JOMBANG, KOMPAS — Musyawarah sembilan ulama yang menjadi ahlul halli wal aqdi dalam Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, Rabu (5/8), menetapkan KH Mustofa Bisri atau Gus Mus sebagai Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2015-2020. Namun, Gus Mus menitipkan surat untuk ahlul halli wal aqdi yang menyatakan tidak bersedia dipilih menjadi Rais Aam PBNU.
Keputusan musyawarah ahlul halli wal aqdi (AHWA) yang dibacakan Ketua Panitia Daerah Muktamar Ke-33 NU Saifullah Yusuf di hadapan rais syuriah wilayah dan cabang menilai, ketidakbersediaan Gus Mus itu wujud akhlakul karimah seorang ulama yang tidak mau merebut jabatan.
Namun, apabila Gus Mus tetap tidak bersedia ditetapkan sebagai rais aam, penggantinya adalah KH Ma’ruf Amin yang juga anggota AHWA dengan jumlah usulan terbanyak dari forum rais syuriyah. “Sebelum itu terjadi, AHWA menetapkan KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Rais Aam PBNU. Dengan demikian, rapat AHWA secara resmi memutuskan dan menetapkan KH Mustofa Bisri sebagai Rais Aam dan KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Rais Aam PBNU periode 2015-2020,” kata Saifullah.
Setelah muktamar menetapkan Gus Mus sebagai rais aam, agenda berikutnya adalah pemilihan ketua tanfidziyah PBNU periode 2015-2020. Sidang sempat diskors untuk mengumpulkan pengurus tanfidziyah dari semua cabang dan wilayah yang memiliki hak memilih.
Hingga pukul 22.00, agenda pemilihan ketua umum tanfidziyah PBNU belum berjalan mulus karena sebagian peserta muktamar yang kurang puas dengan panitia masih ada di Pondok Pesantren Tebuireng. Ketidakpuasan ini sebagian dipicu perbedaan sikap muktamirin terkait mekanisme pemilihan lewat AHWA.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam Muktamar Jombang terdapat perbedaan di antara peserta muktamar dalam mekanisme pemilihan rais aam. Satu pihak menyetujui mekanisme pemilihan dengan sistem perwakilan melalui AHWA, sedangkan pihak lain menolak mekanisme itu.
Perbedaan ini sempat membuat pembahasan tata tertib muktamar buntu. Forum rais syuriyah akhirnya memutuskan rais aam dipilih lewat AHWA. Keputusan ini diambil melalui pemungutan suara dengan 252 suara setuju, 235 menyatakan tak setuju, dan 9 suara abstain.
Meski muktamar akhirnya menyepakati pemilihan rais aam dengan sistem AHWA, ketidakpuasan muktamirin yang tak setuju dengan sistem itu masih ada. Muktamirin yang tak setuju ini lalu berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng dan tidak hadir dalam pemilihan ketua umum tanfidziyah di arena muktamar di Alun-alun Jombang. Hingga pukul 22.15, sekitar 300 muktamirin masih bertahan di Pondok Pesantren Tebuireng.
Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi yang juga berada di Pondok Pesantren Tebuireng, semalam, menyatakan, ada kekecewaan muktamirin terhadap panitia. Namun, dia menolak jika pihak yang tak puas itu membuat muktamar luar biasa atau membentuk PBNU tandingan.
Hasyim juga menolak dipilih sebagai rais aam, baik oleh mereka yang menolak maupun setuju dengan mekanisme pemilihan AHWA.
Dari arena muktamar, setelah penetapan KH Mustofa Bisri sebagai Rais Aam PBNU periode 2015-2020, sidang sempat diskors guna mengumpulkan muktamirin pemilik suara untuk pemilihan ketua umum tanfidziyah. Pada pukul 22.30, pemimpin sidang Akhmad Muzakki mengumumkan, “Dari jumlah peserta yang terverifikasi memiliki hak suara 508 orang, yang sudah hadir 378 peserta. Dengan demikian, sidang sudah kuorum.”
Sampai pukul 23.00, muktamirin masih melakukan pemungutan suara untuk bakal calon ketua tanfidziyah.
Sumber:
http://print.kompas.com/baca/2015/08/06/KH-Mustofa-Bisri-Jadi-Rais-Aam-Syuriah