Oleh: Dr. KH Husein Muhammad
Ramadhan kembali hadir. Dunia muslim menyambutnya dengan riang. Selama sebulan mereka akan berpuasa. Tuhan menawarkan pahala tak terbatas bagi siapa saja yang puasa dalam bulan itu dengan seluruh hati dan pikiran. Puasa bukan sekadar menunda rutinitas makan, minum dan hubungan seksual di siang hari, tetapi juga pengendalian seluruh jiwa dan pikiran.
“Semua gerak manusia dapat dikenali dan dinilai oleh manusia sendiri, kecuali puasa. Untuk puasa, Aku sendirilah yang menilainya”, kata Nabi. Hadits ini memberi isyarat bahwa puasa sepenuhnya bersifat spiritual, pikiran dan hasrat.
Manusia sering lalai
Tuhan membimbing manusia melalui melalui ritual ini. Ada apa?. Sejak awal, Dia menaruh kepercayaan penuh kepada manusia untuk pengaturan kehidupan bersama di dunia ini. Tuhan memberinya sebutan “khalifah fi al-Ardh”, pemimpin dunia. Harapan-Nya, manusia bisa membangun kehidupan bersama yang saling menghormati, saling bekerjasama dan saling menyejahterakan. Dia tidak menghendaki kenikmatan hanya untuk diri, permusuhan, egoisme dan arogansi.
Untuk keperluan itu Dia membekalinya dengan seluruh perangkat yang memungkinkan mereka dapat mengerjakan semua tugas kemanusiaan itu dengan sebaik-baiknya. Dia memberi manusia akal untuk memikirkan, hati untuk mengalami dan kehendak untuk menggerakkan.
Akan tetapi dalam perjalanannya manusia seringkali lalai, mudah tergoda, terperangkap dalam dosa dan tergelincir ke dalam tindakan-tindakan yang menyimpang; zalim dan membiarkan orang lain menderita. Manusia juga mudah tertarik pada dan tertipu oleh hasrat-hasrat yang rendah dan kesenangan-kesenangan sesaat ; memuja harta, jabatan, seks, golongannya, keturunan, dan sebagainya. Hasrat-hasrat diri ini amat sering melalaikan, memperdaya, mengecoh dan merusak diri dan orang lain. Manusia acapkali tak mampu mengendalikan hasrat-hasrat rendah yang menyesatkan itu.
Lihat, hari-hari ini di negeri ini kita masih belum selesai menyaksikan penderitaan manusia. Masih begitu banyak masyarakat yang menderita dan terlunta-lunta karena kemiskinan. Berhari-hari kita membaca ketimpangan sosial dan ekonomi makin menganga. Hasil jerih payah orang-orang lemah dirampas begitu saja, baik secara terang-terangan, maupun diam-diam, hanya karena mereka dianggap bodoh, tak penting dan tak punya kuasa.
Mereka yang berkuasa merampas hak-milik mereka yang berkuasa. Korupsi mengalami proses banalitas. Bacalah di ruang maya. Kata-kata kasar dan melukai manusia berhamburan. Sepanjang tahun, ada ratusan ribu perempuan dan anak korban kekerasan dalam segala bentuknya. Betapa manusia, makhluk terhormat itu, tengah mengalami situasi kejiwaan yang terbelah dan hancurlebur akibat hasrat-hasrat rendah manusia lainnya.
Nah, di sinilah puasa menjadi keniscayaan kemanusiaan. Ia (ramadhan-red) adalah momen permanence diri atas hasrat-hasrat yang rendah, sesaat dan menderitakan itu sekaligus ruang memulihkannya. Pembiaran hasrat-hasrat rendah yang tak terkendali selalu akan melahirkan malapetaka social dan kemanusiaan.