Fahmina.or.id, Cirebon. Dalam wisuda sarjana Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) ke-3, ada hal yang berbeda dengan prosesi wisuda perguruan tinggi lain yaitu orasi (pendek) ilmiah mahasiswa sebelum pengukuhan sarjananya. Hal itu diungkapkan Dr. Mahrus El Mawa MA setelah menghadiri Sidang Senat Terbuka Wisuda ISIF ke 3 di Gedung Negara Bakorwil Cirebon. Senin,( 20/2)
Tentu saja orasi itu hanya perwakilan setiap program studi dari skripsi terbaiknya. Menurut Dr. Mahrus, orasi ilmiah mahasiswa itu lebih baik daripada sambutan wakil mahasiswa yang diwisuda. “Kalau dalam sambutan mahasiswa pada umumnya hanya tersampaikan ucapan terima kasih dan beberapa pengalaman penting selama kuliah. di ISIF berbeda,” ungkap Kasi Publikasi Ilmiah di Diktis Depag RI.
Mantan Dekan Fakultas Ushuluddin ISIF itu, memamparkan yang berbeda dari orasi ilmiah mahasiswa adalah adanya informasi baru dari hasil kajian skripsinya. Mengingat ISIF sebagai perguruan tinggi Islam di bawah Yayasan Fahmina, maka ISIF juga membawa amanat pemikiran ala Fahmina. Seperti diketahui, Fahmina merupakan salah satu NGO yg bergerak dibidang penguatan tradisi Islam berbasis pesantren, maka kajian Islam mahasiswa juga tidak lepas dari tradisi pesantren.
Hanya saja, tambah mahrus, studi pesantren di Fahmina sudah melakukan transformasi dengan keilmuan sosial humaniora kontemporer, seperti tradisi sosial kritis tentang keberpihakannya pada kemanusiaan, gender (jinsiyyah), pluralisme (ta’addudiyat) dan human right (huquq al-insaniyah).
Di antara contoh kajiannya adalah suluk wayang, relasi umat Islam dan kristiani, tradisi Cap Gomeh, sastra pesantren, dst. Hal mendasar lagi dari tradisi riset mahasiswa ISIF ini berangkat dari realitas yg dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
“Kita sebagai tamu undangan, selain disuguhi tradisi seni lokal, juga tradisi baru PTKI tentang hasil riset mahasiswa yg terbaik yang mencerminkan visi misi dari PTKI tersebut. Bravo ISIF dengan ciptaan tradisi baru orasi ilmiah mahasiswanya. Sekalipun dengan itu juga tetap menyuguhkan orasi ilmiah dari doktor terbaru yang dimiliki ISIF. Kombinasi tradisi orasi ilmiah yang keren, dari mahasiswa dan dosennya,” katanya.
Dalam kesempatan itu ia juga memberikan catatan penting pada prosesi wisuda ISIF kemarin. Yakni bagaimana sebuah perguruan tinggi Islam di Indonesia berani meluluskannya, dengan kasus ISIF, setelah ikut ujian perspektif ISIF, yakni harus dapat menjawab soal-soal terkait keberpihakannya pada keadilan relasi lelaki perempuan, HAM, Pluralisme dan yang terkait dengan visi misi dan tujuan ISIF lainnya, seperti Islam yang rahmah bagi semesta, bukan melahirkan radikalisme, liberalisme, dan seterusnya yang dapat merongrong wibawa Islam dan kebangsaan Indonesia.
“Pertanyaan untuk PTKI lainnya, apakah ada garansi lulusan sebuah PTKI untuk visi misi dan tujuan PTKI itu?? Sebuah pekerjaan berat bagi penyelenggara PTKI untuk menjaga nilai-nilai yang diusungnya. Itulah prinsip khas para ulama, kyai, ajengan, tuan guru, buya, yang moderat dan menjunjung nilai-nilai yang diyakininya,” pungkasnya. (Ayus)