Rabu, 25 Desember 2024

Proteksi Sosial dan Inclusive Government

Baca Juga

Regional Meeting and Stakeholder Consultation on the Post-2015 Development Agenda yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali beberapa waktu yang lalu, presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), menyampaikan pendapat bahwa Indonesia dan negara-negara lain harus menjalankan ‘Pembangunan Inklusif’ agar dunia berhasil dalam mengurangi kemiskinan dan ketidakadilan global. Fenomena kemiskinan dan ketidakadilan global ditunjukkan dengan adanya 20% populasi dunia yang mampu menikmati lebih dari 70% pendapatan dunia, atau dengan kata lain sebanyak 80% populasi dunia hanya mampu menikmati kurang dari 30% pendapatan dunia. Sebuah ketimpangan ekonomi yang sangat luar biasa. Mengapa pembangunan inklusif mampu mengurangi kemiskinan dan ketidakadilan global?

Satatement SBY ini penting ditangkap oleh seluruh komponen warga bangsa khususnya pemangku kebijakan. Statemen ini, sebagai semangat pro perubahan cara pandang mengelola sumber daya yang berorientasi pada pemenuhan jaminan social masyarakat, dan mengarah pada pembangunan yang inklusif. Pembangunan inklusif adalah pembangunan yang berkualitas, yaitu pembangunan yang memperhitungkan pertumbuhan (pro-growth), penyerapan tenaga kerja (pro-job), mengurangi kemiskinan (pro-poor) dan memperhatikan lingkungan (pro-environment). Menurut United Nations Development Program (UNDP), pembangunan yang dijalankan di banyak negara merupakan pembangunan eksklusif.

Artinya pembangunan yang hanya memperhitungkan aspek pertumbuhan tetapi kurang memperhitungkan penyerapan tenaga kerja, pengurangan kemiskinan dan lingkungan sehingga terkadang terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, serta lingkungan yang rusak sebagai akibat proses pembangunan.

Ditambah lagi kondisi pembagian kewenangan antara daerah dan pusat yang hingga sekarang masih menyisakan problem pada tingkat realitas. Karena paradigma kepala daerah sebagian besar belum sepenuhnya berorientasi terhadap pemenuhan jaminan perlindungan kesejahteraan warga. Indikasinya adalah tingkat korupsi di daerah cukup menonjol, tidak sedikit kepala daerah yang terjerat kasus-kasus korupsi. Ini artinya orientasi untuk mengeruk kekayaan sumber daya alam untuk kepentingan diri terlihat jelas.

Desentralisasi memberikan ruang cukup besar terhadap daerah untuk memajukan dan pemenuhan jaminan perlindungan social warga. Saat ini, kondisi untuk menciptakan pelayanan yang terpadu di segala bidang contohnya bidang sosial saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi pencapaian penerapan indikator SPM dan PTSP di daerah. Namun telah ada usaha untuk mencapai pelayanan publik yang terpadu yang salah satunya dilihat dari IGI.

Dalam RPJMN 2015-2019 Bidang Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Inovasi dan Pelayanan Publik, skema Perbaikan kualitas pelayanan publik yang akan dilakukan mengarah pada pemerataan agar mampu mendukung percepatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya saing daerah. Dan rancangan strategi: 1) Optimalisasi pemanfataan teknologi informatika guna menciptakan pelayanan yang lebih cepat, murah dan efisien; 2) Penerapan standar pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja; 3) Pengembangan inovasi pelayanan di lingkungan pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 4) Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha.

Skema ini member harapan pada proses pemerintahan yang inklusive. Namun ini tidak bisa berjalan, jika paradigma kepala daerah masih belum tulus mengorientasikan pada jaminan perlindungan terhadap warganya.

Proteksi sosial merupakan salah satu bentuk intervensi, selain dari meningkatan kapabilitas, pengembangan kapasitas masyarakat, serta membangun institusi diharapkan dapat melindungi masyarakat miskin akan hak-hak dasar mereka. Dengan perlindungan demikian kemudian kehidupan dan penghidupan masyarakat akan dapat lebi baik dari tahun ketahun, bukan lebih buruk dari kondisi sebelumnya.

Mengingat fakir miskin dan anak terlantar adalah kondisi penduduk yang memiliki karakter turunan yang lebih beragam lagi, maka konsepsi itu semestinya dikembangkan tidak saja menjangkau pada kelompok yang relatif terbatas saja “keluarga miskin”, akan tetapi jangkauan dan sasaran ditujukan terhadap manusia selama daur hidup ‘life cycle”. Pada konsepsi selama daur hidup, maka proteksi untuk kaum miskin baik secara rumah tangga (keluarga) atau individual, mulai usia balita, usia sekolah, usia angkat kerja, dan usia manula.

Pada siklus usia balita maka hak-hak dasar dari penduduk balita adalah bagaimana tumbuh dan berkembang yang didukung oleh status gizi yang baik, perlindungan ketersediaan pangan dan gizi dan kesehatan. Sementara pada usia sekolah, maka layanan pendidikan adalah merupakan hak-hak dasar individual. Sementara selama bekerja, maka hak mereka adalah perlindungan dan jaminan yang dapat melindungi ketika tenaga kerja memperoleh resiko dari pekerjaan atau kesehatan. Demikian juga pada usia tua, maka jaminan untuk memperoleh kepastian pelayanan agar kelompok manula adalah tetap dapat eksis dan terlindungi oleh Negara. Dengan demikian, proteksi social untuk kelompok masyarakat miskin dan pekerja dapat menjangkau sesuai tahapan kehidupan.

Implikasi dari dicakupnya aspek daur hidup “life cycle”, maka muncul keharusan bagi pemerintah, mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah kabupaten/kota dan menetapkan berbagai aspek yang dapat menjangkau dengan system yang dibangun.

Jadi kalau masih mendengar dan melihat ada warga masih kelaparan, ada anak tidak bisa sekolah, ada orang sakit ditolak oleh petugas rumah sakit, pedagang kecil digusur tanpa solusi untuk mendapat tempat usaha, ini mengindikasikan bahwa jaminan social di Negara kita belum berjalan. Jika sudah ada program namun masih terjadi hal yang sama, berarti tidak ada upaya untuk mau perubahan. Maka jangan berharap pemerintah sudah bisa disebut sebagai pemerintahan yang inklusif.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya