Itulah penggalan kalimat yang disampaikan para mahasisiwa ketika orasi di peringan Hari Kartini Selasa, 21 April 2009 di tengah jalan raya kampus STAIN Cirebon. Aksi ini bertemakan “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Tema ini diangkat sebagai simbol keoptimisan bahwa segala sesuatu yang terlihat suram dan mendeskriditkan perempuan dapat diubah menjadi pencerahan masa depan yang lebih baik, terang Ima salah seorang peserta aksi.
Aksi yang dimotori puluhan mahasiswa yang tergabung dalam KOPRI PMII (Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri) ini dengan simpatik membagi-bagikan selembaran refleksi hari kartini kepada pengguna jalan yang melewati jalan tersebut. Menurut Dzarotul Munsyi yang akrab dipanggil Cici, kordinator lapangan aksi menyampaikan, bahwa tujuan dari aksi ini ingin mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan refleksi atas perjuangan yang pernah dilakukan oleh Kartini. Cita-cita Kartini masa itu yang tinggi namun terbentur batu karang budaya yang memosisikan perempuan hanya disekitar kasur, sumur dan dapur. Generasi saat ini harus meneruskan perjuangan ini, tegas Cici.
Cici melanjutkan, Benar saat ini telah cukup banyak perempuan yang terdidik dan menempati posisi-posisi strategis diberbagai sector pendidikan. Namun, pada kenyataannya masih banyak oknum yang menjadikan kaum perempuan tersudutkan, kebijakan politik yang tidak sensitive gender, KDRT, trafiking yang terus meningkat dan didominasi oleh kaum perempuan, merupakan beberapa contoh betapa perempuan masih dalam jalan terjal.
Walaupun para mahasiswa sedang masa UTS (Ujian Tengah Semester) namun tidak mengurangi semangatnya dalam menyampaikan pesan perjuangan bagi kaum perempuan terhadap masyarakat. Arakan aksi mahasiswa yang dimulai dari kampus STAIN itu berakhir di Bundaran Grage Mall Cirebon, dengan pembacaan pernyataan sikap; Pertama tegakan supremasi hukum terhadap oknum kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kedua, adili pejabat dan sindikat trafiking. Ketiga, hentikan perdagangan perempuan. Keempat, jangan jadikan 30% kuota keterwakilan perempuan dalam parlemen hanya sebagai aksesoris politik. Kelima, samakan upah pekerja perempuan dengan laki-laki. Keenam, lindungi dan selamatkan hak-hak tenaga kerja wanita (TKW). Ketujuh, realisasikan gender budgeting. Kedelapan, hentikan segala bentuk diskriminasi perempuan. Dan kesembilan, optimalkan pendidikan pemberdayaan perempuan. []