Memakai jilbab dan pakaian yang tertutup adalah wajib hukumnya bagi muslimah. Kewajiban memakai jilbab tidak terbatas dengan pekerjaan atau aktivitas apapun yang dilakukan oleh wanita muslim. Menggunakan jilbab yang menutup dada dan menggunakan pakaian yang tidak ketat menjadi salah satu aturan wajib dalam berjilbab. Setiap wanita muslim mencoba untuk menaati aturan ini dan melaksanakannya. Banyak cobaan yang dihadapi ketika seseorang ingin melakukan aturan agamanya. Salah satu cobaan dan kejadian yang membuat miris hati adalah pengguntingan jilbab dan rok oleh dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Nani Hasanuddin Makasar kepada jilbab dan rok dua siswinya yaitu AR dan DS (nama disamarkan).
AR dan DS adalah mahasiswa pada STIKES Nani yang tengah menjalani masa studi. Seperti halnya mahasiswi lain yang menggunakan jilbab, AR dan DS menggunakan jilbab dan baju yang lebih longgar dan panjang. AR dan DS menggunakan jilbab serta baju yang lebih menutup dan longgar daripada mahasiswi lainnya. H (nama disamarkan) mengingatkan bahwa baju serta jilbab AR dan DS melanggar aturan kampus. Namun AR dan DS memilih untuk tetap menggunakan seragam itu karena menurut mereka seragam yang sesuai dengan aturan kampus kurang menutup dan kurang memenuhi syariat. Keteguhan AR dan DS untuk memakai baju yang sesuai dengan aturan agama mendapat cobaan yang tidak dikira.Dosen H tiba-tiba mendatangi mereka ketika berada di dalam kelas dan menggunting jilbab serta rok mereka berdua.
Menurut dosen H, keduanya dinilai melanggar peraturan kampus mengenai busana akademik, yaitu mengenakan jilbab di luar standar dan rok. Karena dosen H menganggap AR dan DS tidak menghiraukan imbauan nya, maka dengan tiba-tiba dan di luar kendali, dosen H melakukan tindakan tidak terpuji tersebut. Tindakan dosen H langsung mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak mulai dari pihak STIKES hingga media dan masyarakat. AR dan DS pun kaget dengan perlakuan yang dilakukan oleh dosennya. Kejadian ini menjadi isu nasional dalam beberapa hari ini.
Menurut pihak STIKES, seragam yang digunakan oleh AR dan DS memang tidak sesuai aturan namun tidak seharusnya dosen H melakukan tindakan tidak terpuji seperti itu. AR dan DS memiliki hak untuk memakai pakaian yang sesuai dengan aturan agama. Pihak STIKES menindaklanjuti masalah ini dengan memberhentikan dosen H dan membuat surat permintaan maaf secara terbuka untuk AR dan DS. Menanggapi kasus ini, beberapa praktisi medis pun ikut angkat bicara.
Ada larangan rumah sakit untuk memakai jilbab. Untuk panjang jilbab juga enggak diatur. Jilbab enggak menghalangi kerja kok. Di sini diberi juga pakaian dinas khusus yang berjilbab,” ujar Nadia, salah satu perawat di rumah sakit kanker Dharmais. Namun Nadia menambahkan, panjang baju dan jilbab sebaiknya tidak mengganggu aktifitas ketika melayani pasien. “Pakai kerudung jangan yang kayak begitu juga (panjang), pakai jilbab yang enggak mengganggu. Jilbab yang dipakai ya jilbab yang menutupi dada standar saja. Cuma lebih baik panjang tangan diatur, jangan menghalangi,” lanjut Nadia.
Kini AR dan DS melanjutkan studinya di STIKES Nani dan pihak STIKES kembali menggodok ketentuan baju untuk mahasiswi yang berjilbab agar tidak ada masalah seperti ini terjadi kembali. Dunia medis membutuhkan tingkat steril yang tinggi sehingga masalah pakaian ini menjadi isu sensitif. Baju dan jilbab ini bisa disiasati dengan menggunakan baju dan jilbab yang longgar tapi tidak melebar ke mana-mana (bisa dipasang peniti atau perekat) sehingga nyaman digunakan ketika bekerja dan tetap memenuhi ketentuan agama.
(vem/Sya)
sumber: vemale.com