Jumat, 28 Februari 2025

Risalah Kepemudaan untuk Membumikan Toleransi di Bumi Pertiwi

Baca Juga

Oleh:Bayu Firmansyah

Indonesia merupakan satu-satunya negeri dimuka bumi ini yang menyebut dirinya sebagai tanah air. Selama masih ada lautan yang bisa dilayari dan selagi masih ada tanah yang bisa ditanami maka selagi itu pula semangat kebangsaan akan terus mewarnai corak dan beragamnya negeri ini.

Pancasila merupakan warisan dari jenius nusantara, sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya. Pancasila digambarkan sebagai negeri yang bersifat seperti lautan yang ditaburi dengan pulau-pulau (archipelago). Refleksi dari sifat lautan merupakan yang mampu menyerap dan membersihkan tanpa mengotori lingkungannya yang sekaligus bisa menampung segala keragaman jenis maupun ukurannya.

Toleransi dimaknai sebagai sifat atau sikap yang saling menghargai pendapat, kepercayaan, kebiasaan yang berbeda. Jadi, seseorang dapat dikatakan toleran jika ia menghargai orang lain dan dapat menerima perbedaan apapun itu bentuknya. Ia tidak merasa benar sendiri ataupun memaksakan pandangan dan keyakinannya terhadap pihak lain.

Sikap toleran bukan berarti membenarkan pandangan atau keyakinan yang berbeda, akan tetapi mengakui hak dan kebebasan orang lain untuk mengekpresikannya. Sebab, perbedaan merupakan fitrah kehidupan atas kehendak Tuhan yang tidak bisa dinafikan manusia.

Sebagai bahan refleksi para pemuda-pemudi untuk terus membumikan toleransi di bumi pertiwi ini. Pemuda saat ini bisa menggunakan persatuan, persaudaraan dan semangat golongan pemuda pada tahun 1928 untuk berkontribusi terhadap pembangunan negara. Nilai-nilai Sumpah Pemuda dapat dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud nasionalisme.

Pada masa kini, pemuda senantiasa untuk terus mempertahankan nilai-nilai Sumpah pemuda dan mampu untuk memaknainya yang harus mendukung toleransi dalam mempertahankan kesatuan bangsa. Wujud toleransi ini misalnya menghargai perbedaan yang ada seperti suku, ras, agama, maupun budaya dan kepercayaan lainnya. Salah satu makna yang dapat kita petik dari Sumpah Pemuda untuk diterapkan demi kemajuan bangsa yaitu mendukung toleransi sebagai upaya menghargai perbedaan yang ada, meningkatkan rasa cinta tanah air di tengah era globalisasi ini. Semangat belajar, berkarya dan berinovasi demi mewujudkan masa depan bangsa yang lebih baik

Bangsa Indonesia sendiri terdiri atas berbagai macam suku, Bahasa, budaya maupun agama. Beragam perbedaan tersebut tidak menghalangi para pendiri bangsa untuk Bersatu padu menjalin persatuan dan kesatuan Indonesia, sebagaimana tercermin dalam slogan Bhinneka Tunggal Ika ‘ walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua’. Mereka menoleransi perbedaan antar elemen bangsa tersebut demi meraih kemerdekaan.

Karena itu keragaman semestinya menjadi modal dan kekayaan bangsa yang dapat disinergikan demi maslahat dan kepentingan bersama atas dasar cinta terhadap bangsa dan negara. Jika satu pihak tidak bersedia membuka hati dan menghargai pihak lain yang berbeda dengannya, maka perbedaan tersebut bisa bermuara pada perselisihan, bahkan kekerasan yang mengorbankan harta dan jiwa tak berdosa.

Perbedaan suku, agama, ras dan golongan adalah realitas kehidupan yang mustahil untuk dihindari. Masyarakat yang damai dan harmonis tidak akan terwujud jika setiap individu berlapang dada menerima dan menghargai kenyataan tersebut.

Kemajemukan umat beragama pun merupakan kehendak Tuhan sendiri.  Walaupun dia Maha Kuasa atas segalanya yang menyatukan semua umat yang berbeda menjadi satu golongan saja, namun Dia tidak melakukannya dan bahkan menyediakan sarana supaya setiap umat saling berlomba menjadi yang terbaik dalam berbuat kebajikan. Tuhan tidak meminta Sebagian umat untuk menghakimi atau bahkan menghukum umat beragama lainnya, karena Tuhan sendirilah nanti yang akan menjelaskan duduk perkara sebenarnya dihari penghakiman.

Karena itulah sesame umat manusia hendaknya saling menghargai jalan yang dipilih oleh masing-masing. Setiap orang berhakmemilih dan menjalankan agama yang diyakininya dan ia sendirilah yang akan mempertanggungjawabkan pilihan tersebut.

Keyakinan iman didasari oleh kesadaran pribadi akan mengejewantah dalam perbuatan baik. Hal ini juga dipertegas di dalam Al kitab pada Ayat Titus 3:2 “ Bersikap masuk akal, memperlakukan semua orang dengan penuh kelembutan “ orang yang masuk akal akan tetap bersikap lembut meskipun cara pandangnya berbeda dengan yang lain, dengan begitu mereka semua akan memperlakukan dengan penuh hormat.

Pada ayat Kisah 10:34 juga dijelaskan bahwa “ Allah tidak berat sebelah “ artinya Allah tidak membeda-bedakan orang berdasarkan kebudayaan, jenis kelamin, kebangsaan, ras maupun latar belakang mereka seperti apa.

Manusia tidak memiliki kewenangan untuk menghakimi atau menuduh pihak lainnya kafir atau memaksanya untuk mengimani Tuhan. Karena bagaimanapun juga bahwa orang yang tidak beragama pun berhak untuk hidup didunia dan mendapatkan hak yang sama seperti pada umumnya. Mereka harus diakui, diterima dan ditoleransi sebagai sesame manusia.

Dalam surat Al Baqarah pada ayat ke 256 ditegaskan bahwa لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ “ Tidak ada paksaan untuk memasuki agama “. Manusia tidak perlu dipaksa untuk memeluk dan menjalankan agama. Karena agama yang tidak dijalankan dengan sukarela malah akan mendorong manusia untuk bersikap munafik. Larangan makan dan mnum dibulan Ramadhan yang diberlakukan otoritas tertentu misalnya, bisa jadi membuat seseorang terpaksa berpuasa.

Namun dibelakang mereka, ia mungkin saja membatalkan puasa yang memang dilakukannya dengan kesadaran sendiri untuk memuaskan kehendak manusia. Namun apabila jika puasa dilakukan dengan kesadaran diri, ia akan melakukannya secara ikhlas karena yang diharapkan hanya Ridho Allah semata. Allah pun menegaskan bahwa Ia mengetahui bak buruk hamba-Nya, siapa yang benar dan siapa yang salah. manusia tidak berhak menuduh pihak lainnya tersesat atau memaksanya Kembali ke jalan yang benar. Tugas kita cukup menyeru dan mengingatkan hal hal yang bersifat kebaikan.

Bisa dipahami bahwa perlakuan buruk pada agama lain pada ujungnya akan berakibat buruk pada agama sendiri. Perusakan rumah ibadah kaum Nasrani sebagaimana kerap terjadi akhir-akhir ini, justru mencoreng wajah islam dan menjadikannya identik dengan kekerasan. Padahal islam seharusnya menjadi rahmat bagi semesta alam dan bukannya menjadi laknat. Al-Burusuwi menyatakan bahwa:

“ Setiap bentuk ketaatan yang dapat menimbulkan mudarat wajib ditinggalkan. Sebab menurutnya, segala sesuatu yang mengantarkan kepada keburukan adalah buruk. Maka segala bentuk kekerasan, meskipun itu diniatkan untuk membela agamanya, tidak diperbolehkan karena dilakukan dengan cara-cara buruk serta tidak beragama “

Perbedaan warna kulit, Bahasa, jenis kelamin, suku, ras, budaya maupun golongan adalah Kehendak dari Tuhan. Yang tidak mungkin bisa dinafikan pada setiap manusia. Berbagai perbedaan tersebut adalah fitrah, sebagaimana halnya kodrat penciptaan alam semesta dan seluruh isinya yang beraneka rupa.

Perbedaan tidaklah ditujukan agar manusia saling berselisih, merendahkan atau menjatuhkan satu sama lainnya, namun supaya manusia saling mengenal, memahami dan melengkapi. Semua manusia memiliki kedudukan yang sama dimata Tuhannya dan satu-satunya pembeda adalah ketwakwaanya. Dengan kata lain, kemuliaan seseorang tidaklah ditentukan oleh hitam-putih kulitnya, jenis kelaminnya, asal-usul keturunnanya ataupun kriteria fisik lainnnya, melainkan oleh kualitas spiritualnya, karena bagaimana pun juga kemuliaan dianugerahkan oleh Tuhan pada setiap insannya, terlepas apapun latar belakangnya.

Kemuliaan dan keutamaan dianugerahkan Tuhan, kepada seluruh ana kadam tanpa pengecualian. Seluruh manusia adalah setara kedudukannya dan sama mulia dihadapan Tuhannya

Kita semua sebagai pemuda-pemudi yang hidup diatas tanah air ini, sudah selayaknya memberikan kontribusi yang berarti untuk sama-sama menggerakkan toleransi di penjuru bumi pertiwi ini, bahwa dengan inilah kesatuan dan persatuan akan tetap terjaga demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan semangat kepemudaan dan kepemimpinan menjadi modal untuk tidak berdiam diri dan menjadi contoh untuk segenap bangsa demi terciptanya perdamaian yang sejahtera.

Tugas kita ikhtiar menjaga perdamaian dengan cara menyerukan hal-hal kebaikan serta berdoa mengangkat tangan, selebihnya biar Tuhan yang akan turun tangan. []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Membangun Kesadaran Koeksistensi dan Toleransi Sejak dalam Pikiran

Oleh: Noer Fahmiatul Ilmia Hidup dalam realitas terdapat identitas yang berbeda, seharusnya kesadaran ini terbentuk dalam diri setiap manusia, karena...

Populer

Artikel Lainnya