Dalam konteks pemilihan kepala daerah (Pemilukada) secara langsung, mungkin berbagai kesulitan, halangan, atau kesalahan dalam proses pelaksanaannya dipastikan menimbulkan perdebatan atau perbenturan pendapat yang bercorak-ragam. Sepanjang pergulatan antara berbagai kepentingan dilakukan dalam koridor demokratis dan dengan cara-cara yang fair, tentu sangat berguna bagi lahirnya ide-ide baru. Tapi jika perbedaan pendapat diikuti dengan tindakan yang anarkhis, maka akan mengganggu stabilitas daerah itu senbdiri.
Untuk menguatkan proses demokrasi, serta memperhatikan potensi konflik yang ditimbulkan Pemilukada, Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) bekerjasama dengan Kepolisian Resort (Polres) Cirebon dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar diskusi publik “Peran Polisi dalam Pengawalan Pemilukada”. Acara yang digelar di Gedung PGRI Kabupaten Sumber, pada Senin, (21/01), ini mengangkat pentingnya peran polisi dalam mengawal pelaksanaan Pemilukada, ini juga membahasa bagaimana strategi dan tehnis pengamanan, serta sebagai salah satu bagian dari proses transparansi pelayanan publik oleh pihak kepolisian dalam penangan pengamanan Pemilukada.
Kapolres Cirebon, AKBP Irman Sugma Sik. M.Si, dalam sambutannya beberapa kali meminta agar dalam diskusi tersebut lebih banyak masukan yang membangun, yang baik demi penyempurnaan pengawalan Pemilukada, atas dasar ketulusan dan kebersamaan, demi keselamatan warga.
Sementara menurut Nurul Huda SA, Direktur Yayasan Fahmina, mengungkapkan bahwa pengawasan Pemilukada yang akan dihadapi pada bulan Februari, khususnya berkaitan dengan Pemilihan Gubernur (Pligub) Jawa barat adalah tanggung jawab semua warga negara. Agar kegiatan ini bisa terlaksana demi kemaslahatan bersama, tidak terjadi berbagai hal yang tidak diinginkan.
“Dalam Pemilukada banyak pihak yang berperan, oleh karena itu kemungkinan terjadinya hal tidak diinginkan akan jauh lebih besar, untuk mencegah itu kita harus menjaga keamanan dan ketertiban bersama-sama sesuai porsi dan kewenangan masing-masing pihak,” paparnya mengawali diskusi.
Dari pihak kepolisian mengaku sudah mempersiapkan 1126 personilnya untuk mengawasi 4095 TPS dari 46 Kecamatan, dengan srategi 1:4:8 (1 POLISI, 4 TPS, 8 LIMAS). Selain TPS polisi juga melakukan pengawalan terhadap orang, dalam hal ini para calon Gubernur & wakilnya, Ketua KPU beserta jajarannya, serta tempat dilaksanakannya kampanye, begitu juga dengan kantor KPUD dan lainnya.
Sedangkan dari pihak KPUD sendiri melakukan pengawalan pada bidang administrasi. Pertama, saat pendaftaran dan penentuan DPT (Daftar Pemilih Tetap), namun dalam hal ini perlu ada dukungan dari masyarakat secara aktif untuk mengecek apakah mereka beserta keluarganya sudah termasuk dalam DPT ataukah tidak.
Yang kedua adalah saat pendaftaran calon, berkaitan dengan syarat-syarat pencalonan terutama dalam hal dukungan dengan bukti tanda tangan warga.Terakhir terhadap rekapitulasi suara dari awal hingga akhir. Hal inilah yang paling mungkin untuk terjadinya konflik pada saat pemilihan nanti.
“Masyarakat seharusnya aktif untuk mengecek apakah dirinya dan keluarganya sudah terdaftar dalam DPT atau belum dengan pergi ke kelurahan setempat. Sedangkan dalam hal rekapitulasi suara, para saksi harus turut ikut mengawasi dari awal hingga akhir untuk dapat membuktikan bahwa tidak terjadi kecurangan pada surat suara,” tandas Iding Wahidin selaku ketua KPUD Kab. Cirebon.
Dalam diskusi juga dibahas tentang perlunya kejelasan mengenai perbedaan antara Sosialisasi para calon dengan Kampanye yang dilakukan. Hal ini dikarenakan tentang UU yang melarang untuk berkampanye sebelum waktu yang telah ditentukan. (Diaz)