Kamis, 16 Januari 2025

SAK Sunda Wiwitan: Perlindungan Konstitusional Bagi Semua Keyakinan.

Baca Juga

 

Oleh: Zaenal Abidin

Paseban Sunda Wiwitan menjadi saksi pelaksanaan kegiatan ke-7 Studi Agama dan Kepercayaan (SAK) yang berlangsung dengan semangat keberagaman dan kebersamaan, pada hari Sabtu (7/12/2024).

Hadir tokoh-tokoh seperti Ratu Djuwita Djati Ratu Dewi Kanti, dan perwakilan Kementerian Agama Kuningan, Dedi Ahimsa.

Pertanyaan dari peserta membuka ruang dialog yang mendalam. Omay, salah satu peserta, menyinggung kegiatan dan tradisi Sunda Wiwitan, khususnya mengenai keterlibatan anak muda serta proses pendidikan dan kebudayaan. Kevin menyoroti cara tradisional Sunda Wiwitan menghadapi kematian.

Sementara itu, Ulyatul Mukaramah, peserta lain, menyoroti kekayaan filosofi Sunda Wiwitan yang melestarikan nilai-nilai nusantara. “Estafet kebudayaan di sini sangat mengakar. Saya merasa terinspirasi mengenali identitas melalui kebaya dan simbol tradisi lainnya,” ungkapnya.

Ratu Tati menjelaskan asal-usul Sunda Wiwitan yang sarat sejarah. “Pangeran Sutajaya berasal dari Cinatar Gebang, namun harus berpindah karena konflik politik. Beliau melestarikan nilai kebudayaan dan spiritualitas Sunda Wiwitan di Cigugur,” paparnya.

Ratu Tati juga menambahkan bahwa prosesi pemakaman dalam tradisi ini dilakukan dengan penuh penghormatan menggunakan adat kebaya dan doa tradisional.

Diskusi ini menyoroti perjuangan komunitas kepercayaan untuk diakui secara hukum dan administratif. “Kami telah memperjuangkan konstitusi, namun kesetaraan belum sepenuhnya tercapai,” lanjut Ratu Tati.

Peran Pemerintah dan Tantangan Kebinekaan

Dedi Ahimsa dari Kementerian Agama menegaskan pentingnya perlindungan konstitusional bagi semua keyakinan.

“Kementerian Agama bertugas melayani semua agama tanpa diskriminasi. Masih ada tantangan intoleransi yang harus kita atasi,” ujar Dedi.

Ia mengingatkan tentang realitas konflik di beberapa daerah akibat ketidakterimaan terhadap perbedaan. Dedi juga memuji semangat pemuda di Cigugur yang menjadi pelopor toleransi. “Generasi muda adalah tonggak kebinekaan. Semoga semangat ini terus menginspirasi,” imbuhnya.

Sebagai bagian dari acara, Ratu Dewi memaparkan makna filosofis tumpeng bogana. “Tumpeng ini melambangkan kemanunggalan manusia dengan Tuhan, mensyukuri nikmat kehidupan dengan segala hikmahnya,” jelasnya.

Acara ditutup dengan harapan besar untuk terus menjaga kebinekaan. Camat Cigugur, yang turut hadir, mengapresiasi semangat kerukunan di wilayahnya.

“Cigugur adalah simbol kerukunan tanpa melihat perbedaan suku, agama, maupun keyakinan,” ujarnya.

Dengan semangat dialog lintas kepercayaan dan budaya, acara ini menjadi momentum untuk memperkuat nilai kebangsaan dan spiritualitas nusantara. Peserta berharap kegiatan serupa dapat terus berlanjut untuk menciptakan Indonesia yang lebih inklusif. []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Mengenal Sejarah dan Filosofi Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan

  Oleh: Zaenal Abidin Paseban Sunda Wiwitan menjadi saksi pelaksanaan kegiatan ke-7 Studi Agama dan Kepercayaan (SAK) yang berlangsung dengan semangat...

Populer

Artikel Lainnya