tanpa kehadiran ayah.[]