Minggu, 1 Desember 2024

Sekolah Agama dan Kepercayaan Bahas Jejak Sejarah dan Ajaran Hindu di Indonesia

Baca Juga

Oleh: Zaenal Abidin

Cirebon, Fahmina Institute — Sekolah Agama dan Kepercayaan (SAK) Bagi Orang Muda bahas jejak sejarah dan ajaran hindu di Indonesia. Para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang agama berdiskusi mengenai sejarah, ajaran, dan simbol-simbol dalam agama Hindu di Pura Agung Jati Pramana Cirebon pada Hari Sabtu, 26 Oktober 2024.

Forum ini menghadirkan sejumlah tokoh Hindu yang berbagi pandangan mengenai nilai-nilai Hindu, filosofi, dan kepercayaan dasar dalam upaya meningkatkan pemahaman dan toleransi antar umat beragama.

Salah satu pembicara, I Wayan Suardika, membahas perkembangan Hindu di Indonesia, mengaitkan simbol-simbol tradisional seperti “lingga” dan “yoni” yang dikenal sebagai lambang kesuburan. Ia menjelaskan bahwa simbol-simbol ini melambangkan keseimbangan antara kekuatan maskulin dan feminin dalam ciptaan. Menurutnya, simbol-simbol seperti itu digunakan bukan hanya sebagai bentuk pemujaan, melainkan juga untuk mengingatkan umat pada prinsip keseimbangan dalam hidup.

Pada sesi diskusi mengenai tokoh-tokoh Hindu, Ilham Kamaludin, seorang peserta, mengajukan pertanyaan mengenai tokoh utama yang membawa agama Hindu ke Indonesia. Menanggapi hal ini, Suardika menyoroti bahwa penyebaran Hindu di Indonesia bukan hanya melalui tokoh individu, tetapi juga melalui akomodasi budaya setempat sehingga Hindu bisa beradaptasi dengan baik di berbagai daerah.

“Ornamen di pura-pura di Bali, misalnya, banyak yang memadukan elemen khas Bali dan Cirebon, sehingga Hindu di Indonesia menjadi unik,” jelasnya.

Devida, peserta lain, bertanya tentang prasasti dan jejak arkeologis Hindu di Cirebon, khususnya mengenai Prasasti Gajah Mungkur yang dianggapnya memiliki nilai sejarah penting. Ia juga menyoroti pentingnya identifikasi prasasti untuk melacak jejak Hindu yang masih ada.

Made Supartini, seorang tokoh lokal Hindu, menambahkan bahwa prasasti dan simbol Hindu di daerah Cirebon menyimpan informasi berharga terkait sejarah Hindu di Jawa Barat.

Pada kesempatan lain, Rona Ningsih dari Babakan, Cirebon Timur, menanyakan makna Sapta Resi, yang diartikan sebagai tujuh orang suci dalam Hindu. Ia mendapat jawaban bahwa resi ini adalah para guru yang berperan dalam penyusunan kitab-kitab suci Hindu yang berusia ribuan tahun sebelum Masehi.

Acara tersebut ditutup dengan pesan dari Marzuki Rais, Direktur Fahmina Institute yang menegaskan pentingnya diskusi lintas agama sebagai langkah dalam memperkuat toleransi dan saling menghormati keyakinan masing-masing.

SAK mengajak generasi muda lintas agama dan kepercayaan untuk membangun kemampuan dalam hubungan antar umat beragama demi menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Tujuan khususnya meliputi: menganalisis tantangan umat beragama, memperkuat komunikasi dan kerjasama, serta menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dari ajaran agama.

SAK Bagi Orang Muda angkatan pertama ini berjumlah sebanyak 20 orang yang akan berlangsung di 7 tempat ibadah umat beragama yang berbeda diantaranya Pura Agung Jati Pramana, Vihara Dewi Welas Asih, Klenteng Talang, Gereja Katolik Santo Yusuf, PGIS, Pondok Pesantren KHAS Kempek, Paseban Tri Panca Tunggal dalam kurun waktu 26 Oktober, 2, 9, 16, 23, 30 November dan 2 Desember 2024. []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Sosialisasi Pilkada Serentak 2024: Serukan Pemilih Cerdas dan Tolak Politik Uang

Oleh: Zaenal Abidin Cirebon, Fahmina Institute- Dalam rangka memperkuat demokrasi dan keberagaman, KPU Kabupaten Cirebon gandeng Fahmina Institute mengadakan acara...

Populer

Artikel Lainnya