Oleh: Zaenal Abidin
Fahmina Institute, FKUB Kab. Cirebon dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Setempat (PGIS) Cirebon sukses menggelar diskusi lintas iman dalam rangka Sekolah Perdamaian keempat. Kegiatan ini berlangsung di Gereja Fajar Keagungan MDC dan menghadirkan sejumlah pemuka agama setempat sebagai narasumber pada hari Sabtu, (16/11/2024).
Rosidin, fasilitator dalam acara ini membuka sesi dengan menekankan pentingnya saling menghormati keyakinan antar umat beragama. Ia menggarisbawahi bahwa perbedaan pandangan teologi perlu dihormati untuk menghindari konflik.
“Dalam konteks keyakinan, setiap agama memiliki basis yang unik. Tanpa penghormatan, perbedaan ini bisa memicu gesekan,” jelasnya.
Diskusi ini turut melibatkan pandangan dari berbagai peserta. Pipih Indah Permatasari, perwakilan dari Babakan, mengajukan pertanyaan seputar isi Alkitab yang mencakup Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Ia menyoroti bagaimana Perjanjian Baru mencatat peristiwa setelah Yesus, sementara Perjanjian Lama mencakup periode sebelum kelahiran-Nya.
Lailah menyinggung tradisi budaya dalam agama Kristen, seperti pemakaian kerudung, dan bertanya bagaimana praktik ini dihubungkan dengan ibadah. Alfa Hasanah turut mempertanyakan perbedaan konsep Allah, Roh Kudus, dan kehadiran fisiknya.
Pendeta Heru, salah satu narasumber, menjelaskan bahwa banyak tradisi dalam agama, seperti mengenakan kerudung, merupakan bagian dari konteks budaya yang berbeda-beda. Ia menyebut sejarah awal Kekristenan di Arab dan pengaruh tradisi lokal di berbagai wilayah.
“Fakta bahwa Kekristenan juga memiliki tradisi kerudung sering kali tidak diketahui,” ujarnya.
Pendeta Matias memberikan ulasan mendalam tentang isi Alkitab, menyebutkan bahwa Perjanjian Lama terdiri dari berbagai kitab seperti Kejadian, Keluaran, dan Mazmur, yang melukiskan sejarah panjang bangsa Israel. Sementara itu, Perjanjian Baru berisi penggenapan nubuat dalam Perjanjian Lama melalui kehadiran Yesus Kristus.
Pendeta Lexy menambahkan bahwa Perjanjian Lama dan Baru memiliki hubungan seperti dua sisi mata uang.
“Perjanjian Lama adalah simbol, sementara Perjanjian Baru adalah penggenapan rencana Tuhan,” katanya.
Ia juga menyinggung konsep Trinitas dalam Kekristenan, menggambarkan hubungan Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai satu kesatuan yang misterius.
Rosidin menutup sesi pagi dengan mengingatkan pentingnya memahami dan menghormati keyakinan setiap individu, terutama dalam konteks keragaman agama di Indonesia. Diskusi akan dilanjutkan siang ini dengan fokus pada ritual dan simbol dalam agama.
Acara ini tidak hanya menjadi forum edukasi, tetapi juga ajang refleksi akan pentingnya dialog antarumat beragama di tengah keragaman.[]