Harapan masyarakat untuk memperbaiki taraf hidup, kembali memperoleh momentumnya dengan pelaksanaan pemilihan Calon Legislatif pada tanggal 9 April 2009. Hajat besar warga negara ini tiada lain untuk menata persoalan yang sedang karut-marut di bumi nusantara melalui pemilihan para perwakilannya. Calon Legislatif atau Anggota Dewan yang terpilih adalah tumpuan harapan rakyat banyak. Di tangan merekalah hitam putih nasib rakyat ke depan.
Dalam pemilihan Caleg mendatang, salah satu media menyebutkan bahwa lebih dari 30% calon pemilih itu adalah TKI. Ini menandakan bahwa TKI merupakan konstituen yang cukup besar. Kalau TKI merupakan pemilih potensial, tentu para Calon Legislatif (Caleg) harus mendengar apa yang menjadi persoalan dan harapan mereka.
Menanti Komitmen Para Caleg
Suatu penelitian menyebutkan bahwa sedikitnya 80 persen dari 8.800 kasus trafiking sejak tahun 2004 melibatkan korban asal warga Subang, Karawang, Cianjur, dan Indramayu, Provinsi Jawa Barat(Republika, 10/5/2007). Sebagian besar korban trafiking adalah TKI, yang merupakan 30% dari seluruh pemilih.
Namun dari pengamatan penulis, nampak sekali bahwa tidak banyak Caleg yang menyentuh trafiking sebagai bahan kampanyenya. Ini diantaranya bisa dilihat dalam baligo-baligo yang terpampang di pinggir-pinggir jalan. Dalam baligo-baligo yang terpampang, jelas sekali bahwa para Caleg lebih menonjolkan citra diri dan ajakan agar masyarakat memilihnya. Kalau pun ada yang mengusung isu sosial, selain hanya beberapa saja, itu pun hanya mengusung isu yang populer semata. Seperti, kemiskinan, kesehatan, agama bahkan ada yang sebatas wangsalan saja dan tidak jelas keberpihakannya. Seperti apa upaya penanggulannya, berapa jumlahnya, dan seterusnya.
Jelang Pemilu, TKI Terus Jadi Korban
Jelang pemilihan ini, kita masih saja disuguhkan berita-berita tragis tentang para TKW dan perempuan korban kekerasan lainnya. Beberapa hari lalu diberitakan kasus Umi Saodah, TKW di Palestina, yang meski akhirnya selamat, tetapi mengalami penderitaan panjang terlebih dahulu. Belakangan juga, diberitakan gadis ABG bernama Susi yang ditipu dan dijerumuskan menjadi PSK di Malaysia. Ini baru yang muncul di media, masih banyak lagi kasus menimpa TKI yang sesungguhnya dan belum sempat muncul di media.
Bagaimana dengan para caleg perempuan? Tentu harapan kita adalah kepada Caleg perempuan, dengan asumsi bahwa merekalah yang mengerti perasaaan, persoalan dan harapan perempuan pada umumnya. Sayangnya, belajar dari yang sudah-sudah, nampaknya para anggota legislatif perempuan juga tidak mudah menyuarakan kepentingan-kepentingan perempuan di ruang sidang dewan yang terhormat. Ketika perempuan masih menjadi Caleg, dia bisa saja berkampanye bahwa dirinya akan memeperjuangkan nasib perempuan dan mungkin mengupayakan penurunan angka korban trafiking. Tetapi, belajar dari yang sudah-sudah, ketika sudah duduk di kursi dewan, anggota legisltaif perempuan juga sedikit sekali yang menyuarakan kepentingan-kepentingan perempuan. Dalam hal ini kita perlu terus mendukung perjuangan para anggota legislatif, khususnya perempuan agar terus memperjuangan nasib kaumnya.
Islam Sangat Menghargai Orang Yang Bekerja
Islam tidak sekedar mengajarkan kewajiban beribadah atau menuntut ilmu saja. Islam pun menghargai para TKI yang berjuang untuk mempertahankan kehidupan keluarganya. Dalam musnad Syafi’i menyebutkan, bahwa dalam Islam urutan pertama kategori kemuliaan orang adalah pencari ilmu, dan kategori kedua adalah pekerja. Termasuk para TKI. Allah SWT berfirman di dalam Q.S Al-‘Ashr (2-3), “Sesungguhnya manusia itu merugi kecuali orang yang beriman dan beramal saleh (melakukan kebaikan)”. Para TKI adalah orang-orang yang ‘Aamil al Shalihat, berbuat kebaikan. Dengan begitu, orang yang mempermudah jalan bagi orang yang akan berbuat kebaikan (TKI) adalah sebanding pahalanya dengan yang melakukannya. Artinya, jika para Caleg memperjuangkan para TKI, mereka termasuk orang yang berkomitmen pada nilai-nilai Islam yang menentang perbudakan, termasuk trafiking.
__________
*) Penulis adalah alumni Dawrah Kader Ulama Pesantren yang sekarang berhidmah di Institute Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon