Fahmina.or.id, Cirebon – Sekitar 40 orang pemuda dari berbagai Organisasi Kepemudaan (OKP), tokoh agama serta pihak kepolisian di wilayah Cirebon mengikuti kegiatan penguatan wadah kerukunan. Melalui lokakarya yang digagas oleh Kementerian Keagamaan (Kemenag) RI melalui Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litabang dan Diklat Kemenag yang bekerjasama dengan Fahmina Institute ini bertajuk “Mencetak kader Membangun Kerukunan” selama tiga hari mulai Rabu-Jum`at (27-29 April 2016).
Para peserta diberi sejumlah materi diantaranya adalah mengenal masalah mengenal konflik, resolusi konflik, teknik mediasi, dan cara membangun kerukunan di tengah masyarakat melalui kampanye kreatif. Kota Cirebon merupakan kota kedua yang disambangi Kemenag setelah Yogyakarta dan selanjutnya akan diadakan di Bali, dengan masing-masing peserta sebanyak 40 orang.
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, H. Muharram Marzuki, Ph. D menegaskan lokakarya tersebut bertujuan menyatukan persepsi antar umat beragama yang berbeda, hal menjadikan modal kekayaan bersama dalam bingkai kerukunan di masyarakat.
“Dalam kegiatan ini kita bersama membicarkan tentang kepentingan NKRI, memperkuat dengan kekayaan yang ada yakni perebedan agama, budaya, letak geografis, menjadi modal besar untuk menjadi negara dan bangsa beasar. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mengakui dan menghormati diantara perbedan yang ada,” katanya, saat ditemui di sela Workshop Uji Modul Pengembangan Wadah Umat Beragama di Hotel Neo Kota Cirebon, pada hari Kamis (28/4/2016).
Ia menambahkan hasil survei kehidupan kerukunan keagamaan di indonesia sangat dinamis mencapai angka 75,35 %. Angka tersebut tambahnya, menunjukkan bahwa kehidupan keagamaan antar pemeluk agama di indonesia mnunjukkan proses kehidupan masyarkat yang cukup harmoni, meskipun ada wilayah lokal tertentu yang mengalami konflik keagmaan tapi intu sifatntnya sektoral.
Sementara itu Agus Muhamad mengatakan, pelatihan ini merupakan salah satu cara mendeteksi, mencegah, dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di tengah masyarakat.
“Pemuda bisa hadir di tengah masyarakat bekerjasama dengan kelompok-kelompok keagamaan, tokoh masyarakat, dan organisasi kepemudaan untuk mencegah dan menyelesaikan konflik di tingkat akar rumput,” terang fasilitator sekaligus penyusun modul itu. Agus menjelaskan, peserta pelatihan terdiri dari beberapa anggota OKP di Cirebon dengan rentang usia 20 sampai 35 tahun.
“Kita mencetak kader untuk membangun dan memperkuat kerukunan,” terangnya.
Ia berharap, melalui materi dalam pelatihan ini pemuda tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi hanya karena perbedaan keyakinan, perbedaan ideologi, perbedaan latar belakang, dan lainnya.
“Kader Kerukunan harus lebih banyak mensosialisasikan kerukunan. Bisa secara individu maupun kelompok ke berbagai lembaga, organisasi kepemudaan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lainnya,” katanya.
Yogyakarta, Cirebon, dan Bali dipilih menjadi tempat pembentukan Kader Kerukunan, menurutnya, karena daerah itu termasuk dalam kriteria daerah yang relatif rukun, wilayah yang rawan konflik, dan daerah yang potensi konfliknya tinggi tapi belum pernah terjadi konflik.
“Jangan salah, walaupun daerah itu relatif rukun dan tidak ada potensi konflik. Jangan dikira di situ tidak akan terjdi konflik. Terkecuali terjaga kohesifitasnya,” tukasnya. (ZA)