Minggu, 22 Desember 2024

Sekolah Agama dan Kepercayaan Mengenal Agama Konghucu

Baca Juga

 

Oleh: Zaenal Abidin

Dalam rangka mendekatkan anak muda pada pemahaman lintas agama dan kepercayaan, Fahmina Institute mengadakan kegiatan Sekolah Agama dan Kepercayaan (SAK) Bagi Orang Muda di Klenteng Talang menganal agama Konghucu Cirebon pada hari Sabtu (9/11/2024).

Acara ini merupakan pertemuan ketiga dari total tujuh pertemuan yang direncanakan di berbagai rumah ibadah di wilayah Cirebon.

Manajer Fahmina Institute, Roziqoh, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menghilangkan prasangka dengan memahami agama dan kepercayaan dari sumbernya langsung.

“Hari ini, kita belajar tentang agama Konghucu. Kita ingin anak muda mengenal agama dari perspektif autentik, bukan hanya katanya,” ujar Rozikoh dalam sambutannya.

Acara diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh Ani Suharni. Dalam doanya, Ani menyampaikan harapan agar kegiatan ini dapat membawa manfaat dan memperluas wawasan peserta.

Ketua Majelis Konghucu Indonesia (Makin) Cirebon, Chew Kong Giok, memberikan pemaparan mengenai sejarah Klenteng Talang dan kontribusi masyarakat Tionghoa di Cirebon. Ia menjelaskan bahwa klenteng ini awalnya dibangun sebagai kantor perwakilan pada masa Laksamana Cheng Ho sekitar abad ke-15. Seiring waktu, klenteng ini berubah menjadi tempat ibadah sekitar tahun 1949-1950 setelah kemerdekaan Indonesia.

Dalam sesi diskusi, pria yang akrab disapa Tedy ini juga membahas nilai-nilai agama Konghucu yang menekankan kebaikan dan kasih sayang sebagai fitrah manusia. Ia menggarisbawahi bahwa semua agama, termasuk Islam dan Konghucu, memiliki kesamaan dalam mengajarkan kebajikan dan kebersamaan.

Sementara itu Bayu, salah satu peserta beragama Islam, menyatakan kekagumannya terhadap pembahasan yang disampaikan.

“Saya setuju bahwa semua agama mengajarkan kebaikan. Tadi juga menarik saat dijelaskan tentang Nabi Kongzi yang mengajarkan nilai-nilai universal,” ungkapnya.

Acara ini semakin memperkaya pemahaman peserta melalui diskusi interaktif, termasuk tradisi ziarah kubur dalam agama Konghucu. Menurut Tedy, ziarah ini memiliki tahapan khusus seperti 3 hari, 7 hari, hingga 1000 hari setelah kematian, dengan penekanan pada pentingnya doa anak-anak untuk orang tua.

Kegiatan SAK ini menunjukkan pentingnya dialog lintas agama untuk membangun toleransi dan saling pengertian. Fahmina berharap acara ini dapat menjadi langkah kecil dalam memperkuat harmoni sosial di masyarakat. []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya