Oleh: Dr. KH. Husein Muhammad
Sayyidah Sukainah. Orang Jawa menyebutnya Siti Sukainah. Ia adalah seorang perempuan cantik jelita, cerdas, berani, pintar, rendah hati dan seorang sufi. Tentang yang terakhir ini ayahnya memberikan kesaksian :
“أما سكينة فغالب عليها الاستغراق مع الله”.
“Sukainah acap intens berkontempelasi dan hanyut tenggelam saat merenungkan (bersama)Tuhan”.
Ayah Sukainah sangat menyayanginya. Dalam sejumlah literatur, disebutkan kecintaan Sayyid Husein bin Ali kepada Sukainah (putrinya) dan Isterinya, Rubab. Sebuah puisi menyebutkan :
لعمرك انني لاحب داراً
تحل بها سكينة والرباب
احبهما وابذل جل مالي
وليس لعاتب عندي عتاب
ولست لهم وان عتبوا مطيعاً
حياتي أو يغيبني التراب
Aku bersumpah demi dirimu
Aku senang dengan rumah
yang didalamnya ada Sukainah dan Rubab
Aku mencintai keduanya
Semua milikku akan aku berikan
Aku akan menyesali diriku sendiri
jika tak mampu melakukan hal ini
Sukainah adalah putri tercinta Imam Husein bin Ali, cucu Imam Ali bin Abi Thalib-Siti Fathimah, dan cicit Rasulullah Saw. Lahir tahun 669 M dan wafat tahun 736 M. Ia salah satu orang yang ikut bersama ayahnya di Karbala. Ia dan Sayyid Ali bin Husein al-Sajjad, menyaksikan dengan mata kepalanya pembantaian ayahnya oleh pasukan tentera Yazid bin Muawiyah.
Nama Sukainah amat populer di dunia Arabia-Islam saat itu. Popularitas itu bukan saja karena ia seorang perempuan jelita dengan rambutnya yang terurai indah, konon sering tak mengenakan jilbab/hijab/kerudung, tetapi lebih karena pengetahuannya yang luas, yang meliputi banyak disiplin ilmu. Antara lain tafsir, hadits dan sastra.
Ahmad Syauqi, raja penyair Nil terkenal menulis puisi indah :
كانت سكينة تملا الدنيا. وتهزء بالرواة
روت الحديث وفسرت. اي الكتاب البينات
Lihatlah, Sukainah
Namanya menebar harum di seluruh pojok bumi
Ia mengajarkan kata-kata Nabi
Dan menafsirkan kitab suci
Dia sering bertemu dan berdiskusi di rumahnya tentang sastra prosa maupun puitik dengan para begawan sastra pada masanya. Antara lain : Jarir, Farazdaq, Jamil Batsinah. Di rumahnya ada ruang untuk pengajian publik dan salon sastra. Hadir dalam pengajiannya para sarjana, laki-laki dan perempuan, serta masyarakat umum.
Perjanjian Pra Nikah
Ada banyak hal yang menarik dari pribadi Siti Sukainah sekaligus pandangan-pandangannya yang progresif sekaligus kontroversial. Salah satunya adalah saat menikah, ia meminta dibuatkan perjanjian pra nikah yang harus ditandatangani calon suaminya. Beberapa bunyi perjanjian itu adalah :
١. الا يمس امراة سواها
٢. الا يحول بينها وبين مالها شيء
٣. الا يمنعها الخروج ان تريده
1. Tidak boleh mengambil perempuan lain. (Tidak boleh poligini)
2. Tidak boleh ada rahasia dalam hal keuangan. (Keuangan harus terbuka)
3. Tidak boleh melarang keluar untuk beraktifitas di luar rumah jika dirinya menghendaki.
Jika salah satu syarat ini dilanggar, maka dia bebas untuk menentukan pilihan gugat cerai atau melanjutkan.
Nah, dalam perjalanan berumahtangga itu, konon, suaminya itu (Zaid bin Umar al-Utsmani) melanggar butir nomor 1. Suaminya mengambil perempuan lain dan berhubungan intim dengan perempuan itu. Sukainan mengajukan gugat cerai.
Hakim menyampaikan, sebagaimana kata Nabi : “penggugat harus menunjukkan bukti, dan jika tergugat mengingkari, dia harus bersumpah”.
Ini berarti Siti Sukainah harus membuktikan hubungan intim suaminya dengan perempuan lain itu dan Zaid bin Umar harus bersumpah jika menolak.
Saat hakim menanyakan kepada Siti Sukainah, ia menatap suaminya dan mengatakan :
يا أبا عثمان، تزود منى بنظرة فلن ترانى والله بعد الليلة أبدا.
“Hai Abu Utsman, pandangilah aku sekali lagi dan sesudah malam, demi Allah, kamu tak akan lagi boleh melihat aku selamanya”.
والقاضى صامت لا يتكلم….
“Dan hakim membisu seribu basa”.
Ceritanya kemudian, suami menceraikannya. Wouw.