Minggu, 22 Desember 2024

RATU SEJAGAT; Apresiasi ataukah Eksploitasi?

Baca Juga

Kebahagiaan saat ini milik negara Turki, dengan terpilihnya Azra Akin sebagai Miss World 2002 pada tanggal 7 Desember kemarin di  Inggris. Walau kenyataannya negara tersebut tidak menberikan respon yang sangat baik terhadap peilihan Miss World tersebut, karena menganggap pemilihan tersebut hanyalah “perdagangan sapi” belaka dan hanya menguntungkan kaum kapitalis yang mampu menawarkan berbagai macam produk dan proyek melalui ratu sejagad itu.

 

Kaum feminis mengecam pemilihan ratu sejagat tersebut, juga karena alasan mengekploitasi perempuan dan hanya menghargai perempuan sebagai sosok yang kurus tinggi dan langsing, namun pihak penyelenggara membantah alasan para feminis tersebut dengan mengetengahkan alasan bahwa pemilihan Miss World  merupakan perwakilan dari perempuan dunia dengan tujuan karena yang menjadi kontestan pemilihan bukan orang biasa saja terdiri dari polisi, akuntan, pragawati, singkatnya terdiri dari beberapa elemen masyarakat. Namun para feminis juga mengatakan bahwa pemilihan tersebut hanya sebuah alasan bagi para laki-laki untuk menawarkan harga perempuan sebagai sosok yang hanya bisa dipamerkan kemolekan dan kemulusan tubuhnya.

Dan hanya satu persen dari penduduk dunia dan perempuan dunia ini yang mampu memasuki dunia tersebut, itulah teriakan para kaum feminis.  Pengunduran diri kontestan asal belgia  juga merupakan protes terhadap hukuman mati lawal perempuan yang dituduh sebagai seorang yang telah mempunyai anak diluar pernikahan. Dan ketidakhadirannya di Nigeria sebagai aksi protes terhadap aksi tersebut.

 

Ditelaah lebih jauh pemilihan Miss World  hanya mampu mengetengahkan kelas-kelas saja , kemudian tidak mampu mengusung dan menyelesaikan masalah-masalah tertentu. seperti aksi protes yang coba ditawarkan oleh kontestan asal Belgia. Walau pada akhirnya Miss World memang akan menjadi seorang Guide bagi perempuan yang lain sebagai simbol dari “Ratu Penyelamat” walau tidak jelas arah dan tujuan yang pasti ketika seorang penyelamat haruslah seorang ratu yang cantik jelita dengan memiliki keindahan dan kemolekan tubuh yang selalu ditampilkan pada saaat kunjungan ke negara-negara tertentu.

 

Dengan misi penyelamtan hidup manusia terutama dengan program pemberantasan virus HIV atau merambahnya penyakit AIDS yang menjangkit negara-negara bagian Barat. Dari ilustrasi diatas paling tidak bisa kita ambil kesimpulan bahwa sebenarnya misi ratu sejagad tersebut hanyalah kebutuhan bagi negara-negara bagian Barat tidak seperti negara-negara berkembang terutama negara-negara bagian timur termasuk Indonesia yamg masih kental dengan budaya ketimuran atau lebih dikenal dengan budaya agamis, memamerkan kemolekan dan kemulusan tubuh  perempuan sangatlah tabu dan dianggap melecehkan kaum perempuan dan itu tidak bisa dipungkiri ol,eh kita bahwa kebudayaan, agama dan norma itu masih kental melekat sampai urat nadi masyarakat Timur terutama Indonesia.

 

Tujuan dan arah yang jelas mungkin yang seharusnya lebih dimatangkan oleh ratu sejagad tentunya dalam menjalankan tugasnya bagi kepentingan kemanusiaan yang memang harus diusung dan dijalankan dengan serius, dengan memahami secara mendalam pengetahuan tentang budaya, norma, agama dan kebiasaan masing-masing negara di Dunia ini. Namun adakah kemungkinan itu mampu terjadi ketika yang menjadi persyaratan ratu sejagad itu hanyalah kemolekan dan kemulusan tubuh belaka bukan lagi tugas kemanusiaan yang memang benar-benar dibutuhkan bagian yang terkecil dari sudut-sudut dan bagian manusia-manusia di berbagai belahan dunia ini.

 

Karena selama awal tahun kemunculan ide pemilihan ratu sejagad sampai sekarang isu yang selalu dimunculkan hanyalah penyelamatan kemanusiaan tentang bencana AIDS yang kenyataannya penyakit tersebut memang belum ada obatnya, namun paling tidak sebagai seorang manusia yang beragama dan  warga dari negara timur mampu menelaah bahwa hal itu terjadi karena kelalaian dan kesalahan kita sendiri yang selalu mencoba untuk merubah tradisi dengan memasukan nilai-nilai yang memang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dunia. Yaitu mempunyai aturan dan norma yang memang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh kita sebagai manusia melalui etika masyarakat yang berlaku tanpa melampui batas-batas yang jauh kita hilangkan. Paling tidak ada hal-hal yang harus kita pegang teguh sebagai prinsip hidup dan pedoman untuk tetap menjalankan etika tersebut dengan baik. tanpa itu semua tentu bencana apapun dapat terjadi dengan sangat mudah termasuk bencana AIDS yang sangat ditakuti oleh semua penduduk di belahan dunia ini.

Misi kemanusiaan seharusnya tidak harus memiliki tubuh yang indah, mulus dan molek. Misi itu bisa dilakukan oleh siapa saja, terutama diri kita sendiri, dan tentang misi penanggulangan virus AIDS itu sendiri tetap saja sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan negara-negara tertentu dengan menenmkan nilai-nilai moral yang membatasi kebebasan seks yang kebablasan, namun tetap saja akan banyak timbul banyak persoalan apakah ketika kita memakai sistem pembatasan tertentu tentang seks akan menjadi lebih baik untuk negara-negara yang lain? Dan apakah ketika kita memakai sistem tersebut kita akan mampu mengurangi dan menghilangkan virus tersebut?

Jabatan ratu sejagad tidak hanya sebagai sebuah predikat yang sangat agung tetapi sebuah jabatan yang sangat memiliki resiko, yang harus ia jalankan untuk memberantas virus AIDS yang sekarang masih menjangkit dunia, kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan yang semakin menjepit kehidupan, korban-korban peperangan seperti penindasan, penganiayaan dan perkosaan yang dilakukan oleh tentara-tentara penjajah seharusnya menjadi pemicu rasa kemanusiaan dari para ratu sejagad dan panitia penyelenggara pemilihan tersebut, tidak hanya sebagai simbol saja.

Perlu disadari sebenarnya kebudayaan daerah atau negara tertentu sangat mempengaruhi pola pikir dan pandang masyarakat tertentu, seperti Indonesia yang tidak setuju dengan adanya pemilihan ratu sejagad dan mengecam utusan Indonesia ketika akan mengikuti kompetisi tersebut, karena negara Indonesia ini sangat menganggap bahwa pemilihan tersebut hanya akan mengundang malapetaka bagi masyarakat kita sendiri dan menurut para tokoh agamawan hanya megumbar maksiat saja. [Koidah]

 


(Artikel ini dimuat dalam Warkah al-Basyar Vol. I ed. 20 – tanggal 10 Januari 2003)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya