Kamis, 21 November 2024

Wiwaraksara: Adakah Aksara Cirebon?

Baca Juga

Oleh: Zaenal Abidin

Wiwaraksara: Adakah Aksara Cirebon?

Kendaraan motor berderet memadati pelataran parkir salah satu Cafe di Kota Cirebon. Muda mudi berkumpul mendengar dengan seksama. Aksara Cirebon? Memang Cirebon punya aksara? Ragam aksara Cirebon? Perkembangan aksaranya seperti apa? Kok gak familiar? Sekiranya itu yang ada dalam benak saat mengikuti Bedah buku berjudul Wiwaraksara Karya Budayawan Cirebon Dody Yulianto, pada  Selasa 21 Juni 2022.

Wiwaraksara berasal dari bahasa kawi (kuno) dari dua kata Wiwara yang artinya gapura dan Aksara berarti sistem tanda. Bisa dikatakan wiwaraksara ingin menunjukan buku ini menjadi gerbang pengetahuan seluk beluk carakan di Cirebon. 

Yang menarik dalam buku ini selain berisi cara tulis menulis, melainkan juga peranannya dalam masyarakat Cirebon. Buku yang dirilis tahun 2021 ini bisa dikatakan buku menyoroti bahwa aksara berperan dalam kehidupan masyarakat dalam mencatat peradaban, mengabadikan setiap hal dalam kehidupan masyarakat. 

Secara sejarah untuk mengenal carakan dikenal dua pendekatan. Ilmiah dan tradisional. Secara ilmiah atau ilmu aksara, aksara dimulai era sumeria 3000 SM, Aksara Paku yang pertama.  Kemudian Hieroglif, Aksara Mesir 4000 SM. 

Ditilik secara tradisi carakan berasal dari Prabu Aji Saka, mitologinya ada dua utusan yang berdebat Sambada dan Dora. Lalu memunculkan deret Hana Caraka. Dicatat di serat Aji Saka, bab Aksara, lakon cerita Aji Saka. 

Di Cirebon terdapat dalam Babad Sindula Winarni, ditulis di Batang 1893. Silsilahnya dari Semit Kuno-Semit Kuno dan Utara-Carakan. Carakan masih berdekatan dengan Brahmi. Di masyarakat justru adanya di Kertawana. Aksara memiliki satu genealogi yang sama. Prasasti Hulu Dai, aksara yang hidup era penguasa yang mendirikan Candi borobudur. 

Dalam tradisi tutur masyarakat Cirebon dianggap puser bumi, pusat peradaban. Tapi tidak ada kitabnya. Di era kejayaan Islam, para wali mestinya terdapat kitab tapi tidak ada. Mengapa ini terjadi?

Mesin Cetak Mempengaruhi Perkembangan  Aksara Cirebon

Mesin cetak era penjajahan menggunakan aksara Jawa dari Surakarta. Cetakan ini sangat mempengaruhi perkembangan aksara Cirebon termasuk dalam pedalangan Cirebon. Pada tahun 1926 pedoman penulisan yang dilakukan di Sriwedari menggunakan gaya Solo sistem penulisannya. 

Kepentingannya untuk menuliskan administrasi  kolonial. Dalam hal ini tidak sengaja ada pembakuan bentuk aksara. Mau tidak mau karena yang melakukan lembaga resmi maka dianggap itu bentuk yang sah dan benar. Sampai sekarang sistem penulisan carakan menggunakan gaya solo. 

Akibatnya kita tidak familiar terhadap penulisan aksara Cirebon, karena tidak tahu sangat berpengaruh untuk menggali khazanah keilmuan klasik yang menggunakan aksara Cirebon karena isinya menggunakan aksara Cirebon yang beragam. Dampak lainnya kesalahan dalam penulisan aksara yang dipopulerkan melalui nama jalan. Kita mengalami krisis pengetahuan bahasa dan aksara Cirebon.

“Persoalannya ketika bentuk carakan yang diajarkan dengan realitas yang kita miliki dan persebaran kitab yang dipunya kita tidak akrab,” kata Doddy menyoroti pembelajaran aksara Cirebon hari ini.

Keberagaman Aksara Cirebon

Lalu apakah Cirebon memiliki aksara sendiri? Jawabannya punya dan aksaranya pun sangat beragam. Dengan keragamannya menunjukkan spirit Cirebon yang setara sederajat. 

Bahasa dan Aksara Cirebon sangat mempengaruhi sosio kultural masyarakat, sepanjang Banten hingga Cirebon memiliki aksara  yang beragama. Untuk mengatakan satu kata pengucapannya bermacam-macam dan satuannya dipakai sampai hari ini.

untuk mengikat dan memperkenalkan aksara Cirebon beberapa pihak ingin adanya formalisasi aksara yang bisa digunakan untuk semuanya. Namun jika niatnya mengabaikan yang bentuk aksara dna dialek lainnya, ini membahayakan. Karena mereka mewarnai Cirebon. Tidak sesuai dengan semangat kita yang setara sederajat.

“Jikapun dikonsensuskan tidak berarti meniadakan aksara lain yang menyimpang dan ilegal. Karena ini dapat menghianati kesadaran keberagaman Cirebon,” tegasnya. 

Dalam buku ini dipaparkan berbagai jenis penulisan aksara, sedikitnya ada 18 varian penulisan aksara di Cirebon. Sampai saat ini sudah terdapat 2 font aksara Cirebon yang sudah di launching yakni aksara Madenda dan Aksara Joharudin, masih ada belasan font lain yang belum di launching.

Pemerintah, Budayawan, Peneliti dan pemerhati aksara dan bahasa Cirebon harus berupaya lebih keras untuk bisa melestarikannya salah satunya melakukan konsensus aksara yang bisa dipelajari bersama tanpa meniadakan keragaman aksara Cirebon lainnya. Dengan begitu bisa dipahami dan digunakan oleh masyarakatnya.  

Menyitir almarhum Budayawan Opan Safari, ketika negara lemah, kita tidak melakukan penguatan sendiri, mengintervensi jalur resmi, kita akan tersisih. []

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Sosialisasi Pilkada Serentak 2024: Serukan Pemilih Cerdas dan Tolak Politik Uang

Oleh: Zaenal Abidin Cirebon, Fahmina Institute- Dalam rangka memperkuat demokrasi dan keberagaman, KPU Kabupaten Cirebon gandeng Fahmina Institute mengadakan acara...

Populer

Artikel Lainnya